'Sejak saat itu, aku mulai kehilangan kepercayaan diri ....'
'Di saat mereka menghabiskan waktu di dunia luar, aku malah mengurung diriku. Aku sudah mual dengan dunia ini, dan bagiku hanya game lah satu-satunya yang dapat membuktikan bahwa aku hidup,' dia masih melangkahkan kakinya pelan menuju minimarket.
'Tapi, aku merasa ... jika aku terus menerus seperti ini, aku merasa kehilangan jati diriku.'
'Aku hanya bisa hidup dalam game dan menjadi orang yang kurang bersosialisasi ....' Anko sedang memikirkan masa depannya, dia tidak mungkin seterusnya dan sepanjang hidupnya dia habiskan dengan bermain game.
Orang-orang di luar yang menyibukkan diri dengan pekerjaannya membuat diri Anko merasa iri.
'Memang sekarang aku orang yang bisa dibilang tidak berguna bahkan keluargaku sudah tidak peduli lagi, namun suatu saat aku ingin mengubah hidup ini!'
Dia menginginkan dunia seperti yang ada dalam game yang saat ini dia mainkan.
Suasana di sana sangat menyenangkan, teman-temannya yang setiap hari bertemu secara online terasa seperti saudara.
Anko merasa itulah dunia sesungguhnya tapi, tidak mungkin mereka akan bertemu di dunia nyata, dan bagaimana kalau teman-temannya tahu kalau 'Milkyway' adalah seorang perempuan?
....
Supermarket sudah dekat, Anko segera masuk dan membeli snack yang dia inginkan.
Karena di sana ada sebuah kue diskon dan di sebelahnya gratis cola, Anko menjadi tertarik dan akhirnya membelinya juga.
Tidak usah lama-lama, karena Anko harus segera kembali ke apartemennya untuk login kembali.
Setelah seorang pelayan kasir mentotal hasil belanjaan milik Anko ....
Anko segera mengeluarkan uangnya dan memberikan pada pelayan kasir tersebut. Harusnya kembali dengan beberapa keping uang logam Yen tapi, Anko menolak kembaliannya dan dia bilang pada pelayan kasir tersebut, 'Anggap aja tip/amal sekalian.'
Seketika pelayan kasir tersebut mengucapkan 'Terima kasih banyak,' pada Anko sambil membungkukkan badannya dengan sopan.
Walaupun Anko terlihat seperti bukan orang kaya tapi, uang hasil bermain game di ATM-nya masih banyak belum diambil.
'Ya, game yang aku mainkan saat ini adalah game yang luar biasa ....' katanya dalam hati sambil melangkah riang pulang dari minimarket.
Salju yang putih masih menumpuk di pinggir jalan ....
Dia menjadi teringat awal pertama kali dia ada di kota ini sebagai orang yang tidak memiliki uang sepeserpun, dan dia ingat hari menjelang musim dingin saat dilucuti oleh beberapa orang di tempat kerjanya.
Sekarang sudah tidak lagi, dia jauh lebih gembira.
Dia melihat beberapa anak-anak di depan rumah tengah bermain salju ... bahkan beberapa dari mereka ada yang menghiasi halaman depan rumahnya dengan lampu-lampu warna warni seperti hendak menyambut tahun baru.
Padahal itu tinggal beberapa minggu lagi ....
Begitu Anko melangkah menuju jalan ke apartemennya yang mulai menanjak itu, tampak di bawah sana pemandangan kelap-kelip lampu malam hari di kota yang putih itu mulai terasa menakjubkan.
Dia memang tidak pernah keluar, sekali keluar pun hanya untuk membeli kebutuhan penting saja dan lainnya dia sempatkan dengan belanja online.
"Waaaaah~ indahnya ...." Gumamnya sambil berdecak kagum, inilah keindahan musim dingin di malam hari.
Dia ingin memfotonya dengan smartphone tapi, dia tidak membawanya.
Anko tidak pernah terpikir kalau hari ini adalah hari terakhirnya, dia hanya tersenyum lembut sambil berkata, "Yosh!! Lain kali aku akan membawa smartphone saat keluar."
