"Sam, kenapa kamu bekerja sampai selarut ini? Itu tidak baik untuk kesehatan!" Melati memilih bertanya dengan asal karena ia ragu bagaimana cara memulainya.
"Aku sudah terbiasa. Kamu tenang saja, aku selalu meminum vitamin untuk membuatku tetap sehat."
Melati mempoutkan bibirnya, ditatapnya mata sayu Samudera.
"Tapi tetap saja, tidur itu sangat penting."
Tangan Samudera terulur membelai lembut rambut Melati. Gadis itu merasa sangat nyaman, perlakuan Samudera terasa lebih nyaman daripada saat Jeri menggenggam tangannya dulu. Perasaan hangat itu, Melati menyukainya.
"Aku hanya ingin membalas budi." ucap Samudera setengah berbisik.
"Pada siapa?"
"Ayah."
Pak Bagaskara?
Melati mulai mengerti sekarang, karena Samudera anak angkat, dia ingin membalas semua kebaikan Pak Bagaskara kepadanya dengan cara bekerja sangat keras. Sikap yang baik.
"Bara menceritakannya padaku," Melati sedikit mendongak agar bisa menatap mata Samudera sekali lagi. Jarak wajah mereka benar-benar sangat dekat sekarang.
"Tentang?"
"Kalian bukan anak kandung Pak Bagaskara."
"Em, dia menceritakan itu?"
Melati mengangguk pelan.
"Ayah terpukul dengan kepergian istrinya, dia lalu bersumpah untuk tidak akan menikah lagi. Tapi toh dia butuh teman, butuh penerus. Perusahaan yang susah payah dia dirikan tidak mungkin dibawa mati kan? Jadi dia memilih kami sebagai anak angkatnya."
Baiklah, Melati mengerti sekarang.
"Walau begitu, Ayah sangat menyayangi kami. Dia tidak pernah membuat kami merasa seperti anak angkat."
Melati tersenyum mendengar ucapan Samudera. Ya, ia tahu. Pak Bagaskara memang sangat menyayangi mereka. Karena itulah, dia mengirim Melati pada mereka.
"Tapi, Sam. Apa kamu tahu sesuatu tentang istri Pak Bagaskara?"
Samudera menatap Melati lurus-lurus, ia menarik dagu gadis itu, membuat Melati mendongak menatapnya. Samudera menunduk lalu mendekatkan wajahnya.
"Bara yang menyuruhmu bertanya. Iya kan?" sergah Samudera.
Oh? Bagaimana dia tahu? Jantung Melati berdegup sangat kencang, ia menggigit bibir bagian bawahnya saking gugupnya.
"T-tidak. Untuk apa Bara menyuruhku melakukan itu?"
"Meski aku belum begitu mengenalmu, aku tahu kalau kamu tidak akan pernah punya pikiran untuk menanyakan sesuatu yang seperti itu padaku, dan pakaianmu, Bara juga yang menyuruhmu memakai ini?" Sam melirik sinis gaun tidur Melati.
Melati menggeleng lemah, ia memberanikan diri menatap mata sayu Sam dalam-dalam. Tatapan itu seolah menyihirnya, membawa gadis itu masuk ke dalam kehangatan yang memanjakan.
"Memang benar, Bara yang memintaku untuk bertanya. Tapi kamu salah mengenai pakaianku. Bara bahkan tidak tahu jika aku punya pakaian seperti ini. Aku membelinya diam-diam saat di butik." kilah Melati.
Samudera mengangkat sebelah alisnya lalu mengusap bibir Melati menggunakan ibu jarinya dengan sangat hati-hati. Bahkan sentuhan kecil itu terasa begitu menyenangkan bagi Melati.
"Kenapa kamu memakai pakaian seperti itu?"
"Kamu tidak suka? Aku akan menggantinya kalau begitu." Melati menyingkirkan tangan Samudera dari bibirnya lalu menegakkan badannya berniat mengganti pakaiannya.
Namun tiba-tiba Samudera mendekapnya dari belakang. Diletakannya kepalanya pada pundak Melati.
"Jangan, aku suka melihatmu seperti ini. Kamu luar biasa cantik." bisiknya tepat di telinga Melati. Membuat darah gadis itu berdesir dan tubuhnya meremang.
"Benarkah?"
"Ya."
"Sam?"
"Ya?"
"Apa kamu memang selalu bersikap semanis ini pada perempuan-perempuan yang kamu temui di club malam itu? Pak Bagaskara bilang kalian suka menyewa jalang di sana."
Samudera mempererat pelukannya, di tanamkannya wajahnya pada tengkuk Melati. Samudera memberi beberapa kecupan di sana.
"Tidak." ucap Sam pelan.
"Benarkah?"
"Kamu dan mereka itu berbeda! Tentu sikapku juga akan berbeda. Aku tahu kamu gadis baik."
Ucapannya membuat hati Melati menghangat. Sikap Samudera sungguh berbanding terbalik dengan Bara. Di mata Bara, ia dan mereka itu sama. Sama-sama murahan. Tapi Samudera mengatakan bahwa mereka berbeda. Sam mengatakan bahwa Melati gadis baik. Tidak ada kalimat yang jauh lebih membahagiakan dari itu selama Melati tinggal di rumah ini.
"Ayo tidur. Kamu pasti masih mengantuk." bisik Sam pelan, ia lalu merebahkan Melati di kasur.
