Chereads / Lovely Maid / Chapter 17 - Permintaan Maaf

Chapter 17 - Permintaan Maaf

Elang membuka perlahan matanya yang terasa ngilu dan berat. Setelah menegakkan badannya hingga duduk menyandar di kepala kasur, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Berbagai umpatan kasar, sudah pria itu ucapkan saat melihat bagaimana kacaunya kondisi kamarnya saat ini.

Perlahan tapi pasti, ingatan tentang kejadian malam tadi berputar-putar di otaknya, memaksa Elang untuk mengingat bagaimana dengan tidak manusiawinya dia melakukan itu pada Melati. Ia tidak mengira dirinya bisa memukul perempuan.

Dada Elang menjadi sesak dan panas seketika, dia merasa sangat bersalah, dia merasa begitu buruk sekarang, gadis semanis itu harus menerima perlakuan keji darinya. Demi Tuhan, Elang ingin membunuh dirinya sendiri saat ini.

Harusnya dia tidak minum, harusnya dia tidak pulang dalam keadaan mabuk, harusnya dia tidak menemui Melati.

Setelah membersihkan dirinya, Elang keluar untuk mencari keberadaan Melati. Ia tahu, gadis itu akan membencinya setelah ini, ia tidak keberatan karena toh ini semua memang salahnya. Ia hanya ingin melihat keadaan Melati sekarang.

Setelah kejadian semalam, gadis itu mungkin mengalami trauma atau sesuatu yang seperti itu, dan dirinya harus bertanggung jawab untuk semua itu.

"Lang,"

Elang menoleh dan mendapati Sam dengan Bara sedang sarapan di meja makan. Bara melambaikan tangannya ke arah Elang, membuat Elang mengangkat kakinya dengan berat untuk menghampiri mereka.

Ia duduk di samping Bara.

"Sarapan! Lo kelihatan kacau, Man!" kata Bara masih dengan mengunyah nasi goreng di mulutnya.

Elang menuang air ke dalam gelas dan meneguknya hingga habis.

"Lang, panggil Melati buat sarapan, dari semalam dia belum makan!" seru Bara dengan santainya.

'Brengsek!' Elang memaki dirinya sendiri.

Gadis itu belum makan semalam dan ia melakukan hal sekeji itu padanya.

'Gue ini iblis atau apa? Dimana gadis itu?' Elang merasa benar-benar frustrasi sekarang.

"Lang! Malah ngelamun ini anak!" Bara menyenggol pelan lengan Elang.

"Melati gak sama gue!"

"Ha? Terus dia dimana?" pekik Bara.

"Dia di kamar gue!" seru Sam dengan santainya.

Elang dan Bara langsung menoleh ke arah Sam. Mereka menatap Samudera lurus-lurus, sementara Sam sendiri hanya melirik sekilas ke arah Elang lalu kembali menggigit kasar roti di tangannya.

"Gak bisa gini dong, Bang! Ini masih jadwalnya Elang, kan? Kalau lo mau sama Melati, tunggu beberapa hari lagi!" protes Bara.

"Paan sih lo! Gue gak ngelakuin apa pun kali! Di kamar Elang ada kecoa dan Melati ketakutan, jadi gue suruh tidur di kamar gue!" dusta Sam.

Elang tahu Samudera berbohong. Jika saja tidak ada Bara di sini, mungkin dia sudah menghajar Elang sekarang. Elang bisa melihat tatapan benci dari mata Sam saat menatapnya.

"Astaga bocah! Bersihin kamar lo! Gunanya asisten rumah tangga apa, bego!" kesal Bara.

Elang tidak lagi peduli Bara mengatakan apa karena ia langsung beranjak meninggalkan meja makan dan menuju kamar Samudera.

Gadis itu di sana, meringkuk di balik selimut dengan mata terpejam rapat.

Elang menyeret langkahnya yang terasa berat menghampiri gadis itu.

Elang tahu, Melati tidak tidur.

Ia duduk di tepian kasur dan menatap gadis itu lekat-lekat,

Ada sedikit lebam di pelipis mata Melati. Melihat itu, memaksa Elang kembali mengingat bagaimana tangannya itu terangkat memukul wajah tak berdosa Melati. Ia pasti sudah gila.

"Mel," panggil Elang pelan.

Melati tidak menyahut dan hanya mengintip dari balik bulu mata lentik di mata sayunya.

"Maaf," lirih Elang.

Elang menunduk malu. Ia merasa bukan lagi seorang pria, karena pria tidak akan mengangkat tangannya kepada wanita. Sedangkan dirinya?

Tubuh Elang meremang, betapa terkejutnya ia saat sebuah tangan yang hangat melingkar memeluknya lemah.

"Aku baik-baik saja Lang, jangan khawatir!" Seru Melati lemah.

Bagaimana mungkin? Harusnya dia membenci Elang, marah, memaki atau apa pun itu. Kenapa dia memeluk Elang? Terbuat dari apa hatinya itu?

"Mel?"

"Aku tahu kamu enggak melakukan itu dengan sengaja. Sam sudah cerita kalau kamu memang gak bisa minum. Aku tahu kamu gak akan melakukan itu kalau gak dalam pengaruh alkohol. Aku enggak marah!"

