"Ada apa ini, Bang?"
Bara menatap Samudera dan Aisyah bergantian. Jadi inilah alasan kenapa Samudera meminta Bar datang ke kantornya. Untuk mempertemukan Bara dengan Aisyah? Tapi kenapa? Untuk apa?
"Kita harus bicara." ucap Aisyah pelan. Gadis itu menunduk tanpa berani menatap Bara.
"Tentu." sahut Bara pelan.
"Ra, "
"Hum?"
Aisyah terlihat gusar, beberapa kali dia melirik ke arah Samudera lalu kembali menunduk.
"Ada apa? Kamu kenapa?"
"Aku..."
"Ya?"
"Aku hamil."
Tunggu. APA?
HAMIL?
Aisyah hamil?
DAMN IT.
"Ra, lo harus bertanggung jawab! Bayi itu anak lo! Darah daging lo! Jangan berani meminta Aisyah menggugurkannya. Gue gak akan biarin itu terjadi!"
Bara menggeleng pelan. Sungguh, dia tidak mengerti apa yang sahabat dan abangnya itu bicarakan?
Kepalanya kembali terasa panas.
"Lo harus menikahi Aisyah!" desak Samudera.
Menikah?
Shit, Aisyah mulai terisak pelan, air mata perlahan mengalir membasahi pipinya.
"Anak itu butuh lo, Ra! Dia butuh sosok ayah untuk menjadi pelindung dan penuntunnya. Lo sendiri tahu bagaimana berat dan sakitnya tumbuh besar tanpa seorang ayah kan?!" Samudera menatap lurus-lurus ke arah Bara, sementara Aisyah hanya terus menunduk tanpa berani mengangkat kepalanya.
Sosok ayah...
Bara berpikir sangat keras.
"Lo tega lihat anak lo menderita ha?!" sentak Samudera.
"Lo tega biarin Aisyah banting tulang sendirian menghidupi anaknya? Apa yang harus Aisyah katakan ke anak lo nanti saat dia bertanya di mana ayahnya? Ayahnya mati? atau Ayahnya pergi keluar negri dan menghilang? Atau apa?!" Samudera menyentak Bara dengan penuh emosi.
Dan yang bisa Bara lakukan adalah menggeleng pelan sambil berpikir.
"Kalau lo gak mau bertanggung jawab, kalau lo gak mau menikahi Aisyah, gue yang akan nikahin dia. Gue yang akan menggantikan peran lo sebagai ayah dari anak itu!"
'BRENGSEK!'
"Bang! Diem bentar bisa? Serius, lo bikin telinga gue sakit!" Bara benar-benar kesal.
Dan gadis konyol itu...
"Berhenti nangis, Syah!" sentak Bara.
Aisyah langsung mendongak dan mencoba meredam tangisnya.
"Kalian bisa tenang gak? Kita bicara pelan-pelan okay? Jangan bikin gue tambah pusing!"
"Lo akan menikahi Aisyah kan?" desak Samudera.
Sial. Sejak kapan Samudera jadi cerewet seperti itu?
"Syah, kenapa kamu gak ngasih tahu aku lebih awal? Kenapa kamu diam dan pergi ha?"
"Aku takut kamu dan Farel akan memaksaku aborsi!" lirih Aisyah. Ia mencengkram erat ujung bajunya.
"Dasar konyol! Aku gak akan ngelakuin itu, Syah! Kamu tahu kan aku sayang sama kamu? Kamu itu udah ku anggap sodara sendiri! Gak mungkin aku ngelakuin itu! Serius, ngotak dikit dong!" Bara menjambak kasar rambutnya sendiri saking frustrasinya.
"Kamu gak akan menyuruhku aborsi?" Aisyah menatap Bara dalam-dalam.
Bara menghela napas berat dan menggeleng kesal.
Mendengar itu, Aisyah langsung menangis sejadi-jadinya. Bara benar, di mana ia menaruh otaknya? Bara sangat menyayanginya, meski ia melakukan kesalahan fatal sekalipun, pria itu tidak akan bersikap kejam kepadanya.
Bara merengut kesal, tatapannya ia layangkan kepada pria yang masih berdiri mematung di sebelah Aisyah.
"Bang! Lo lagi! Lo mau nikahin siapa hah? Jangan bercanda lo!" Sentak Bara.
Samudera menatap Bara dengan tatapan aneh, ia masih mencoba untuk memahami situasi ini.
"Lo akan menikahi Aisyah kan?" tanyanya bingung.
Bara melongo tak percaya menatap Samudera yang terlihat begitu konyol sekarang.