Samudera merengkuh dan memeluk Melati hingga ia terlelap dalam dekapan pria itu.
***
Bugh!
Melati tersentak. Jantungnya berdegub kencang saking kagetnya.
"Hei tuan putri! Lo pikir ini jam berapa eh?"
Suara itu, bukan suara Samudera.
Melati mengusap kasar matanya yang sedikit ngilu lalu mencoba mengedarkan pandangannya ke segala arah setelahnya. Baiklah, kabar baiknya adalah ia masih di kamar Samudera.
Tunggu, Bara?
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Melati langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang hanya terbalut gaun tidur tipis.
"Cih! Kenapa ditutup? Gue udah lihat! Wohoo Melati, tubuh lo lumayan juga. Tapi sayang sekali dada lo kecil."
Dada kecil?
Melati bergidik ngeri.
Bagaimana bisa Bara mengatakan sesuatu yang vulgar seperti itu? Itu menjijikan, dasar mesum!
"Hei! Apa semalam lo tidur sama Bang Sam? Apa rencana kita berhasil?" Bara duduk di tepian kasur sambil menatap Melati lurus-lurus.
Melati menggeleng pelan. Ia menghela napas panjang dan menatap Bara lekat-lekat.
"Ra, kamu serius kalau Samudera menyukaiku? Dia bahkan tidak menyentuhku semalam! Sia-sia saja aku berdandan seperti ini!" gerutu Melati.
Bara menghela napas gusar dan menggeleng pelan.
"Gue gak mungkin salah! Gue yakin dia sangat tertarik sama lo. Tapi kenapa dia gak nyentuh lo? Aneh. Atau mungkin dada lo kurang besar makanya dia gak napsu lihat lo?"
Andai saja Bara bukan tuannya, Melati pasti sudah memukul kepala pria itu, menamparnya dan bahkan menendangnya.
Pria brengsek macam apa yang terus terusan membahas masalah dada?
"Sudahlah. Lagipula kita masih punya kesempatan lain."
Melati mengangguk pelan mengiyakan ucapan Bara.
"Ra?"
"Apa?"
"Di mana Samudera?"
"Dia udah pergi sedari tiga jam yang lalu."
"Ke mana?"
Bara menatap Melati dengan tatapan penuh selidik.
"Mana gue tahu?" solot Bara.
Melati tersenyum tipis. Samudera bekerja sangat keras. Melati rasa dia memikul beban yang sangat berat.
"Cepat mandi terus turun!" Bara melempar sebuah bantal ke arah Melati lalu pergi meninggalkan gadis itu sendirian.
***
Setelah mandi dan memakai baju yang pantas, Melati keluar dari kamar sam dan langsung menuju meja makan, perutnya lapar.
Tapi, ternyata Bara dan Elang ada di sana, jadi Melati mengurungkan niatnya. Ia sadar sepenuhnya apa posisinya di sini. Tidak pantas jika pelayan makan bersama tuannya. Jadi Melati memutuskan untuk berbalik dan menunggu di dekat kolam renang.
Udara di sana sangat sejuk. Tidak kalah dengan di desanya, yang membedakanya adalah tidak ada suara kicau burung ataupun angin yang bertiup sendu, di sini terlalu hening.
Melati memejamkan matanya dan ia menghitup udara sebanyak mungkin.
Reflek gadis itu menggeser duduknya saat seseorang tiba-tiba duduk di sampingnya.
Elang?
"Gak makan?" tanyanya datar.
Melati menggeleng pelan.
"Gak lapar?"
Lagi-lagi Melati menggeleng pelan.
"Bagaimana semalam?"
Elang menoleh ke arah Melati. Ia menggeser duduknya agar berhadapan dengan Melati.
"Apanya yang bagaimana?"
"Apa lo tidur sama Bang Sam?"
Melati tersenyum getir dan menggeleng. Ia tahu yang dimaksut Elang bukanlah tidur yang benar-benar tidur.
"Jangan baper sama Bang Sam!" ucap Elang pelan.
Melati mengernyit bingung. Memang kenapa? Apa mereka berhak mengatur perasaannya juga?
Bang Sam sama Bang Bara baik sama lo karena mereka memang baik. Jadi jangan terlalu berharap. Ingat lo di sini sebagai apa dan untuk apa!"
Melati menatap nanar ke arah Elang. Apa tujuan pria itu sebenarnya?
Melati menggeleng pelan, ia lalu berdiri dan melangkah gontai meninggalkan Elang, tapi tangan pria itu terulur menahan lengannya. Pria itu memaksa Melati berhenti dan berbalik menatapnya.
"Gue gak suka di abaikan!" tukasnya tajam.
Melati mengangguk pelan.
"Maaf."
"Jangan minta maaf jika tidak tulus!"
Kenapa pria yang satu ini banyak sekali maunya? Melati jadi bingung sendiri.
"El, aku di sini hanya untuk menjalankan tugasku. Aku berjanji tidak akan terbawa perasaan dengan siapapun, jadi kumohon, lepaskan aku."
Elang mengernyitkan dahinya dan merengut kesal.
"Entah kenapa gue bener-bener gak suka sama lo sekarang." sinisnya.
Melati menggeleng lemah. Itu memang tidak perlu. Elang memang tidak perlu menyukainya. Melati tidak membutuhkan rasa suka dari pria itu.
"Kalian sedang apa?"
Reflek Elang melepaskan cengkramannya dari lengan Melati saat suara Bara memecah keheningan.