Chereads / Lovely Maid / Chapter 28 - Kenyataan Pahit

Chapter 28 - Kenyataan Pahit

Menggunakan gaun saat naik motor bukanlah pilihan yang bijak. Bagian bawah gaun Melati berkibar, matanya kelilipan debu, dan rambutnya jadi tidak berbentuk. Elang sama sekali tidak mau memelankan laju motornya meski Melati menjerit dan mencengkram erat lengan pria itu karena takut. Serius, Melati akan mengadukan ini pada Sam nanti.

"Senyum dong, biar kelihatan cantik!" Elang terlihat sangat puas saat melihat penampilan Melati yang cukup berantakan.

'Andai dia bukan tuanku, aku akan mencekiknya dan menarik lidahnya keluar agar dia berhenti mengucapkan kata-kata yang gak enak di dengar.'

Melati pun mengekori Elang yang berjalan cepat menuju ruangan Sam.

Tepat satu menit setibanya mereka di sana, Melati ingin langsung keluar dan berlari sejauh yang ia bisa.

Bagaimana bisa dia tertawa bersama perempuan lain saat dia bahkan tidak mau bertatap muka dengan Melati?

Tawa lepas dan senyum lebar yang dia tunjukkan pada perempuan itu, membuat jantung Melati berdenyut nyeri. Mereka terlihat sangat akrab, sangat dekat, dan sangat cocok.

Perempuan itu sangat cantik dan senyumnya sangat manis, penampilannya juga sangat elegan.

Jika mereka berdiri bersebalahan, pasti terlihat seperti itik buruk rupa dan angsa yang anggun.

'Aku gak lagi cemburu. Kumohon enggak!'

"Hai, Elang!" sapa si angsa.

"Wah, Kak Nisa. Apa yang Kakak lakukan di sini pagi-pagi?" Elang tersenyum dan menyapanya ramah.

Elang bukan tipe orang yang bisa ramah dengan sembarangan orang. Bahkan pada Melati yang tinggal serumah dengannya pun dia tidak pernah bersikap ramah, kecuali jika membutuhkan sesuatu.

"Nisa cuma mampir." sahut Samudera cepat.

"Hey Bang, gue gak ngomong sama lo!" Elang melirik sinis sambil melemparkan paper bag berisi pakaian Sam di meja.

"Aku kebetulan lewat, jadi mampir sekalian. Ngomong-ngomong, siapa yang di belakang kamu itu? Pacar kamu Lang?"

"Jangan bercanda! Dia bukan tipe gue!" protes Elang.

'Ya, seolah kamu tipeku saja, menyebalkan.'

"Lalu?"

"Dia pacar Bang Bara." jawab Elang seenaknya.

Biarkan saja si bungsu dengan segala omong kosongnya. Biarkan saja.

Melati menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan dari hidung.

"Serius? Syukurlah akhirnya dia punya pacar. Akhirnya dia bisa melupakan Kei." pekik Nisa dengan mata berbinar-binar.

Jangan ada drama lagi.

"Tolong jangan dengarkan Tuan Elang. Aku adalah pelayan di rumahnya." Sahut Melati sebelum Elang menyela.

Setelah Melati mengatakan itu, baik Samudera maupun Elang langsung terdiam menatapnya tajam. Tidak apa, ia hanya mencoba jujur. Ia tidak ingin ada drama lagi. Itu memuakkan.

"Hahaha jangan bercanda. Lihat gaunmu. Aku tahu butik mana yang menjualnya dan berapa harganya. Kami yakin seorang pelayan?"

Si angsa cantik pikir Melati sedang bercanda? Ya, andai saja ini memang lelucon, tentu Melati akan sangat bahagia. Tapi sayangnya, inilah kenyataanya.

"Ini pemberian Tuan Elang. Anda tahu Tuan Elang seperti apa. Dia akan sakit mata kalau melihat orang memakai pakaian yang tidak sesuai dengan seleranya." ucap Melati pelan

Ia tidak berbohong.

"Kamu benar, Elang memang gila fashion. Dia berteman dengan banyak designer, tentu dia sangat memperhatikan penampilan. Kamu beruntung bekerja dengan keluarga Bagaskara." Nona Nisa menepuk pelan lengan Melati.

Sangat beruntung. Tentu saja.

"Oh, Kak Nisa, kita ngobrol lagi nanti. Gue masih ada urusan. Gue pergi." pamit Elang.

Pria itu meraih pergelangan tangan Melati dan membawanya pergi dari ruangan Samudera tanpa menoleh ke belakang lagi.

Melati tersenyum miris. Apa ia membuat kesalahan lagi?

"Elang, kamu bisa melepaskan tanganku? Sakit!"

Elang berhenti melangkah dan melepaskan tangan Melati. Dia terlihat marah.

"Lo menyedihkan, Melati!"

'Aku? Menyedihkan?' Melati nampak bingung.

"Apa lo gak malu ngasih tahu orang lain kalau lo itu pelayan kami?" sentak Elang.

Wah. Melati menatap tuannya itu bingung.

"Kenapa aku harus malu? Aku memang pelayan kalian. Aku gak mau berbohong!"

