Melati terus memandang keluar jendela.
Pemandangan dari atas sini sungguh indah. Ia tidak tahu kemana Samudera akan membawanya pergi. Mereka sedang terbang dengan jet pribadi keluarga Bagaskara sekarang.
"Apa kita akan ke luar negeri?" tanya Melati dengan polosnya.
"Awalnya, aku berencana mengajak kamu ke Barcelona. Tapi, jadwal penerbangan untuk ke sana tidak memungkinkan untuk saat ini. Kita hanya bisa ke Bali sekarang. Tapi kalau kamu mau, kita bisa ke Barcelona besok!"
Melati menggeleng cepat.
"Ini sudah lebih dari cukup! Kamu ngajak aku berlibur ke Bali? Wuah. Pasti menyenangkan. Tapi, gimana sama Bara? Ini masih jadwalnya dia!"
Sam tersenyum tipis.
"Kamu tenang aja! Aku udah ngomong sama Bara!"
Hum?
Melati menggeleng pelan. Ia tidak peduli dengan Bara, karena baginya, bersama Sam lebih aman.
Bara itu sangat sulit untuk ditebak. Ia bisa saja bersikap jahat setelah tersenyum.
***
Mereka tiba di sebuah hotel tak jauh dari pantai. Melati ingin langsung jalan-jalan menyusuri pantai dan bermain air kalau saja rasa lelah tidak menghalanginya. Memang bukan perjalanan yang panjang, tapi, meski begitu ia tetap saja merasa lelah. Juga kepalanya yang sedikit pusing.
"Aku lapar," Sam merebahkan tubuhnya di kasur.
"Kamu mau makan apa? Aku akan memesannya di bawah."
"Untuk apa ke bawah? Kita hanya harus memencet tombol pelayanan kamar!"
Ah. Begitukah?
Setelah memesan beberapa makanan, Melati dan Sam bersantai di balkon yang menghadap langsung ke arah laut.
Mereka menikmati indahnya pantai dan semilir anginnya yang sungguh menyegarkan.
"Apa kalian sedekat itu?" Samudera merebahkan kepalanya di pangkuan Melati sambil menatap gadis itu lurus-lurus dari bawah.
"Siapa?"
"Kamu sama Jeri! Dia bilang kalian cukup dekat!"
Sam meraih tangan Melati dan memainkan jemari gadis itu. Hal yang kini menjadi kebiasaannya saat bersama Melati.
"Kamu mau dengar jawaban jujur atau jawaban basa basi?"
"Jujur!"
Melati memandang jauh ke arah laut. Ia menghirup napas dalam-dalam dan menahannya untuk beberapa saat di dadanya.
"Dia mantanku." ucap Melati pada akhirnya.
Raut wajah Sam langsung berubah. Dia terlihat sangat kesal, atau entahlah. Sam bangun dan beralih duduk menghadap ke arah Melati
"Kamu masih cinta sama dia?"
Melati menggeleng lemah.
"Aku benci dia!"
"Kenapa?"
"Dia mencampakanku. Tentu saja aku harus benci sama dia. Iya kan?"
Samudera mengalihkan pandangannya dan mengumpat kasar.
"Sejauh mana hubungan kalian?"
"Gak terlalu jauh. Kami pacaran saat SMA."
"Jangan temui dia lagi. Aku gak suka."
Melati hanya tersenyum merespon ucapan Samudera. Kenapa juga dengan pria itu?
Ding!
Bel pintu berbunyi.
Melati segera berlari menuju pintu dan membukanya, makanan datang.
Ia membawa semua makanan itu ke dapur dan menyiapkannya. Gadis itu menggeleng lemah melihat begitu banyak makanan di hadapannya. Apa mereka bisa menghabiskan semua ini?
***
Bara meraba tempat tidurnya, ia mencari-cari ponselnya yang sedari tadi bergetar.
Ia mengusap kasar wajahnya, harusnya ia menolak ajakan Elang untuk minum semalam.
Bara meneguk segelas air di nakas sebelum kembali mencari benda persegi panjang itu.
Ketemu.
Tanpa melihat nama pemanggil, Bara langsung menerima panggilan itu.
"Ra, are you okay?" ucap seseorang dari sebrang sana.
Eh? Itu suara Kei.
Bara bersandar pada kepala ranjang dan melihat ke layar ponselnya. Benar saja, itu adalah panggilan dari Kei.
"Kenapa?"
