Melati menunduk dan memandangi tangannya lesu. Ia merasa sangat konyol, ia terlihat seperti gadis yang sedang patah hati. Napsu makannya hilang, selera humornya kacau, ia menghindari semua orang, susah tidur, dan bahkan sekarang ia takut pada Matahari. Seolah ia akan mati jika terkena sinarnya.
"Ini hari terakhir lo sama gue, yuk temenin gue jalan-jalan! Ntar kalo gue jalan sendiri, digodain cewek-cewek kurang belaian lagi." Bara duduk di tepian kasur dan menepuk kaki Melati pelan.
"Kamu gak kerja?"
"Kagak, gue free ini hari!" Bara mencubit gemas pipi Melati lalu beranjak keluar dari kamar.
Melati mencuci mukanya dan segera menyusul tuannya. Ia menghela napas berat saat melihat Elang di meja makan, sejujurnya ia masih kesal dengan Elang. Andai Elang tidak mengambil coklat itu, mereka tidak akan pergi ke Lombok dan Samudera tidak akan mengucapkan janji seperti itu.
'Aku benci Elang!' batin Melati.
"Kok lo liatin gue anyep begitu sih, Mel? Gue ada salah apa sama lo?" solot Elang saat tanpa sengaja melihat Melati yang tengah menatapnya.
Melati tidak menyahut, ia hanya menggeleng pelan dan berjalan mendekat ke arah Chef Yuni.
"Lo mau ke mana? Kan udah gue bilang, lo kalo mau makan, bareng aja sama kita!" Bara menarik tangan Melati dan membawa gadis itu duduk di sampingnya.
Bara memijat pelan keningnya yang terus berdenyut pilu. Setelah Sam dan Melati kembali dari Lombok, mereka berubah menjadi pendiam.
'Sepertinya Melati memang mempunyai perasaan lebih pada Bang Sam. Sepertinya ia bersikap seperti itu karena belum mengetahui cerita yang sebenarnya.'
Samudera mendapat panggilan penting dari Pak Bagaskara karena ada masalah mendesak di China, oleh karena itu ia langsung terbang ke China tanpa bertemu dengan Melati terlebih dulu.
Bara masih memperhatikan Melati yang mulai menyentuh sarapan yang telah Chef Yuni siapkan. Matanya terlihat berkaca-kaca, Ada luka yang gadis itu simpan di dalam sana, mata indahnya terlihat sangat sayu.
Melatinya seperti bunga yang layu saat ini.
"Maaf, Mel. Gue tahu gue salah, harusnya emang gue yang ke sana." ucap Elang tiba-tiba.
Ternyata pria itu juga menyadari kegelisahan Melati.
Melati hanya tersenyum simpul, bagaimana mungkin ia bersikap dingin seperti ini kepada tuannya? Melati meratapi ketololannya.
Setelah selesai sarapan, Bara segera mengambil kunci mobil dan mengajak Melati pergi dari rumah.
"Mau ke mana?" tanya Melati begitu mobil keluar dari gerbang.
"Jalan-jalan aja udah! Lo biasanya kalo lagi badmood ke mana?"
Melati melirik ke arah luar melalui jendela kaca mobil. Jika di kampung, ia biasa pergi ke sungai dan duduk di bebatuan besar, mengamati air yang mengalir deras melewatinya. Tapi karena ini di kota, apa yang bisa dia lakukan?
"Gimana kalau jalan-jalan di kota tua?"
Bara melirik sekilas ke arah Melati lalu menggeleng pelan.
"Terlalu ramai!" kata Bara pelan.
Melati kembali berpikir, namun setiap ide yang ia lontarkan selalu ditolak oleh Bara.
"Terserah kamu aja deh, Ra!"
Bara meringis melihat Melati yang mulai merasa kesal.
"Mau maen ke gedung Lotus gak?" tawar Bara. Bara menawarkan itu karena ia tahu Melati adalah fans beratnya Antariksa, boy group asuhan Lotus Entertainment. Mungkin saja ia akan kembali ceria setelah melihat Antariksa latihan.
Melati membuka lebar-lebar matanya, ia menoleh ke arah Bara dan menatap pria itu lurus-lurus. Sedangkan Bara yang mendapat tatapan yang lebih tepat disebut pelototan dari Melati itu hanya bisa menelan kasar ludahnya.
