Bara menggeleng tak percaya, matanya melebar menatap beberapa potong baju yang Melati bawa. Ia tersenyum simpul melihat betapa sederhananya gadis dihadapannya itu.
Tapi ini salah. Bara tidak menyukainya. Menjadi gadis sederhana itu bagus, tapi kampungan? Sungguh bukan sesuatu yang bisa pria itu terima.
"Lo serius mau beli itu?" Tanya Bara setelah menghela napas panjang.
Melati memperhatikan lagi beberapa potong baju yang ia pegang. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan pilihannya.
"Mel, lo itu udah dewasa, berpenampilan sesuai sama umur dong!"
Melati bepikir cukup keras, memangnya, baju seperti apa yang pantas untuk perempuan berusia 25 tahun?
"Biar gue aja yang pilihin!" Bara merebut baju-baju itu dari tangan Melati dan mengembalikannya kepada penjaga butik.
Ditariknya tangan gadis itu ke arah sofa di dekat kamar ganti.
"Tunggu di sini!"
Setelahnya Bara pergi melihat beberapa baju tak jauh dari tempat Melati duduk. Ia mengambil beberapa lalu memberikannya kepada Melati.
"Nih!"
Melati bergumam pelan dan menggeleng tak percaya. Ia menilik satu per satu baju yang Bara pilihkan untuknya. Bara memilihkan beberapa sleeveless short dress.
Melati menelan kasar ludahnya, ia bahkan tidak pernah memakai sesuatu yang seperti itu untuk ke pesta, lalu bagaimana ia bisa memakai itu untuk sehari-hari?
"Bara, itu berlebihan. Aku kan cari baju untuk di rumah, bukannya ke pesta!"
"Lo harus pake baju kek gini di rumah! Percaya sama gue, Bang Sam sama Elang pasti suka, lagi pula ini simple look, Mel,"
"Tapi,"
"Gausah tapi-tapian!"
Mutlak.
Melati langsung kicep, ia lalu bergegas ke fitting room, setelah memakai baju pilihan Bara, ia menatap cermin tanpa kedip.
'Ini aku?'
'Bajunya cantik, tapi,'
'Pahaku jadi terekspos, aku malu.'
Melati terus bergumam.
"Mel? Lama amat lo?" teriak Bara dari luar.
"Ra, bisa pilihin yang lain aja nggak? Bajunya terlalu pendek!"
Sreek,
Sontak Melati langsung menutupi bagian pahanya yang terlihat, menggunakan baju-baju lainnya saat tirai terbuka.
Tanpa mengatakan apapun, Bara masuk ke dalam sana dan menutup kembali tirainya.
"Ra, kamu mau apa?"
"Ssstt, jangan keras-keras ngomongnya!
"He?"
Bara menatap horor ke arah Melati dan menarik baju-baju yang gadis itu gunakan untuk menutupi dress bawahnya yang kependekan.
"Hm, lumayan," ujarnya pelan.
"ini terlalu pendek, Ra!"
"Apanya yang pendek? Itu masih standart, mau gue pilihin yang lebih pendek?"
Melati langsung menggeleng dengan cepat. Dalam hati, gadis itu mengumpati pria mesum yang sayangnya tampan di hadapannya itu.
"Lihat ke cermin!" titah Bara.
kembali mataku beralih ke arah cermin. Bara menarik tubuhku dan menghadapkanya ke arah cermin.
"Lihat, bukannya lo kelihatan lebih cantik kalau pakai baju kek gini?" Bara berbisik dari belakang tubuh Melati. Pria itu mulai memeluk Melati dari belakang.
"Lo kelihatan lebih cantik dan juga sexy. Lo itu punya tubuh yang indah, harusnya lo tunjukin biar semua orang lihat kecantikan lo ini." bisik Bara lagi. Tangan Bara mulai bergerak pelan melewati batas, membuat Melati menggeleng pelan.
"Ra," rengek Melati.
"Hum?"
"Ini tempat umum!"
"Gue tahu! Kasih gue sebuah ciuman, setelah itu gue bakalan pergi nungguin lo di luar!"
'Pria mesum, gila, menjijikan.'
Melati terus saja mengumpat dalam hati. Ia pun segera membalikkan tubuhnya, sebelum pria itu menyentuhnya lebih jauh lagi.