"Lo gila? Aisyah itu sahabat gue! Kenapa gue harus nikahin dia? Lagian itu bukan anak gue! Mikir dong, yakali gue bercinta sama sobat gue sendiri? Heran gue sama cara pikir lo!"
Mata Samudera melebar, mulutnya menganga tak percaya. Ia lalu melonggarkan dasinya dan duduk di sofa.
"Ini gimana ceritanya sih? Itu bukan anak lo? Trus anak siapa? Kenapa Aisyah jadi benci sama lo terus pergi? Ya gue kira itu anak lo lah, mengingat sikap dia yang kayak gitu ke lo!" Samudera menatap Bara dan Aisyah bergantian.
"Jelasin Syah!" pinta Bara.
Aisyah mengangguk pelan sambil berusaha menghentikan isakannya. Ia duduk berhadapan dengan Samudera lalu menghirup napas dalam-dalam.
"Saat itu, ulang tahun Farel, temen Bara. Bara mengajakku pergi ke vila milik Farel karena dia mengadakan pesta di sana. Mereka minum sangat banyak, meski aku sudah meminta Bara berhenti minum, dia tidak mendengarkanku," Aisyah melirik sekilas ke arah Bara yang langsung menatapnya dengan penuh penyesalan.
"Bara kehilangan kendali, dia langsung ambruk setelah minum banyak. Hanya tersisa aku dan Farel saat itu, dan, semua terjadi begitu cepat. Farel memaksaku melakukannya!" Aisyah terisak pelan saat mengucapkannya.
Bara mematung mendengar cerita Aisyah. Dia benar-benar tidak mengetahui hal itu. Aisyah sudah tidak ada di sana saat ia tersadar. Ia benar-benar tidak tahu bahwa gadis itu mengalami hal yang buruk.
"Aku sudah mengancam Farel, aku bilang ke dia kalau Bara akan menghabisinya saat tau dia menodaiku. Tapi Farel tertawa. Dia bilang, Bara gak akan peduli pada perempuan kotor sepertiku! Bahkan kalau aku sampai hamil, dia pastikan, dia dan Bara akan memintaku melakukan aborsi! Aku takut!" Aisyah menunduk dan kembali terisak.
Bara menggeleng pelan, ia tak percaya bahwa Aisyah bisa begitu bodoh karena mempercayai ucapan Farel. Andai saja gadis itu mengatakannya lebih awal, Bara tentu akan memaksa Farel menikahi Aisyah sebelum pria itu pergi ke Jepang.
Sekarang apa? Farel sudah di Jepang. Tidak. Bara tidak bisa menerima ini.
"Kamu tenang aja Syah, aku akan pastiin Farel bersujud meminta pengampunanmu. Dia akan bertanggung jawab dan menikahi kamu!"
Aisyah mendongak dan menatap manik mata Bara dalam-dalam.
"Gimana kalo dia nolak? Gimana kalo dia maksa aku buat menggugurkan anakku?"
"Syah! Kamu buka mata kamu lebar-lebar! Lihat, aku ada di sini! Aku akan kirim dia ke neraka kalau dia sampai berani nolak! Percaya sama aku!" Bara mencoba meyakinkan gadis itu.
Hati Aisyah menghangat, ia percaya sepenuhnya pada Bara. Toh tidak ada salahya mencoba. Jika Farel menolak, dia akan kembali ke Lombok dan membesarkan anaknya seorang diri di sana.
"Bang Sam, Abang harus pergi. Minta maaflah pada pacar Abang! Abang sudah melukainya." ucap Aisyah tiba-tiba.
"Pacar?" Sahut Samudera dan Bara bersamaan.
"Perempuan yang bersama Abang waktu itu. Abang tahu bagaimana terlukanya dia saat Abang bilang ingin menikahiku?"
"Dia terluka?" Samudera terlihat bingung. Ia tidak memikirkan ini sebelumnya, ia hanya takut calon keponakannya akan hidup dengan penuh penderitaan, karena itu ia tidak memperhatikan Melati.
"Aku bisa melihatnya, dari bagaimana dia menatap Abang. Aku tahu dia ingin langsung menangis dan pergi. Tapi entah kenapa dia hanya diam, tetap tinggal dan melihat Abang dengan tatapan penuh luka. Aku merasa gak enak. Minta maaf ke dia ya, Bang!"
Bara menggeleng lemah melihat perubahan ekspresi pada wajah Samudera.
"Sial. Semuanya jadi rumit sekarang.
Melati itu hanya terikat kontrak dengan kami. Dia gadis baik, gak heran kalau kami menyukainya. Tapi semuanya berjalan begitu jauh. Perasaan ini, dan perasaan Bang Sam?' Bara menggeleng lemah.