Setiap karyawan yang mereka lewati langsung membungkuk sembilan puluh derajat ke arah mereka, tapi Bara terus melangkah dengan angkuhnya begitu saja. Melati hanya terus mengekor di belakang Bara, ia merasa sangat tidak nyaman karena semua orang memperhatikan mereka.
Bara melirik sekilas ke arah Melati, ia menarik tangan gadis itu masuk ke dalam lift.
"Ra, ini kantor siapa?" tanya Melati begitu mereka hanya berdua di dalam lift.
"Bang Sam!"
Melati mengernyit bingung. Baiklah, tapi bukankah saat ini giliran Bara? Kenapa ia mengajak Melati ke kantor Sam?
"Samudera?"
"Iya." sahut Bara tanpa menoleh ke arah Melati.
Besar dan mewah, begitulah yang Melati lihat di kantor Sam. Sampai rasanya ia minder sendiri menginjakan kakinya di sana.
Ia tersenyum tipis, berjalan dengan Bara membuatnya merasakan menjadi orang yang di hormati. Belum pernah ada yang menundukan kepalanya kepada Melati selama ini. Ini adalah pengalaman baru yang cukup menghibur.
Tak butuh waktu lama sampai lift berhenti dan pintu terbuka. Kembali Melati mengikuti langkah Bara. Mereka berhenti tepat di depan sebuah pintu bertuliskan "Awas anjing galak!"
Melati menelan bulat-bulat salivanya. Apakah keluarga Bagaskara juga memelihara anjing? Serius?
"Sana masuk! Bang Sam ada di dalam! Gue musti cepet-cepet pergi!" ucap Bara pelan.
Melati langsung menoleh ke arah pria itu dan menatap Bara penuh tanya.
"Bukannya ini masih jadwal kamu? Kenapa membawaku bertemu Sam?"
Bara menghela napas pendek, dan menatap Melati lurus-lurus. Ia berkacak pinggang dan menggeleng pelan.
"Banyak tanya! Masuk aja! Bang Sam lagi kacau, dia butuh temen! Inget perjanjian kita? Kalo sampai hari ini lo belum ngasih informasi apa pun ke gue, gue minta jatah! Paham lo? Sana masuk!"
Secepat kilat Melati menggelengkan kepalanya. Ia langsung bergidik ngeri dan mundur beberapa langkah menjauhi pintu.
"Kenapa malah mundur? Sana masuk!" perintah Bara.
"Enggak!" sahut Melati cepat.
"Enggak?"
"Kamu gak bisa baca? Di dalam ada anjing galak, Ra!"
Bara tertawa renyah. Ia menggeleng pelan lalu membukakan pintunya. Tangannya terulur meraih pergelangan tangan Melati dan menarik gadis itu untuk masuk bersamanya.
"Guk-guk!" gonggong Bara keras.
Bukannya anjing, yang ada di ruangan tersebut adalah Samudera. Pria itu tengah rebahan sambil bermain game di sofa besar yang berada di sudut ruangan.
"Kalian ngapain ke sini?" Sam meletakkan stick game ke meja lalu duduk menghadap Bara dan Melati yang tengah berjalan menghampirinya.
Ruangan ini sangat besar, bahkan Melati yakin, ini lebih besar dari rumahnya di desa. Tidak banyak benda yang ada di dalam sini. Hanya kulkas mini, tv, AC, sebuah meja kaca minimalis dan beberapa sofa berukuran cukup besar berwarna merah maroon. Ah tidak lupa juga dengan berbagai macam lukisan dan foto yang menghiasi dindingnya.
Melati masih saja celingak-celinguk mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan itu.
Jangan tanya untuk apa! Tentu saja untuk mencari anjingnya."
Bara yang melihat itu, langsung menghela napas panjang.
"Lo gak beneran mikir ada anjing di sini kan, Mel? Serius!"
Melati merengut menatap Bara yang juga tengah menatap remeh ke arahnya. Jadi, tidak ada anjing?
"Bego!" sinis Bara.
Samudera terkekeh pelan mendengar ucapan Bara. Apalagi melihat ekspresi Melati yang seolah ingin mencekik Bara saat itu juga.
"Bang, gue pergi ya, ini bocah kalau nyusahin, kasih permen aja biar anteng!"
Melati menganga tak percaya mendengar ucapan Bara. Tidakkah pria itu terlalu meremehkannya? Serius, permen?
Wah, Bara benar-benar telah menyinggung harga dirinya sebagai perempuan dewasa yang elegan.
