Chereads / Lovely Maid / Chapter 25 - Misi dari Elang

Chapter 25 - Misi dari Elang

Sekembalinya Melati dan Bara, Elang langsung mengamankan Melati di kamarnya. Gadis itu kebingungan melihat tatapan tajam dari Elang.

Ia ingin bertanya, tapi melihat betapa tajamnya tatapan pria itu membuat nyali Melati menciut.

Ia berpikir keras, baiklah, kesalahan apa yang telah ia perbuat kali ini? Kenapa Elang terlihat begitu terganggu dan marah?

"Lo..." Elang menggantung ucapannya dengan tatapan aneh yang ia tujukan pada Melati.

Pria itu lalu memalingkan tatapannya ke arah balkon kamarnya, namun sedetik kemudian, ia kembali menatap Melati.

Elang menyadarinya sekarang. Sam, Bara, mereka berdua menyukai Melati.

"Bang Sam suka sama lo, Bang Bara juga. Pake pelet apa lo?" ucap Elang tanpa tedeng aling-aling.

Melati yang mendengar pertanyaan Elang, langsung menganga tak percaya. Apa yang pria itu pikirkan?

"Kamu ini tanya, ngasih tahu, atau nuduh? Aku bingung." ucap Melati pelan.

Elang mengambil napas dalam-dalam, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, setelahnya ia menepuk keras keningnya.

Saat Melati dan Bara pergi, Sam meneleponnya setiap waktu hanya untuk menanyakan keadaan Melati. Elang tidak memberitahu Sam bahwa Bara bersama Melati pergi ke kampung halaman Melati.

Sam seperti pria yang kehilangan akal, ia menelepon Elang untuk menanyakan hal-hal sepele seperti apa Melati sudah makan? Apa ia tidak melewatkan acara drama favoritnya di tv dan sebagainya. Serius, sangat jelas bahwa pria itu menyukai Melati.

Elang berjalan cepat menuju balkon dan duduk di sana. Ia mendongak menatap langit yang hanya di hiasi bulan dan beberapa bintang.

Baiklah, sebelum ketertarikannya kepada Melati menjadi lebih dalam lagi, Elang memutuskan mencoret nama Melati dari daftar perempuan yang mungkin ia suka.

Ia tidak mau bersaing dengan kedua saudaranya. Ia harus menemukan cara agar tidak terpaku kepada Melati lagi.

Melati menyusul Elang dan duduk di sebelah pria itu. Ia menunggu dengan tenang sampai Elang membuka suara.

"Mel," panggil Elang.

"Iya?"

"Lo gak naksir gue kan?" tanya Elang dengan konyolnya.

Melati yang mendengar pertanyaan Elang, langsung tertawa lepas tanpa bisa ia cegah. Ia benar-benar tidak mengerti, bagaimana Elang bisa memiliki pertanyaan seperti itu.

"Gak usah ketawa! Jawab aja!"

"Maaf Elang, aku nggak suka kamu!"

Elang mengangguk pelan. Menurutnya itu bagus, ia jadi tidak perlu repot-repot berpikir. Melati tidak menyukainya, kedua saudaranya menyukai Melati, dan ketertarikannya masih dalam tahap yang wajar.

Aman.

"Gini Mel, Bang Sam sama Bang Bara suka sama lo!"

"Ini kamu ngasih tahu aku?" tanya Melati dengan polosnya.

"Nggak, gak! Lupain! Dan kalo beneran mereka suka, gue gak akan ngelirik lo lagi kalo kayak gitu!" gumam Elang pelan.

Elang dengan segala omong kosongnya, benar-benar membuat kepala Melati berdenyut sendu.

"Kamu kenapa deh?" Melati bergerak gelisah. Situasi ini membingungkan.

Cukup lama mereka saling menatap dalam diam, kemudian Elang kembali menatap langit dan mengangguk cepat.

"Gue punya ide bagus biar ga terpaku sama lo." seru Elang tiba-tiba.

"Maksut kamu?"

"Tugas lo itu nurutin semua perintah gue kan? Gue masih punya beberapa hari lagi sebelum Bang Sam balik. Jadi, gue punya misi buat lo!"

"Misi apa?"

Elang mengetuk-ngetukan jarinya di meja lalu menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Ditatapnya rembulan indah di atas sana dengan frustrasi. Baiklah baik, begini saja lebih baik.

"Gue naksir seseorang, udah dari lama." ucap Elang pelan.

"Lalu?"

"Gue tertarik sama dia,"

"Hum," Melati menatap lurus-lurus ke arah Elang.

"Tapi iu cewek kayaknya benci sama gue! Dia selalu pasang tembok tinggi setiap kali gue nyoba buat deketin dia!" ucap Elang dengan suara berat.

"Kenapa?"

Elang menggeleng pelan. Ia merasa sudah berbuat baik kepada gadis itu.

"Sepertinya, di mata itu cewek, gue cuma cowok brengsek yang suka keluar masuk club malam. Dia bilang, dia benci sama cowok kayak gue. Gue udah coba berbagai cara untuk mendekati dia, ngasih kesan baik tentang gue, tapi tetap aja, gue bener-bener gak tertolong. Gue udah masuk daftar hitamnya."

