Melati baru saja kembali dari liburannya bersama Sam di Bali saat Bara dan Elang tiba-tiba menyeretnya masuk ke sebuah ruangan.
Gadis itu berdiri lemas sambil menggelengkan kepalanya tak percaya. Ia bergidik ngeri dan buru-buru keluar dari ruangan berdinding kaca yang transparan tersebut.
Orang kaya itu gila.
Melati pernah mendengar pepatah itu sebelumnya. Kini, gadis itu tahu apa yang dimaksut, saat mereka sudah mempunyai begitu banyak barang-barang mewah, dan mereka terus saja membelinya. Seolah uang mereka akan menghilang begitu saja jika tidak mereka belanjakan.
Ini menyakiti akal sehatnya, mengeluarkan uang puluhan juta hanya untuk membeli beberapa potong baju. Demi Tuhan, apa yang para putra Bagaskara itu pikirkan?
"Kenapa bengong? Ngomong sesuatu dong! Lo gak suka?" Elang menyenggol pelan lengan Melati.
Haruskah Melati menyukai ini? Satu lemari penuh berisi baju-baju super mahal, satu lemari penuh berisi sepatu, satu lemari penuh berisi tas yang berkilauan dan satu lemari, penuh dengan kosmetik.
Siapa si gila yang membuang uangnya untuk barang-barang tidak berguna seperti ini? SIAPA?
Ini membuat Melati frustrasi. Dia kesal setengah mati, diluaran sana banyak sekali anak kelaparan, memakai baju bekas dan putus sekolah. Tidakkah para putra Bagaskara tahu itu? Bahkan Melati sendiri sampai tidak melanjutkan kuliah karena tidak punya uang. Dan sekarang? Mereka meminta gadis lugu itu untuk memakai barang-barang mewah itu? Tentu Melati tidak akan sanggup melakukan itu. Dia merasa bersalah kepada anak-anak dan orang-orang kurang mampu yang mati-matian bekerja hanya untuk makan dan sekolah.
Melati membalikkan badannya dan menatap putra Bagaskara satu per satu.
"Kalau kalian kelebihan uang, berikan saja padaku!" serunya frustrasi.
"Kenapa? Lo gak suka modelnya? Lo pengen beli sendiri? Gue anterin lo ke butik lain nanti!" Elang yang semula duduk langsung berdiri dan melangkah mendekat ke arah Melati.
"Aku gak menginginkan itu semua. Melihatnya saja rasanya leherku seperti tercekik. Berapa banyak uang yang kalian keluarkan untuk itu?" Melati nyaris menangis saking marahnya.
Munafik jika dia tidak menyukai semua itu. Semua barang itu indah dan memanjakan. Tapi melihat bandrol harga yang masih melekat di sana membuat dadanya sesak.
Dia tahu betul bagaimana sulitnya mencari uang. Bagaimana berartinya kertas bergambar itu bagi orang-orang tidak mampu sepertinya.
"Jangan pikirin harganya, uang bukanlah masalah untuk kami. Pakai saja apa yang lo suka. Kami ngelakuin ini karena kami ingin lihat lo terlihat cantik!" Bara yang duduk tak jauh dari Melati pun dengan santainya mengatakan itu.
"Aku merasa semua anak yang sedang kelaparan di luaran sana akan mengutukku jika aku memakai barang-barang itu!"
"Hya! Jangan konyol! Berhenti memikirkan hal yang gak perlu seperti itu! Gak bisa ya lo nikmati aja apa yang kami berikan? Kenapa membesar-besarkanya?" Elang menatap sinis ke arah Melati.
"Elang bener, pakai aja. Jangan memusingkan anak-anak yang bahkan gak lo kenal!"
Melati langsung menatap Bara kesal.
Pria itu benar-benar tidak punya hati nurani.
"Udahlah, jangan dipaksa!" Sam meletakkan gelas berisi air yang sedari tadi di genggamannya di meja. Tatapannya kini tertuju pada Melati.
"Pakai aja apa yang membuat kamu nyaman." serunya pelan.
Bara menggeleng pelan.
"Tapi entar semua yang ada di dalem sana akan mubadzir kalau gak dipakai!" protes Bara.
Melati terdiam. Di sisi lain ia merasa tidak enak hati kepada Bara dan Elang yang sudah menyiapkan itu untuknya. Tapi, ini benar-benar mengganggunya.