Ada apa dengan Melati?
"Kalau ke gedung Lotus, bisa ketemu Antariksa kan, Ra?" ucap Melati cepat.
Bara tersenyum tipis, seperti yang ia duga, Melati akan sangat menyukai idenya. Lagipula, perempuan mana yang bisa menolak pesona Antariksa?
"Tergantung, kalo mereka lagi gak ada jadwal sih harusnya mereka latihan di sana. Kenapa emang?"
"Ayo! Ayo kita ke sana! Ngintip mereka latihan dari lubang pintu juga gak apa-apa, Ra!" seru Melati dengan penuh antusias.
Bara tidak menyahut, namun ia langsung memutar arah dan melajukan mobilnya menuju gedung Lotus.
Setelah memarkirkan mobilnya, ia mengajak Melati masuk ke dalam. Melati terkesima begitu melihat betapa besar dan mewahnya gedung itu.
Para staf menunduk hormat ketika mereka melewatinya. Serius, Bara memang sesuatu.
"Wuih, bapak datang sangat pagi, ada apa nih?" sapa seorang pria yang sepertinya seumuran dengan Bara.
Pria dengan hoodie coklat dan celana training yang baru saja keluar dari sebuah ruangan tersebut menghampiri Bara dengan cengiran aneh diwajahnya.
"Bapak gundulmu! Kapan gue nikah sama emak lo?" solit Bara.
Pria itu tertawa begitu renyah. Ia mengelap keringat di keningnya dengan handuk kecil yang tersampir di pundaknya.
"Lo kelar latihan?" tanya Bara dengan santainya.
Melati berjalan pelan di belakang Bara.
"Belum. Kita baru rehat. Kenapa?" sahut pria tersebut.
"Cewek gue mau liat Antariksa latihan!"
Bukan hanya pria tersebut, Melati pun ikut tertegun mendengar ucapan Bara. Melati menggigit bibir bawahnya dan berpikir keras. Ah, mungkin Bara sedang berakting agar Melati diizinkan melihat latihan Antariksa. Melati tersenyum tipis.
Terserah, yang penting dirinya bisa melihat Antariksa.
"Lo punya cewek? Oh waow! Ini baru namanya gosip!" gumam pria itu sambil mendekat ke arah Melati.
Mengetahui itu, Melati langsung bergeser dan bersembunyi di belakang punggung Bara. Bukannya apa, tatapan pria tersebut mengingatkannya pada ibu-ibu di kampunya yang otomatis menjelma menjadi wartawan saat ada gosip baru.
"Lo bikin dia takut!" semprot Bara.
Pria itu tertawa keras merespon ucapan Bara. Ia kembali mundur beberapa langkah agar membuat Melati merasa nyaman.
"Gak usah takut, Mbak. Saya ini orang baik! Serius deh!" ucap pria tersebut dengan sangat ramah.
Melati tersenyum tipis, ia lalu bergeser dan berdiri di samping Bara.
"Perkenalkan, saya Putu, pelatih dance Antariksa." pria tersebut mengulurkan tangannya ke arah Melati, yang langsung di sambut dengan ramah oleh Melati.
Mendengar Putu menyebut kata Antariksa, langsung membuat mata Melati berbinar-binar.
"Namanya Putu tapi kok bahasanya medok Jawa?" tanya Melati dengan polosnya.
"Anu, aku ini blasteran Mbak, Bapak orang Solo, Ibu orang Bali."
Melati mengangguk pelan mendengar penjelasan Putu.
"Bohong Mel, bapaknya orang Korea, emaknya orang Bali! Dia medok Jawa karena dulu kuliah di Solo!" samber Bara yang langsung dibalas dengan tawa oleh Putu.
Melati merengut, baiklah, ia akan belajar untuk tidak mudah mempercayai orang mulai sekarang.
"Udah, gue ditungguin anak-anak. Yuk kalo mau liat mereka latihan!" ucap Putu sambil melangkah gontai menuju tempat latihan.
Melati setengah menyeret Bara untuk segera mengekori langkah Putu.
Dengan senyuman separonya, Bara menoleh sekilas ke arah Melati, ia menggeleng pelan melihat betapa bersemangatnya Melati.