"Wah Elang, itu benar-benar buruk."

"Sangat buruk. Karena itu, gue butuh bantuan lo."

Konyol. Memangnya apa yang bisa Melati lakukan? Menemui gadis itu dan bilang kalau dia salah menilai Elang? Demi Tuhan, gadis itu hanya akan menertawakan Melati. Dia tidak akan percaya.

"Cari cara biar dia bisa merubah penilaiannya ke gue. Lo pernah bantuin Bang Bara sama mantannya. Sekarang giliran lo bantuin gue. Gue gak mau tahu, lo harus bisa. Sesama perempuan tentu akan lebih saling mengerti, jadi temukan sebuah cara!"

Melati merasa Elang sudah tidak waras karena meminta bantuan padanya. Ayolah, ia tidak berpengalaman soal cinta. Bagaimana ia bisa membantu?

"Elang, em, kamu tahu? Aku nggak begitu memahami perempuan, karena kebanyakan temanku adalah pria. Dan juga, pengalaman cintaku benar-benar minim. Aku gak bisa memikirkan cara apa pun, serius."

"Lo nolak perintah gue, Mel? Lo bisa kena denda karena mengingkari kontrak!" ancam Elang.

Melati menggeleng pelan, bukan seperti itu.

"Aku ingin membantumu, hanya saja aku benar-benar nggak bisa. Aku hanya mencoba jujur."

"Gue gak menerima penolakan! Besok lo harus nemuin dia dan mulai mencari cara!"

Elang mengangguk mantap. Sepertinya ini ide yang bagus. Ia bisa mendapatkan gadis incarannya sedari SMA dulu dan ia bisa mengusir Melati dari pikirannya.

"Baiklah, akan ku coba. Toh ini tugasku!" Melati terlihat begitu pasrah. Ia memejamkan mata dan bernapas berat.

Elang tersenyum lebar ke arah Melati, ia lalu kembali menatap bulan.

Melati jadi bertanya-tanya, memangnya gadis yang Elang suka itu seperti apa? Jika itu Elang, pasti gadis itu cantik dan sexy.

"Oh iya, Mel,"

"Apa?"

"Gue penasaran, waktu sama Bang Sam dan Bang Bara, lo ngapain aja? Mereka ngajak lo maen?"

"Maen? Maen apa?"

Elang merengut mendengar jawaban Melati. Ia menggeleng pelan. Ini dia yang bodoh karena bertanya, atau Melati memang tidak memahami arah pembicaraannya?

"Hum, gini. Lo waktu sama mereka, disuruh ngapain aja?" Elang mengganti ucapannya dengan kalimat yang lebih lembut.

Melati tersenyum tipis, ia kembali mengingat apa saja yang pernah ia dan para tuannya lakukan.

"Bersama Sam, gak banyak yang kulakukan, dia gak terlalu sering ngasih perintah. Terkadang, ia hanya memintaku menemaninya mengobrol, menemaninya bekerja, ia juga sering memintaku memberi pendapat untuk beberapa hal. Kamu tahu kan dia cukup sibuk, waktu bersama dengannya gak terlalu banyak!"

Elang nyaris tertawa mendengar pernyataan Melati. Jika bukan karena wajah lugu Melati, ia tidak akan mempercayai itu. Samudera yang ia kenal tidak sesuci itu. Ia bebas melakukan apa pun pada Melati. Tapi kenapa ia tidak melakukan itu? Mengobrol? Tidak disangka Sam begitu naif.

"Gimana sama Bang Bara?" Elang sangat antusias sekarang.

Setahunya, Bara tidak se-naif Samudera, jadi ia yakin bahwa abangnya yang satu itu pernah meniduri Melati.

"Bara? Dia cukup membingungkan. Terkadang dia begitu baik dengan memanjakanku, seperti mengajak jalan-jalan, membelikan barang-barang bagus, dan membiarkanku memakan coklat dari Aisyah. Dia sudah menceritakannya kepadaku tentang hubungannya dengan Aisyah. Dia bukan ayah dari anak yang dikandung Aisyah." Melati merengut. Ia kembali teringat saat Sam mengatakan akan menikahi Aisyah jika Bara tidak mau bertanggung jawab. Itu masih membuat dadanya merasa sesak.

"Lalu, bagian menyebalkannya?" desak Elang.

"Dia seperti bos yang kurang kerjaan. Dia terus memintaku melakukan banyak hal sekali pun itu benar-benar gak penting. Dia bahkan pernah memintaku menyanyikan lagu anak-anak. Dia bilang suaraku seperti anak kecil dan banyak lagi. Dia suka mengerjaiku."

"Hanya itu?" pekik Elang tak percaya.

Melihat respon Elang yang mengejutkan, membuat Melati menggaruk tengkuknya kebingungan.

"Memang apa lagi?"

"Dia gak minta lo tidur bareng dia?"

"Tidur? Enggak, dia membiarkanku tidur di kasurnya sementara dia tidur di sofa. Kenapa?"

Elang menggelengkan kepalanya pelan. Sedetik kemudian ia tertawa begitu keras.

Demi apa pun, dia tidak menyangka.

Bukan seperti itu perjanjian dengan ayahnya dulu.

***