Melati menggelengkan kepalanya cepat saat Elang menyeretnya menuju studio foto milik temannya. Ingin rasanya gadis itu menangis melihat tempat itu, juga ekspresi Elang saat ini, ia sangat yakin bahwa pria itu sedang merencanakan sesuatu yang mengerikan.
Salon Mince, studio foto? Apa lagi sekarang?
Mungkinkah pria itu akan menyuruhnya melakukan pemotretan untuk majalah dewasa? Oh tidak!
Melati menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangannya, ia benar-benar takut sekarang.
"Astaga, lo gak beneran mikir, gue mau jual elo kan?" pekik Elang dengan tatapan horor.
Melati menggeleng pelan.
"Kamu nggak akan nyuruh aku jadi model majalah dewasa kan?" sergah Melati.
Elang membeku mendengar ucapan Melati, ia mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu tertawa remeh setelahnya. Ditatapnya Melati dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Lo jadi model majalah dewasa? Ya kali Mel, body lo nggak sebagus itu kali! Udah sana, masuk buruan!"
"Kamu nggak bohong kan?
"Lo pilih masuk apa gue seret ke tempat Mince lagi?"
Mendengar nama Mince, Melati langsung melangkah cepat meninggalkan Elang masuk ke dalam Studio.
Di dalam sana, sudah ada empat orang yang menunggu. Salah seorang diantaranya adalah seorang perempuan.
Melati bergidik ngeri melihat semua peralatan yang ada di dalam sana.
"Lo lihat cewek itu? Namanya Vanessa, dia itu bucin garis kerasnya Bang Bara! Kalo lo pengen keluar dari sini hidup-hidup, jangan pernah sebut nama Bang Bara!" Ucap Elang sambil menunjuk perempuan yang ada di sana.
Melati mengarahkan pandangannya ke arah perempuan yang ditunjuk oleh Elang. Perempuan itu sangat cantik dan elegan, serius, kenapa perempuan seperti itu mau sama Bara?
"Woy! Brengsek lo! Gue udah nunggu dari tadi!" teriak salah seorang pria di sana.
Elang merangkul Melati dan membawa gadis itu mendekat ke arah mereka.
Seorang pria berdiri dan menghampiri Melati, ditatapnya gadis itu lekat-lekat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Setelahnya ia tersenyum puas.
"Boleh juga nih! Dapet dari mana?" tanya pria itu.
"Pelayan pribadi gue!"
"What? Muke gile lo! Brengsek, punya pelayan secantik ini, gak heran sih kalo lo jadi jarang keluar!"
"Lo tinggal di tempat Elang dong? Awas aja sampe lo berani ngelirik Bara!" sela Vanessa.
Melati langsung menelan ludahnya bulat-bulat. Death glare yang Vanessa berikan padanya cukup untuk membuat tubuhnya meremang karena takut.
"Santai kali, Ness. Dia cuman pelayan, Bang Bara ga akan tergoda!" pria lainnya menimpali.
"Oh iya, Mel. Ini Dito, Fashion Designer, sekaligus Creative Director photoshoot saat ini. Jeff Photographer, Bobby asistennya, dan Vanessa, make up artist-nya!"
Melati terlalu bingung harus merespon seperti apa penjelasan Elang barusan, jadi ia hanya tersenyum kaku ke arah Dito yang tidak pernah melepaskan pandangan matanya dari tubuh Melati.
"Waktunya udah mepet. Ness, tolong ya!" ucap Dito sambil melirik sekilas ke arah Vanessa.
Dan tanpa menunggu aba-aba lagi, Vanessa menarik Melati menuju sebuah ruangan. Napas Melati tercekat melihat isi ruangan tersebut.
"Duduk di sini!" ucap Vanessa sambil membuka peralatan make up yang terletak di meja keramik besar di depan kaca.
Vanessa memasangkan bando pada rambut Melati dan memastikan tidak ada satu helai pun rambut gadis itu jatuh ke wajah.
Setelahnya, ia memulai ritual moles-memoles pada wajah Melati yang polos.
"Kok pakai kuas? Wajah aku mau di lukis?" tanya Melati bingung.
"Gak usah banyak tanya! Diem aja! Gue jamin, habis ini lo bakalan nyembah gue karena udah merubah lo jadi super cantik!"
Melati mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Berdebat dengan Vanessa saat ini jelas bukanlah pilihan yang bijak.
Melati hanya bisa pasrah saat jemari Vanessa menari dengan luwes
di atas wajahnya.
Vanessa menyelesaikan tugasnya dengan cepat, ia segera bangkit lalu mengambil beberapa pakaian dan menyodorkannya kepada Melati.
"Aku harus pilih yang mana?" tanya Melati dengan polosnya, ia membuat Vanessa kembali cemberut.
"Pakai semua!"
"Jadi aku harus pakai itu semua sekaligus?"