"Lo gak lupa kalo lo itu pelayan dalam artian lain? Ayah ngasih lo ke kita, lo pikir buat jadi pelayan macam apa ha? Orang-orang akan berpikir lo itu cewek murahan!"

Elang berhasil membungkam Melati. Melati kalah. Ia, dengan kesadaran penuh tentu tidak akan pernah melupakan itu.

Tapi, entah kenapa, mendengar Elang mengatakan hal itu membuat jantung Melati berdenyut nyeri.

Tatapan jijik yang Elang tujukan pada Melati sekarang sungguh membuatnya ingin menangis.

'Aku mulai lelah Tuhan, tolong percepat ini semua agar aku bisa cepat pergi.'

Melati lalu meminta Elang pergi menemui Nhola sendiri dengan alasan ia ingin menghadiri pernikahan Jeri sendirian. Ia memaksa tuan muda Elang Bagaskara itu pergi meninggalkannya.

Dan sekarang dirinya kacau. Ia merasa sakit, lemah, dan lelah.

Melati berjalan tanpa tahu arah, tanpa sepeser pun uang, dan tanpa ponsel. Apa yang ia pikirkan? Mengapa ia membawa tas mahal itu tanpa memasukkan apa pun ke dalamnya? Bagaimana ia bisa pulang sekarang?

'Aku bodoh? Ya, aku tahu.'

Melati terus berjalan, mencoba mengingat jalan ke kantor Bara. Seharusnya ia kembali saja ke kantor Sam dan meminta uang untuk ongkos taxi, tapi ia takut. Ia takut jantungnya akan berdenyut nyeri lagi saat melihat Nona Nisa yang cantik di sana.

Melati terus berjalan hingga sampai di taman kecil di pinggir jalan. Barulah saat ia duduk di kursi tua di bawah pohon dan melepas sepatunya, ia menyadari bahwa kakinya itu sudah terlalu lelah untuk berjalan.

Berkat higheels mahal itu, pergelangan kaki dan tumitnya memerah dan terasa perih.

Hari yang sempurna.

Sekarang apa?

Melati sudah beristirahat cukup lama, namun kakinya masih saja terasa perih. Jika dia bisa bicara, dia pasti akan memaki Melati karena membuatnya terluka seperti itu. Kaki yang malang.

"Kamu sendirian? Di mana Elang?"

Samudera?

'Kenapa dia ada di sini? Harusnya dia tetap berada di kantornya yang nyaman bersama Nona Nisa yang cantik itu, mereka bisa mengobrol dan tertawa sepuas mereka.'

Oh tidak, Melati mulai lagi.

Sam memperhatikan kaki Melati yang masih terlihat sangat merah. Dia mendengkus kesal dan menatap Melati tajam.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan suara berat.

'Apa dia sedang marah? Apa aku membuat kesalahan?'

"Em, aku hanya ingin jalan-jalan sendirian." dusta Melati.

"Jalan-jalan? Menggunakan kaki? Kamu bisa meminta supir untuk menjemput dan mengantarmu, atau kamu bisa meminta Baramu itu untuk menemanimu!"

Ada apa dengan kata Baramu itu?

"Kamu kemari hanya ingin memarahiku saja? Sudahlah Sam, aku lelah, beri saja aku uang, aku mau pulang."

"Uang? Kamu keluar tanpa membawa uang?" pekik Sam kaget.

"Aku lupa memasukkan dompet dan ponselku ke dalam tas."

"Kenapa kamu gak menemui Bara saja? Gedung Lotus gak jauh dari sini. Dan sekarang ini Bara pasti ada di sana."

Bara lagi?

Melati menggeleng kesal. Ada apa dengan Sam? Dan Mana  ia tahu di mana Gedung Lotus itu, berada atau sedang di mana Bara sekarang! Demi Tuhan.

"Kamu mau memberiku uang atau enggak? Aku lelah."

"Kamu yakin gak mau menemui Bara saja?"

'DEMI TUHAN SAMUDERA. AKU SUNGGUH LELAH DAN INGIN PULANG!' Batin Melati menjerit.

"Kenapa kamu terus memintaku untuk menemui Bara?! Aku hanya meminta sedikit uangmu untuk ongkos taxi!"

Sam terdiam. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Aku akan mengantarmu pulang."

"Enggak, jangan repot-repot!"

"Gedung pernikahan Jeri gak jauh dari rumah, aku akan mengantarmu dulu."

Ah, Jeri. Melati sampai lupa untuk menghadiri pernikahnnya. Tapi, siapa peduli? Ia sangat lelah hari ini.

Sam berbalik dan berjongkok memunggungi Melati.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Bukankah sudah jelas? Aku akan menggendongmu sampai ke mobil. Kamu nggak akan bisa jalan dengan kaki seperti itu. Bukankah itu sakit? Naiklah ke punggungku!"

Ini adalah kalimat terpanjang yang Sam ucapkan padanya selama beberapa hari ini.

Melati sedikit membungkuk dan melingkarkan tangannya di leher Sam. Dia berdiri dan membawa Melati pergi.