"Kamu baik-baik saja?"
"Emang aku kenapa hum?"
"Putusin aja tunangan kamu itu dan kembali padaku, Ra!"
"Brengsek! Mau kamu apa sih, Kei?"
"Melati selingkuh! Dia bersama pria lain menginap di salah satu hotel di Bali"
Melati? Di Bali?
"Kei, jangan buang-buang waktu dan tutup saja teleponnya!"
"Ra, aku serius!"
"Meski pun Melati benar selingkuh, itu bukan urusan kamu!"
"Ra, dia gak cinta sama kamu! Dia menginap di hotel dengan pria lain!"
Ass...
Apa lagi sekarang?
"Aku gak akan putus sama Melati!" Bara tidak tahu kenapa ia membentak Kei sekarang. Ia bersumpah ini pertama kalinya ia membentak gadis itu sekeras ini.
"Oke, mungkin kamu gak percaya sama aku saat ini. Tapi dengar Ra, kalau suatu saat kamu terluka karena dia, datang padaku!"
Tuuutt
Kei mengakhiri panggilannya. Bara memejamkan mata dan memijat pelan pelipisnya. Kepalanya benar-benar terasa sakit sekarang.
Datang kepada Kei? Gadis itu pasti sudah kehilangan akal.
Bara tidak akan datang kepadanya apa pun yang terjadi.
Bara membanting ponselnya dan beranjak turun dari kasur. Ia pergi ke dapur untuk meminum air madu sebanyak yang ia bisa.
Ia harus segera menghilangkan pengarnya.
"Lo kenapa, Bang?"
Bara tersedak saat suara Elang tiba-tiba terdengar dari belakangnya.
"Bikin kaget lo, sialan!"
Elang tertawa keras melihat hidung Bara yang berwarna merah. Abangnya itu terlihat kacau, sudah tahu ia peminum yang payah, kenapa juga ia minum banyak semalam?
"Bang, Melati ke mana?" tanya Elang sambil mengambil sebuah apel dari keranjang buah di meja lalu menggigitnya kasar.
"Pergi sama Bang Sam!" jawab Bara lalu melirik sekilas ke arah Elang. Ia lalu kembali pada secangkir air madu di hadapannya.
"Kemana? Barcelona? Bang Sam pengen ke Barca dari kemaren,"
"Ke Bali katanya!" jawab Bara singkat. Bintang di atas kepalanya masih berputar-putar.
Ia teringat saat Sam memberikan jam tangan mewahnya, jika ia mau mengijinkan Melati pergi dengannya meski ini masih jadwalnya.
Jika dipikir, itu bagus juga. Mungkin Melati bisa mengorek informasi tentang masa lalu ayahnya dari Sam.
"Ngapain ke Bali? Bulan madu?" Elang menatap Bara penuh tanya.
Bugh!
Reflek tangan Bara terangkat untuk melemparkan botol minuman di dekatnya ke arah Elang. Ia benar-benar lupa bahwa Elang bukanlah Elang jika ia berpikir terlebuh dahulu sebelum berbicara.
'Kenapa semua orang begitu menyebalkan hari ini?' geram Bara.
Wait, apa ia baru saja melemparkan sesuatu pada Elang? Celaka!
Secepat kilat Bara berlari meninggalkan Elang sebelum si bungsu mengamuk dan menghabisinya.
"BRENGSEK LO BANG!" teriak Elang sambil ikut berlari untuk mengejar Bara.
Bara terus menghindar saat Elang melemparkan semua barang yang ada di dekat pria itu ke arahnya.
Mereka memang seperti itu, Berkelahi, lalu kembali merangkul satu sama lain.
Mereka hanya bisa bersikap dewasa jika ada Sam, dan saat Sam pergi? Bencana! Mereka bisa merobohkan rumah ini.
"Gue capek! Haduh jantung gue!" Bara merebahkan tubuhnya di sofa dengan napas terengah-engah.
Bugh!
Bara memegangi perutnya yang baru saja kena timpuk tablet milik Elang yang seingatnya berada di rak sebelah tv. Kapan si bungsu mengambilnya.
Oh sial!
"Gak capek lo ha? Dari tadi ngejar gue?" Bara melirik heran ke arah si bungsu yang tidak terlihat lelah sama sekali.
"Menjadi muda itu bagus! Lihat otot gue!"
Bara menutup rapat-rapat matanya saat Elang mulai menunjukan otot-otot lengannya.