"Gak bisa dikembalikanaja? Atau jual lagi aja. Kasih uangnya ke panti asuhan atau anak-anak berkebutuhan khusus!"
"Berhenti mikirin orang lain! Apa lo gak lihat gadis-gadis di sini? Mereka semua berusaha untuk terlihat cantik. Mereka mau ngelakuin apa pun untuk ngedapetin barang-barang seperti ini. Apa lo pikir mereka gak akan mengutuk lo kalau tahu lo nolak ini semua?" Elang terlihat kesal. Tatapan tajamnya tak pernah luput dari manikย mata Melati.
Melati tahu, ia pasti terlihat seperti gadis yang kurang bersyukur atas pemberian tuannya. Tapi ia tidak bisa mengabaikan apa yang tengah hati nuraninya rasakan.
"Gue juga bakalan ngutuk lo kalau lo nolak ini semua! Gue udah ngeluarin banyak uang buat beliin lo baju bagus! " imbuh Elang.
Melati hanya terdiam dan menatap Elang lurus-lurus.
Antara kaget dan bingung, Melati pasrah saja saat tiba-tiba sebuah tangan halus nan putih mulus terulur menarik pergelangan tangannya dan membawanya pergi dari ruangan itu.
Bara membawa Melati ke garasi, memasukkan gadis itu ke dalam mobilnya dan melajukan mobil itu melesak menyibak jalanan kota Jakarta.
"Kita mau ke mana?" gadis itu nampak gusar. Ia menatap horor ke arah Bara yang entah mengapa terlihat dingin saat ini.
"Ra, kita mau ke mana? Aku kan baru aja sampai rumah!"
"Udah, jangan cerewet!"
Melati langsung mempoutkan bibirnya kesal sambil memandang jauh ke luar jendela.
Sebelumnya, Bara mengajaknya mampir ke sebuah mesin ATM, lalu kembali melajukan mobil sportnya ke jalanan.
Mau ke mana dia dengan uang sebanyak itu?
"Lo itu terlalu memusingkan hal yang enggak perlu tahu nggak!" ucap Bara pada akhirnya.
"Gimana?"
"Kami punya beberapa panti asuhan di pinggiran kota. Elang sama Bang Sam yang mengelolanya. Seperti yang lo tahu, kami ini juga berasal dari panti asuhan, kami gak akan pernah ngelupain itu!"
Melati tertegun mendengar penjelasan Bara. Ia salah menilai tentang mereka. Dia kira mereka hanya tahu cara menghamburkan uang.
"Nih!"
Melati terkejut menatap Bara bingung. Kenapa pria itu memberinya segepok uang tunai yang baru dia ambil dari ATM?
"Kasih ke anak-anak atau orang tua yang kesusahan. Anggap aja lo lagi membayar pajak, dengan begitu lo gak akan merasa tercekik saat memakai barang-barang itu. Kita udah susah payah beliin semua itu buat lo! Elang akan sangat kecewa kalau lo nolak. Dia bahkan pergi sendiri ke butik buat beli baju-baju itu!"
"Elang?"
"Ya."
***
Setelah membagikan uang pada anak-anak di jalanan, Melati dan Bara kembali ke kediaman keluarga Bagaskara. Barang-barang Melati juga sudah berpindah tempat di kamar Elang karena jadwalnya dengan Bara sudah berakhir.
"Masuk aja." kata Bara sambil melepaskan jaketnya dan berhambur melemparkan tubuhnya di sofa.
Melati menggeleng pelan dan menatap Bara melas.
"Masuk aja, Elang lagi tidur." seru Sam yang entah sejak kapan sudah bergabung dengan Bara rebahan di sofa.
Melati memutar knop pintu dengan sangat hati-hati, dan dengan setengah berjinjit dia masuk ke dalam kamar Elang. Kamar Elang sangat hangat, tidak terlalu rapi tapi terasa sangat nyaman.
Melati mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, mencari keberadaan si empunya kamar yang ternyata tengah terlelap begitu damainya di kasur king size-nya.
Melati berjalan pelan mendekat ke arah jendela dan tidur meringkuk di kursi. Karena tidak ada sofa, karpet, maupun tempat tidur lainnya.