Hangat dan nyaman, itulah yang Melati rasakan saat ini.
Ia memberanikan dirinya untuk membuka mata, di detik ketiga, ia menutup lagi matanya rapat-rapat. Bagaimana cara menjelaskan situasi ini? Kehangatan dan rasa nyaman yang ia rasakan ini ternyata karena tubuhnya tengah berada dalam dekapan hangat Elang. Bagaimana bisa ia tidur meringkuk dalam dekapan pria itu? Ia hanya mengingat tengah meringkuk di kursi bawah jendela saat memejamkan mata.
Bagaimana ia selalu berpindah posisi saat bangun? Mengapa ia selalu berpindah ke dekapan tuannya saat pagi? Kenapa mereka tidak memberinya kamar sendiri? Kenapa?
Melati menghela napas berat.
Tetapi, aroma tubuh Elang benar-benar maskulin. Tidak terlalu harum tapi tidak bau juga, sama persis seperti aroma ayahnya. Aroma yang membuat ia betah berlama-lama dalam dekapan pria itu.
"Lo gak laper?" serak suara Elang membuyarkan lamunan Melati tentang nostalgia-nya bersama ayahnya.
"Kamu sudah bangun?" sahut Melati pelan. Ia masih belum berani membuka mata.
"Ya, perut gue udah keroncongan, laper! Ayo sarapan!"
Melati langsung beringsuk pelan melepaskan diri dari dekapan pria itu. Duduk di tepian bed sambil merapikan tempat tidur yang sedikit berantakan.
Elang juga menegakan badannya dan sedikit melakukan peregangan tangan. Mungkin tangannya pegal karena menjadi tumpuan kepala Melati saat tidur.
Elang turun dari bed dan langsung beranjak menuju pintu.
"Mau ke mana?"
"Dapur! laper!" sahut Elang datar.
"Gak mandi dulu?"
"Gue kuliah siang. Jadi, ngapain mandi sekarang?"
Melati hanya melongo saat pria itu keluar dari kamar.
Melati langsung berlari menuju kamar mandi dan membersihkan diri sebelum keluar dari kamar.
Di luar sangat sepi, entah di mana para putra Bagaskara itu berada. Hanya ada Elang yang sedang makan di meja makan.
"Sini, Chef Yuni masakin nasi goreng buat kita!" seru Elang setelah mengunyah makanannya.
Melati mengangguk pelan lalu menghampirinya, ia duduk cukup jauh dari Elang. Ingat? Melati hanya pelayan rendahan, tidak pantas terlalu dekat dengan majikan.
"Ke mana Chef Rebung?"
Seingat Melati, Chef di rumah ini adalah seorang pria, tapi kenapa sudah berganti? Apa Chef ada shift-nya juga?
"Dipecat Bang Bara." sahut Elang dengan santainya.
"He? Kenapa?"
"Dia lagi pengen makan masakan desa, tapi masakan Chef Rebung gak seperti yang Bara pengenin."
Bara.
'Teganya! Padahal masakan Chef Rebung selalu enak. Apa sih yang ada dipikiran pria itu? Masakan seperti apa yang dia inginkan?'
Terserahlah.
Melati mulai menyendokkan nasi goreng yang telah dihidangkan di hadapannya.
Ia menyuapkan sesendok nasi goreng seafood itu ke mulutnya. Enak, tentu saja.
"Mel," panggil Elang.
"Apa?"
"Sama Bang Sam, lo ngapain aja?"
Hum?
Melati mengernyitkan keningnya, sambil mengunyah nasi goreng di mulutnya, ia mencoba mencerna pertanyaan Elang.
"Owh, kita keliling! Banyak banget tempat yang kita datangi! Pantai kuta, tanah lot, GWK, museum apa ya lupa namanya, banyak pokoknya!"
"Bukan itu, oneng!" semprot Elang.
Melati meletakkan sendok dan garpunya, ia lalu menatap Elang lurus-lurus.
"Jadi apa?"
"Lo tidur sama Bang Sam?" Elang menatap Melati tajam.
"Ya iyalah, kalau gak tidur nanti ngantuk dong!"
Elang meletakkan sendoknya dengan kasar di meja. Ia menatap Melati dengan death glare yang mengerikan.
Melati menggeleng pelan, ia tidak tahu bagian mana dari ucapannya yang membuat Elang kesal seperti itu.
Elang bertanya dan ia hanya menjawab. Jadi, di mana letak kesalahannya?
"Chef, ambilin air es!" teriak Elang penuh emosi.
"Ini masih pagi, yakin mau air es?" jawab Chef Yuni dengan kening berkerut.