Di kecupnya bibir Bara dengan cepat, berharap pria itu cepat pergi meninggalkannya.
"Apaan tuh?" tanya Bara bingung.
"Sebuah ciuman!"
Bara menggeleng pelan dan terkekeh geli.
"Apa bang Sam gak ngajarin ciuman yang bener ke lo?"
Melati kebingungan mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan Bara.
"Gue bisa ngajarin lo!" kata Bara sambil mendorong tubuh Melati hingga punggungnya menabrak cermin di belakangnya.
Bara langsung menghimpit tubuh gadis itu.
"Ra, kamu harus ijin Sam dulu sebelum menciumku, ini masih jadwalnya!" Melati mengatakan satu-satunya alasan yang bisa ia temukan saat ini. Ini baru baginya, jadi ia merasa benar-benar takut.
"Lo lupa? Kalau gue nganterin lo belanja dan pulang kampung, setelahnya adalah terserah kita!" bisik Bara seductive.
Melati menahan napasnya dan mencoba berpikir. Apa yang harus ia katakan agar Bara melepaskannya?
"Ra, kamu bilang, kamu butuh aku bukan untuk memuaskanmu kan?"
"Em? Ya. Gue butuh sedikit bantuan lo, tapi, hanya sebuah ciuman harusnya bukan masalah kan? Bukannya udah jadi tugas lo melayani kami? Lo pelacur, dibayar untuk itu kan? Melati?"
Iya, tentu. Kenapa Melati bisa melupakan fakta sepenting itu? Dia dibayar untuk melayani mereka.
Apapun keinginan mereka.
Tapi, mendengar ucapan Bara barusan sungguh menyakiti perasaannya.
"Kamu benar. Aku pelacur, aku dibayar untuk itu!" Melati menatap pria di hadapannya itu dengan tatapan penuh luka.
Melati menekan rasa sakit di hatinya, di rengkuhnya wajah Bara, dan dilumatnya langsung bibir tebal milik pria itu.
Bara terdiam. Ia terkejut dengan apa yang dilakukan Melati.
Ciuman terburu-buru itu benar-benar menampar Bara.
Entah mengapa Bara merasa ada sesuatu yang menusuk hatinya. Ia merasa bersalah karena mengatakan itu.
Bara merasakannya. Ada luka dibalik ciuman yang Melati berikan. Gadis itu marah, sedih, dan sakit hati. Bara merasakannya.
Didorong dan ditahannya tubuh Melati hingga gadis itu melepaskan ciumannya.
Bara menatap lurus-lurus manik mata Melati. Ya, bening mata gadis itu memancarkan kesedihan yang teramat.
"Maaf, Mel. Gue gak bermaksut nyakitin perasaan lo! Gue pikir lo emang kayak gitu karena memang itu yang bokap janjikan!" lirih Bara sambil membelai lembut pipi Melati.
"Gak perlu minta maaf, itu memang fakta, Ra. Kita semua tahu itu. Seorang gadis yang menjual dirinya untuk uang, apalagi namanya kalau bukan pelacur?"
Bara menggeleng pelan, ia tahu Melati tidak seburuk itu. Salahkan mulut sampahnya.
"Maaf," ucap Bara pelan.
"Sudahlah. Hanya saja,"
"Ya?"
"Ini baru bagiku, menerima fakta bahwa aku benar-benar menjual diriku itu masih sangat menyakitiku. Aku tahu aku tak ada bedanya dengan pelacur, hanya saja, tolong jangan ucapkan itu di depanku, itu sungguh menyakitkan. Kemarin, aku masihlah seorang gadis polos yang dibangga-banggakan keluargaku, sekarang? Aku adalah gadis hina yang menjual dirinya demi uang. Itu fakta yang sangat menyakitiku."
Bara mengusap lembut pipi Melati, dan saat kristal bening milik gadis itu jatuh mengenai tangannya, Bara tertegun. Dia mengerti, dia paham bahwa Melati sangatlah terluka dengan ucapannya.
"Aku gak minta kamu untuk mengasihani aku. Aku hanya meminta sedikit saja toleransi darimu. Tolong jangan memanggilku seperti itu, Ra."
Bara mengangguk lemah, disekanya air mata Melati.
"Gue tunggu di luar. Em, dan lo bisa milih baju manapun yang buat lo nyaman!" setelah mengatakan itu, Bara langsung beranjak meninggalkan Melati.