Vanessa tidak menyahut dan hanya mengangguk pelan. Setelahnya ia pergi meninggalkan ruangan untuk membiarkan Melati mengganti bajunya.
Melati menggelengkan kepalanya pelan. Ia dan segala hal tentang fashion, memang tidak pernah cocok.
Melati mulai memakai satu persatu baju yang Vanessa berikan, setelahnya ia keluar dari ruangan dan menghampiri Elang.
"Wohooo, gak nyangka lo bisa secantik ini, Mel!" puji Elang.
"Kamu muji apa ngeledek?"
"Berperasangka buruk mulu lo sama gue! Lama-lama, gue jual beneran lo!" ketus Elang.
Melati tersenyum tipis sambil menggeleng pelan, "Jangan!"
"Nah, Mel. Sekarang lo berdiri di sana, trus berpose sesuai arahan gue!" teriak Dito yang sudah duduk di belakang laptopnya.
Melati melirik ke arah Elang, namun pria itu tidak mengatakan apa pun dan malah mendorong Melati ke tempat yang Dito tunjuk.
Melati mulai melakukan pose sesuai arahan Jeff dan Dito.
Sungguh aktivitas yang melelahkan, Melati harus terus berpose dengan model-model pakaian yang berbeda.
Setelah semua selesai, Dito mentraktir semua yang ada di sana makan malam di restoran bintang lima. Tapi sesampainya di sana, Melati hanya terdiam tanpa berani menyentuh sedikit pun makanan di sana.
Makanan ini terlalu mewah. Ia merasa asing dengan suasana dan makanan di hadapannya. Ia takut salah memilih garpu, atau sebagainya. Bagaimana jika ia mempermalukan Elang nantinya?
"Kenapa gak makan?" bisik Elang.
"Masih kenyang!"
"Lo gak suka makanannya ya, Mel? Next time gue bakal ajak lo makan di tempat lain!" ucap Dito yang sepertinya menyadari ketidaknyamanan Melati.
"Gak ada lain kali! Jangan aneh-aneh lo! Dah ah, gue kenyang. Ngantuk! Cabut dulu gue!" setelah mengatakan itu, Elang lalu berdiri dan menggandeng Melati keluar dari restoran.
Mereka pun langsung pulang ke kediaman Bagaskara.
Tepat waktu, karena kedua saudaranya tengah makan malam dengan masakan ala rumahan Chef Yuni.
Melati tersenyum melihat makanan yang tersaji di meja.
"Melati mana? Gak lo tinggalin kan? Gila lo, Lang!" pekik Bara lalu berlari meninggalkan ruang makan. Pria itu berlari keluar untuk mencari keberadaan Melati. Sementara Melati yang masih berdiri di sebelah Elang hanya melongo menyaksikan kelakuan Bara.
Hello, apa dirinya tidak terlihat?
Melati melirik ke arah Sam yang tengah menatapnya dengan tatapan datar. Pria itu lalu menghela napas pendek dan meletakkan sendoknya.
"Lo tinggalin dia di mana?" sentak Bara saat kembali menghampiri Elang.
"Mata dan nurani tolong di pakai, Bang! Ini mahluk di sebelah gue, kalo bukan Melati siapa lagi? Mata tolong mata!" sloroh Elang kesal.
Elang menarik kursi di sebelah Sam dan menarik Melati lalu mendudukan gadis itu dengan paksa di sana, ia lalu duduk di sebelah Melati.
"Makan! Lo laper kan?" ucap Elang tanpa menoleh lagi ke arahnya.
Bara yang masih tak percaya, kembali ke tempat duduknya dan menatap lekat-lekat wajah Melati.
"Abis lo ajak ke mana ini anak? Kenapa mendadak jadi kek artis Korea begini?" Bara masih tidak mempercayai matanya.
Melati di hadapannya saat ini sungguh berbeda dari Melati yang ia kenal.
Harus ia akui bahwa Melati saat ini memang sangat cantik, namun ia merasa asing dengan paras Melati yang sekarang.
"Lang, inget! Melati bukan cuman punya lo! Ada gue sama Bang Sam, lo kalo mau ngerubah dia, izin dulu kek! Serius ya, gue lebih suka Melati yang dulu, yang polos!" omel Bara.
Elang menghela napas panjang, ia lalu melirik Bara dengan tatapan tajam.
"Jangan bercanda lo, Bang! Melati yang dulu terlalu manis! Ngebosenin! Bagusan juga kek gini! Cantik! Lagian, seinget gue, selera lo itu bukan cewek polos yang manis! Apa udah berubah?" Sindir Elang.
Bara terdiam. Dalam hati ia membenarkan ucapan Elang. Dia memang lebih suka dengan tampilan perempuan modern yang modis. Tapi, entah mengapa dia tidak begitu menyukai perubahan Melati?
"Permisi, ini aku boleh makan gak? Laper!" tanya Melati setelah putus asa dengan perutnya yang terus meronta-ronta minta di isi.