Melati mengerjabkan matanya berkali-kali. Saat ini, ia tengah berdiri si ambang pintu masuk perpustakaan di kampus Elang. Pria itu mengajaknya kemari untuk menunjukan siapa gadis yang ia maksut malam tadi.
Seolah tak percaya, Melati menggeleng pelan.
Wah, Apa Elang tidak salah orang? Gadis itu memang cantik, tapi dia terlihat sangat sederhana dan lugu. Sangat berbeda dari apa yang Melati bayangkan.
Melati mengerutkan keningnya, ia pikir, gadis yang Elang suka pasti perempuan trendy dengan pakaian sexy, higheels, dan make up. Tapi gadis ini? Berjilbab, kacamata tebal, dan sepatu kets?
Melati menatap ke arah Elang dengan bingung, mencoba mencari jawaban atas keraguannya.
Elang tersenyum dan menatap gadis itu dari kejauhan.
"Namanya Nhola, kami satu sekolah dari SMA. Sekarang, tugas lo nemuin dia, dekati dia atau lakukan apa pun dan cari cara setelahnya. Gue laper. Gue tunggu di kafetaria!" Elang menepuk pelan pundak Melati dan beranjak meninggalkannya sendirian.
Lupakan Elang, mari fokus saja pada gadis itu.
Nhola sedang berdiri sambil membaca sebuah buku di sudut rak perpustakaan. Dia terlihat sangat serius dengan buku yang dibacanya.
Cantik, dan terlihat seperti gadis baik-baik. Tentu gadis baik tidak akan mau dengan Elang. Walau Elang itu tampan, pintar dan kaya, kelakuan minus-nya sangat banyak. Dia nakal, menyebalkan, pemaksa, dan masih banyak lagi. Terlebih dia sangat suka keluar masuk club malam. Gadis baik-baik mana yang mau dengan pria yang suka main perempuan?
Melati berjalan perlahan ke arah Nhola, mengambil sebuah buku di dekatnya dan membuka halaman pertama.
Menjadi mak comblang sungguh bukan keahliannya, demi Tuhan.
Melati berpikir dengan sangat keras, nyaris frustrasi ia dibuatnya.
Ini misi yang sulit.
"Oh tunggu, novel itu..." pekik Melati tanpa sadar, hingga membuat Nhola mendongakkan kepalanya dan menatap Melati bingung.
"Ah maaf, apa aku mengganggumu?" ucap Melati pelan.
Nhola tersenyum lalu menggeleng pelan.
"Kakak pernah membaca novel ini?" tanyanya ramah.
Melati mengangguk pelan dan membalas senyumannya. Novel yang dia baca adalah salah satu novel kesukaannya. Ia meminjamnya dari perpustakaan umum di kotanya.
"Itu novel kesukaanku."
"Oh ya? Aku juga suka. Ini kali ke dua aku membacanya." respon Nhola antusias.
"Kenapa kamu membacanya dua kali?"
"Aku masih mencari jawaban. Aku masih gak ngerti, sebenarnya apa yang Roy pikirkan, kalau dia sangat mencintai Hana, kenapa dia meninggalkan Hana. Kalau itu karena kondisinya, toh Hana sudah menerimanya apa adanya. Hana gak pernah menuntut apa pun darinya kan?" Nhola terlihat sangat kesal saat membahas isi dari novel tersebut.
Ah, Roy?
Novel itu menceritakan kisah seorang pria bernama Roy. Hidupnya begitu sempurna sampai sebuah kecelakaan membuatnya kehilangan kakinya. Lalu seorang gadis bernama Hana datang dan mereka jatuh cinta. Cinta, itulah yang membuat Hana menerima kondisi Roy apa adanya, gadis itu melakukan segalanya untuk membuat Roy bahagia. Tapi itulah masalahnya. Roy merasa buruk, dia merasa tidak pantas untuk bersama Hana. Jadi Roy pergi. Berharap Hana akan menemukan pria lain yang lebih pantas.
"Kamu tahu? Cinta gak sesederhana mereka saling suka dan saling menerima. Aku bisa mengerti apa yang Roy rasakan, selama ini dia hanya bisa menerima tanpa bisa memberi. Itu sangat membebaninya. Hana memberinya banyak hal, sementara ia gak pernah bisa memberikan sesuatu yang seharusnya dia beri untuk Hana. Roy merasa kecil dan gak berguna, dia merasa buruk untuk Hana." sahut Melati.
Nhola terlihat sedang berpikir keras, keningnya berkerut dan bibirnya manyun, sangat menggemaskan.
"Permisi nona-nona, kalau kalian gak keberatan, tolong mengobrol saja di luar. Ini perpustakaan!" Penjaga perpus menghampiri mereka, berdiri tepat satu meter di dekat mereka dan menatap keduanya dengan nyalang.
Lucu, apa semua penjaga perpus segalak ini? Seperti dalam drama-drama yang sering Melati tonton di TV Super besar pemberian Bara.
Melati dan Nhola membungkuk meminta maaf, mereka lalu segera berlari keluar. Serius, penjaga perpus itu terlihat seperti ingin melahap mereka dalam tatapan mautnya.
Mengerikan.