"Yakin. Ngomong sama ini cewek satu bikin kepala panas, Chef!"
***
Melati bergerak gelisah saat jari-jemari pria gemulai di belakangnya terus menari dengan lentiknya di atas kepalanya.
Entah apa yang Elang rencanakan, kenapa pria itu membawanya ke salon?
"Bikin kek artis Korea!" pesan Elang.
"Warnain ya! Gemas banget akoh sama warna rambutnya yang item tak tersentuh ini! Udah ga sabar pengen akoh cat warna-warni!" jawab pria di belakang Melati dengan gemulainya.
Melati yang terkejut langsung berdiri dan berbalik menghadap pria itu.
"Jangan diwarnai, Mas! Saya suka yang alami!" pinta Melati dengan panik.
"Hei you, akoh bisa sulap kamuh jadi ciwi cantik! Jangan banyak cingcong! Duduk yey!"
Melati tertohok mendengar ucapan pria itu. Telinganya berdengung nyeri dan perutnya mulas seketika.
Ini pertama kalinya ia dimarahi oleh pria gemulai seperti ini.
"Jangan galak-galak, Mince!" Elang menimpali.
"Aduuuh poseng! Elang, kamuh keluar ajah! Tunggu diluar! Jangan gangguin akoh kerja!"
Melati mencengkram erat jaket Elang saat pria itu hendak beranjak pergi. Demi apa pun, ia tidak berani berduaan dengan pria itu di tempat ini. Baginya, kaca, peralatan, dan aroma salon itu sangat menakutkan.
"Kenapa sih? Gue bukannya mau jual elo yah, Mel! Gak perlu setakut itu! Lepas gak!" Elang menatap Melati tajam.
Melati menggeleng pelan dengan tatapan penuh harap, sungguh, ia tengah memohon belas kasihan Elang sekarang.
Dan Elang yang melihat mata Melati berkaca-kaca, tersenyum sangat lebar. Ia merasa bahagia karena bisa membalas sikap menyebalkan Melati soal Baju dan segalanya kemarin.
"Go to hell!" bisik Elang sebelum menghentakan tangan Melati, melepaskan cengkraman gadis itu dari Jaketnya lalu berlari dengan riangnya keluar dari salon.
Elang duduk dengan santainya di ruang tunggu, sesekali ia mengintip ke dalam dan tertawa puas melihat Melati benar-benar menangis saat Mince mengecat rambut gadis itu dengan warna coklat terang.
"Mas, itu rambut saya kenapa dibungkus kertas? Mas mau manggang rambut saya?" teriak Melati.
"Duh, rempong ini ciwi atuk! Udin, kamuh tenang ajah! Ditangan akoh, kamuh akan jadi ciwi paling bersinar se-Jakarta!"
Elang tertawa keras mendengar percakapan dua onggok manusia di dalam sana.
Kemarin, ia berjanji akan membawakan model untuk Dito, salah seorang temannya yang berprofesi sebagai Fashion Blogger.
Elang rasa, Melati cukup cantik, body-nya juga lumayan. Jadi, kalau ada model di depan mata, kenapa ia harus repot mencari model di luaran sana?
Elang meninggalkan salon, ia berjalan dengan santainya menuju Coffee Shop yang berada di sebrang jalan.
Ia tersenyum tipis mendapati seseorang yang ia kenal tengah membereskan meja.
Setelah memesan segelas latte, Elang duduk di bangku di sebelah jendela. Sambil menikmati latte-nya ia memperhatikan sosok yang ia kenal itu dalam diam.
Karena mengantuk, Elang terlelap di sana.
***
Elang mengerjapkan matanya tak percaya melihat sesosok mahluk berparas cantik di hadapannya.
Cantik, bersinar, sungguh indah.
"Nyenyak tidurnya?" tanya sosok itu dengan lembutnya.
"Iya."
"Aku harus bertarung dengan Mince berjam-jam sementara kamu enak-enakan tidur di sini, di mana nuranimu hum?"
Elang mengerjapkan matanya berkali-kali, ia akhirnya tersadar bahwa sosok itu adalah Melati.
Ingin ia mengumpat sekasar-kasarnya saat ini. Bagaimana bisa gadis polos itu berubah menjadi secantik ini?
"Melati?" gumam Elang pelan.
"Ponselmu terus berbunyi!" sahut Melati sambil menyeruput susu strawberry di hadapannya.
Elang menghela napas berat, ia meraih ponsel di sampingnya dan melihat notifikasi di layar.
"Kita terlambat! Ayo pergi!"