"Ah~ apa nanti setelah acara Komiket berakhir aku mengajak Tama jalan-jalan, ya?" Tama adalah nama temannya yang berkolaborasi dalam proyek komiket musim dingin, sekaligus dia adalah orang yang menolong Anko pertama kali. Bagi Anko, Tama sekarang adalah satu-satunya orang yang bisa dia percaya. Dia kenal Tama di waktu kuliah dan bertemu secara kebetulan di ruang program studi untuk meminta tanda tangan ke dosen yang menjadi kepala program studi. Waktu itu, Tama salah ruangan!! Anko pun demikian dan mereka akhirnya menunggu dosen di luar dan berbincang-bincang, begitu Anko bermain game ... Tama pun tertarik, dia tertarik dengan storyboard dan desain game-nya dan waktu itu, game yang Anko mainkan adalah game yang dia kembangkan secara iseng-iseng.
Tama mulai dekat begitu dia bertukar pendapat dengan Anko mengenai desain, dia memang jurusan desain grafis jadi tidak heran pembicaraan mereka nyambung.
Pertemuan awal mereka membuahkan hasil manis hingga sekarang mereka berkolaborasi menunjukkan karya kembangannya di komiket tahun lalu. Hubungan ini akan terus terjalin hingga komiket musim dingin, Anko menjadi tidak sabar menantikannya.
Di malam hari semakin sunyi, jalanan sepi, lampu di pinggir jalan masih terang seperti biasa. Anko tinggal beberapa langkah menuju apartemennya.
Apartemen di kompleks ini semacam rusun jadi, terkadang kalau ada orang yang berisik di malam hari pasti kedengaran.
Penghuni apartemen itu ada yang mengenal Anko karena waktu itu, dia yang baru saja pindah kemari bertanya-tanya soal apartemen ini padanya ....
Sebut saja penghuni nomor 23, dia laki-laki yang tingginya hampir 2 meter, memiliki sikap yang ramah pada penghuni baru dan murah senyum.
Namun, hari ini apartemennya terlihat gelap, tampaknya dia belum pulang dari tempat bekerjanya ....
Anko segera menaiki tangga dan menuju ruangan di atasnya, di mana itu adalah apartemennya. Tapi, sesuatu mengejutkan dan mengherankan terlintas di depan Anko.
"...."
'Sepertinya aku menginjak sesuatu ....' Pikir Anko yang melangkah dan merasa melewatkan sesuatu.
Karena Anko merasa tidak enak hati, dia segera menoleh dan ternyata dia benar-benar telah menginjak sesuatu.
Anko yang penasaran dengan sesuatu yang berada di depan apartemennya pun mendekat, dia menurunkan pandanganya ke sesuatu yang ada di lantai depan apartemennya itu.
"...!"
Sebuah benda pipih berwarna hitam elegan yang dibungkus oleh plastik sekitar 0,3 mm.
Anko melihat ke sekitar dan memastikan ini bukan barang seseorang yang sengaja jatuh atau dijatuhkan. Faktanya, di sekitar apartemennya sepi dan tidak ada orang lalu lalang.
'Aneh!' Anko berpikir demikian, perhatiannya kembali tertuju ke sesuatu yang tergeletak di lantai itu.
Karena dirasa ini bukan milik orang sekitar, Anko akhirnya memungutnya. Sayang sekali kalau benda yang tampak elegan dan bernilai tinggi itu tertinggal di tanah begitu saja, pikirnya.
Dia mengangkatnya, memang agak berat tapi, sepertinya Anko paham benda apa itu? Ya, sebuah kartu memori!!
'Hmm, apa nantinya kalau aku menyelidiki isi kartu memori ini ... aku bisa menemukan pemiliknya?'
'Tapi, bagaimana jika isi kartu tersebut kosong?'
'Bagaimana jika aku melihatnya dan saat aku mengembalikannya, orang yang punya kartu memori ini memarahiku karena aku melihat informasi pribadinya?'
"Hmm ...." Niatan Anko ingin memungutnya menjadi buyar.
Begitu dia membolak-balikkan kartu tersebut, di pojok kiri bawah terdapat sebuah tulisan.
"Eh?"
Anko mengejanya, dan apakah tulisan yang tertera di kartu memori tersebut adalah pemiliknya?
Tapi, 'Jika dugaan ku benar ..., padahal tidak ada penghuni apartemen dengan nama ini!?'