Setelahnya, mereka berdua duduk di taman kampus, mereka berkenalan dan mengobrol banyak hal, kebanyakan mereka membahas buku. Sejauh ini, Nhola adalah gadis yang sangat menyenangkan. Dia gadis yang ceria dan sederhana.
"Oh iya, Kak," seru Nhola.
"Ya?"
"Bagaimana dengan perbedaan kasta? Maksutku, di dunia nyata ini, apakah si miskin boleh jatuh cinta pada si kaya?"
Nhola nampak murung saat mengucapkan pertanyaan itu. Mungkinkah yang dia maksut adalah dirinya dan Elang?
"Kalau itu pria lain, aku gak tahu. Tapi, kalau yang kamu maksut adalah Elang, well, kamu boleh jatuh cinta sama dia!"
Nhola terlihat kaget. Begitu pun dengan Melati yang langsung merutuki ketidak mampuannya untuk menjaga mulutnya. Demi Tuhan, kenapa ia tidak bisa mengendalikan ucapannya?
"Kok Kakak bisa tahu? Oh tunggu! Jangan bilang kalau Kakak adalah cenayang!" seru Nhola dengan tatapan yang tak pernah teralih dari Melati.
Melati melongo tak percaya, bukannya curiga, gadis itu malah berpikir tentang cenayang dan lainnya.
"Kamu gila? Kamu percaya dengan sesuatu seperti itu? Tentu saja bukan!" sahut Melati cepat.
"Jadi?"
Huft, terlanjur basah, ya sudah nyebur sekalian.
"Sejujurnya, Elang memintaku untuk berbicara sama kamu. Kamu percaya itu? Pria itu merengek dan mengancamku agar aku menemukan cara untuknya bisa mendekatimu. Ah, sepertinya dia benar-benar suka sama kamu!"
Nhola tersenyum tipis, namun secepat kilat senyuman itu lenyap. Gadis itu menghela napas panjang dan menerawang jauh ke atas langit.
Cuacanya sedang bagus sekarang. Tidak begitu terik dan berangin.
"Kalau kamu khawatir dengan kebiasaannya yang suka keluar masuk club, kamu bisa percaya sama aku. Dia gak akan melakukan itu lagi. Elang mungkin terlihat seperti playboy tengil yang suka bermain perempuan, tapi percayalah, demi kamu, dia bisa berubah." ucap Melati tanpa ragu. Ia terlihat begitu meyakini ucapannya.
Kali ini Nhola tertawa pelan, dia melirik ke arah Melati sebentar lalu terkikik geli.
"Aku tahu. Aku juga tahu kalau dia beneran suka sama aku." jawab Nhola pelan.
"Jadi? Apa masalahnya?"
"Andai Kakak tahu betapa miskinnya aku! Aku yatim piatu dan serba kekurangan. Beruntung aku mendapat beasiswa. Aku hanya berharap bisa mendapat kehidupan yang layak setelah aku wisuda nanti."
Melati terdiam cukup lama, ya, ia mengerti perasaan itu. Tidak heran Nhola menolak Elang.
'Dengan kondisi serba kekurangan seperti kami, gadis mana yang berani bermimpi berhubungan dengan pria kaya seperti Elang? Tidak ada.'
"Aku pikir, Elang bukan tipe pria yang akan mempermasalahkan status sosial! Dia itu kaya, dia tidak membutuhkan gadis kaya lainnya. Dia hanya ingin bersama dengan perempuan yang dia sayang."
Nhola terdiam, ia mencoba mencerna ucapan Melati. Apa yang dikatakan Melati memang cukup masuk akal baginya. Tapi tidak sesederhana itu.
"Kalau kamu khawatir soal keluarganya, kamu bisa tenang karena baik ayah ataupun kedua abangnya tidak pernah mempermasalahkan hal itu!" imbuh Melati.
Ia tidak mengada-ngada untuk yang satu ini. Pak Bagaskara adalah orang yang baik, begitu pun Samudera dan Elang.
"Ini bukan tentang mereka, tapi tentang aku, Kak. Aku yang tidak bisa menerima mereka." ucap Nhola pelan.
Melati menggeleng pelan. Ia tidak mengerti dengan arti dari ucapan Nhola.
Nhola yang tidak bisa menerima Elang dan keluarganya? Kenapa? Bukankah Nhola juga menyukai Elang? Jadi apa masalah sebenarnya.
"Oh, aku harus segera pergi, kelasku di mulai sebentar lagi. Sampai bertemu lagi Kak Melati!" Nhola berdiri dan melambaikan tangannya pada Melati sebelum berlari meninggalkan taman.
Meninggalkan teka-teki yang harus secepatnya Melati pecahkan. Atau Elang akan terus mengoceh panjang lebar nantinya.
Melati berjalan gontai meninggalkan taman, ia menelusuri koridor kampus dan mencari kafetaria kampus tersebut.
Tak jauh dari tempatnya, terlihat sebuah tempat yang lebih mirip seperti restoran bintang lima daripada kafetaria. Ia bisa melihat sosok Elang dengan jaket denimnya duduk di dekat jendela.
Melati menghela napas berat. Melihat sosok Elang, membuat ia menyadari sesuatu. Jika dia menjadi Nhola, ia mungkin juga akan melakukan hal yang sama, menolak pria itu.