Elang meraih tubuh Melati, lalu merengkuhnya ke dalam dekapannya.

"Maaf " lirih Elang sekali lagi.

Melati hanya menepuk lembut punggung Elang, memberikan rasa nyaman yang langsung menghangatkan hati pria itu.

"Lang," lirih Melati.

"Ya?"

"Lapar!"

Elang tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa geli saat Melati menatapnya dengan mata berkaca-kaca seperti anak anjing yang meminta makan. Serius, tidak akan ada yang mengira kalau gadis ini seumuran dengan Sam. Dia sangat menggemaskan.

"Jangan tertawa!"

"Iya, gue gak akan ketawa! Lo mau makan apa?"

"Mie instan yang super pedas!"

"Hei! Itu gak sehat! Chef Yuni bisa marah kalo tahu ada yang bikin mie instan pagi-pagi begini!"

"Sekali ini saja," rayu Melati.

Melihat Melati seperti ini, membuat Elang ingin memilikinya untuk dirinya sendiri. Melati terlalu manis. Pasti menyenangkan, selalu bersama dengan gadis itu tanpa harus berbagi.

"Yaudah, tunggu di sini!" Elang mengusap gemas pucuk kepala Melati dan segera beranjak keluar dari kamar.

Meja makan sudah kosong, mungkin yang lain sudah pergi.

Buru-buru Elang mengambil mie instan di laci atas dan memasaknya, ia menambahkan dua buah telur, beberapa potong sosis dan sedikit sayuran. Bara bilang, Melati tidak makan semalam, dia pasti sangat lapar sekarang.

"Setelah melukai dia, lo mau ngerawat dia hum?"

Elang menoleh sekilas dan mendapati Samudera sudah bersandar di dinding tak jauh darinya sambil menatapnya nanar.

"Bang, lo tahu gue mabuk semalem kan!"

"Itu bukan alasan, brengsek! Lo melukai Melati. Sadar atau enggak, perbuatan lo gak bisa di terima!"

"Bang!"

"Gue gak peduli mau lo kayak gitu ke orang lain, tapi ini Melati! Lo gak seharusnya memperlakukan dia kayak gitu!"

Ya, Elang setuju, Sam memang benar, mabuk tidak bisa dijadikan alasan untuk melukai orang lain. Apalagi ini Melati. Tapi, tatapan Sam sangat mengganggu Elang. Perhatiannya pada Melati membuat Elang merasa kesal.

"Kenapa? Dia hanya pelayan! Lo semarah ini hanya karena perempuan murahan itu?" pancing Elang.

Samudera membulatkan matanya, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal kuat.

Elang mengatakan itu hanya untuk memprovokasi Sam, untuk melihat apakah dugaannya benar atau tidak.

Secepat kilat Sam menghampirinya dan melayangkan tinjunya pada Elang.

Brak!

Punggung Elang langsung terasa nyeri saat menabrak rak kecil di belakangnya.

"Kalau dia murahan, kita pun sama! Ayah, dan kitalah yang membuat dia seperti ini! Jadi jaga mulut lo, brengsek!"

Tidak salah lagi. Samudera menyukai gadis itu. Dia bukan tipe orang yang akan peduli dengan pendapat orang lain. Dia bahkan tidak peduli sama sekali dengan wanita manapun yang sering mereka pakai. Tapi kenapa dengan Melati berbeda? Kenapa dia marah?

"Woi! Kalian berantem karena Melati? Serius?" sinis Bara yang entah sejak kapan berdiri di ambang pintu.

Elang berdiri dan menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya.

"Bro, ayolah. Jangan terbawa perasaan! Ingat, dia itu hanya pelayan! Sudah menjadi tugasnya untuk melayani kita. Jadi, jangan terlalu mengagungkan maupun merendahkannya!" seru Bara kesal.

Elang menghela napas panjang. Bara benar. Mungkin mereka terlalu terbawa suasana.

"Dan ngomong-ngomong, mie lo udah mateng, gak akan enak kalo terlalu mateng!"

Sial.

Elang langsung mematikan kompornya dan menuang mie-nya ke mangkuk.

Ia meninggalkan Bara dan Sam di dapur, ia segera menemui Melati.

Mata gadis itu langsung berbinar saat melihat Elang datang.

"Lang, bibir kamu?" pekik Melati kaget.

Melati langsung berhambur ke arah Elang dan menunjuk sudut bibir pria itu yang terluka.

"Kamu di pukul? Siapa yang berani mukul kamu? Apa kamu membalasnya?"

"Hum, ada rampok yang masuk ke rumah tadi, kami berantem dan sekarang mereka udah pergi!"

"Serius?"

Elang hanya mengangguk pelan dan beranjak melewati Melati, ia meletakkan mangkuk berisi mie di atas nakas.

"Super pedas!" kata Elang sambil menunjuk mie buatannya.

Melati tersenyum lalu duduk di kursi dan menarik mie itu ke arahnya. Dia menyendokkan sedikit kuahnya dan tersenyum lebar.

"Lang,"

"Enak kan?"

"Kamu gak memasukkan bumbunya. Kamu hanya memasukkan cabai bubuknya saja. Rasanya hambar!"

What the...

Ini gara-gara Samudera.