"Kenapa buru-buru?" sahut Sam.
"Ada rapat yang musti gue datengin!"
"Yaudah, thanks udah bawa Melati ke sini!"
"Ya," Bara melirik ke arah Melati denan tatapan penuh arti. Ia mengusap pelan puncak kepala gadis itu.
"Kalau kangen, sebut nama gue tiga kali!" ucap Bara dengan lembut.
Ingin Melati mengumpat kasar, bagaimana pria seperti Bara bisa bersikap absurd seperti itu? Benar-benar di luar dugaan.
Bara sempat melirik sinis ke arah Melati sebelum akhirnya meninggalkan mereka. Bara itu mempunyai banyak sekali wajah, terkadang dia baik, kadang juga jahat, kadang kasar, tapi dia juga pernah bersikap lembut, Melati benar-benar tidak bisa memahami pria yang satu itu.
"Kenapa masih berdiri di sana? Sini!" Sam menatap Melati dengan senyuman hangat.
Melati melangkah pelan menghampiri Samudera dan duduk di sebelahnya. Ia tersenyum lalu merebahkan kepalanya di pangkuan Melati.
Sam memejamkan matanya dan menghela napas panjang, seolah ia baru saja meletakkan semua beban yang ia pikul dalam pangkuan Melati.
"Kamu enggak kerja?" tanya Melati kikuk. Daripada ia harus berdiam diri dengan canggung, lebih baik mengobrol ringan dengan pria itu.
"Gak banyak yang harus dikerjakan hari ini. Jadi aku istirahat sebentar."
"Kenapa gak pulang aja?"
"Memberi contoh yang baik untuk bawahan." jawab Sam dengan santainya.
Baiklah. Terserah, toh itu bukan urusan Melati.
Sam meraih tangan Melati lalu memainkan jemari gadis itu dalam genggamannya. Sam seperti anak kecil yang sedang bermanja dengan ibunya. Melati bisa memahaminya, tumbuh besar tanpa kehadiran seorang ibu memanglah tidak mudah.
Tidak ada yang menjadi tempatnya bersandar selama ini.
Bahasa kasarnya, Sam seperti bocah kurang belaian yang harus selalu menegakkan punggungnya untuk membalas kebaikan ayah angkatnya.
Such a good boy.
"Kalau Bara nyakitin kamu, bilang sama aku!" ucap Sam pelan.
Melati tersenyum tipis mendengarnya. Sam baik, dia tahu itu, tentu saja dia tidak akan berani memikirkan hal lain meski jauh dalam hatinya ia mulai mengagumi pria itu.
Melati menggeleng pelan. Ini gawat, perasaan aneh mulai menyerangnya. Gadis itu mencoba mengalihkan perhatiannya dari Sam, tapi pesona Samudera memang tidak semudah itu untuk bisa dihindari, jadi ia memilih mengganti topik pembicaraan.
"Sam,"
"Hum?"
"Kamu tahu kenapa matahari bisa tenggelam?"
Sam melirik ke wajah Melati dengan tatapan penuh tanya. Ah ya, Melati tahu, main tebak-tebakan seperti ini memang tidak cocok untuk seseorang seperti Sam, tapi ia benar-benar harus mengalihkan perhatiannya.
"Karena bulan mau keluar?"
"Bukan!"
"Karena ia lelah?"
"Tidak!"
Sam menghela napas panjang, ia masih memainkan jemari lentik milik Melati.
"Aku menyerah!" ucap Sam datar.
"Hei, menyerah semudah itu? Ayolah!"
"Baiklah, karena dia mengantuk?"
"No!"
"Jadi?"
Melati menahan senyum, ia berdeham beberapa kali sebelum memberi tahu Sam jawabannya.
"Karena dia tidak bisa berenang!" ucap Melati pada akhirnya.
"What?" Sam melongo mendengar jawaban Melati.
Gadis itu langsung tertawa keras, menertawakan leluconnya yang sejujurnya sangat garing itu. Dan meski Sam tidak begitu memahaminya, ia ikut tertawa.
"Aku masih memiliki banyak teka-teki! Mau dengar?" tawar Melati.
"Tentu!"
Setelahnya kedua insan tersebut saling melemparkan lelucon yang membuat mereka melupakan beban mereka untuk sejenak.
Dan Samudera? Pria itu tak pernah melepaskan tangan Melati dari genggamannya sedetik pun.
"Sam,"
"Ya?"
"Bara..."