Chereads / Story at school / Chapter 24 - SENYUM YANG HILANG III

Chapter 24 - SENYUM YANG HILANG III

Faktanya, menurut penelitian yang pernah aku baca, orang-orang seperti Billy akan lebih mudah jujur saat malam hari ketika ingin tidur.

Jadi aku sudah menunggu ini sejak tadi.

"Aku kabur dari rumah."

Yah, aku sudah menduga itu, jadi aku hanya diam dan membiarkannya terus bercerita.

"Aku kerja di toko roti, dari situlah aku dapat tepung itu."

Sepertinya dia terlebih dahulu menyelesaikan masalah penasaranku yang berlebihan tentang peledak tadi.

"Orang tuaku selalu sibuk, sebenernya aku nggak masalah dengan itu, tapi tiba-tiba aja aku malah mau di jodohin sama orang yang nggak aku kenal sama sekali, hebat bukan?"

"Jadi karena itu kau kabur?"

"Aku bahkan belum lulus SMA."

Sepertinya pertanyaan belum tepat, aku harus memberikannya tempat untuk mengoceh terlebih dahulu.

"Dari kecil mereka berdua nggak pernah ngurusin aku, kerja ya cuma kerja, ya memang sih aku bersyukur telah diberikan segalanya, apa kau pernah denger istilah 'orang asing terdekat?"

"Hemm, pernah, pernah."

Yah, walaupun aku udah lupa di mana aku mendengar itu.

"Seandainya itu aku, aku nggak akan pernah berpikir untuk menjodohkan orang asing itu."

Meskipun sedikit janggal, aku bisa sedikit mengerti apa yang dia katakan, intinya sekarang dia hanya ingin bahwa pendapatnya di dengarkan.

"Karena itu aku pergi, aku hanya ingin orang tuaku itu sadar bahwa aku bukan boneka yang bisa diatur."

"Oke, oke, aku mengerti, hubungan orang tua dan anak mungkin akan lebih terasa saat sedang berpisah."

Billy benar-benar luar biasa, aku bahkan ragu apakah dia ini benar-benar anak SMA atau apa.

Perlahan kesadaran ku menghilang, membawa kegelapan malam berubah menjadi pagi cerah dengan udara semerbak aroma khas hujan.

Billy pergi pagi-pagi sekali sambil mengucapkan kata terimakasih seperti orang yang asing di antara keberadaan kami.

Setelah melakukan hal yang sama seperti hari-hari sebelumnya, aku kembali berangkat sekolah sendirian mengingat bahwa aku masih belum bisa menghadapi Ishiki entah apapun alasannya.

Di awal hingga akhir kelas tak ada yang terjadi, bisa dibilang hari ini adalah keberuntunganku, aku tak ingin terlibat apapun lagi dengan orang lain.

Kali ini aku duduk sama seperti biasanya sedang menunggu orang-orang pergi satu persatu, Billy sepertinya sudah pergi sejak lonceng terdengar tadi.

Ryuga dan Jimmy juga sudah menghilang setelah menepuk baju kananku secara bergantian, intinya aku sendirian saat ini.

Tak lama, sekolah ini sudah sangat sepi, mambuat ku melakukan langkah kecil menuju tempat tinggal setelah meletakkan tas punggung yang ringan di tempat yang seharusnya.

Langkah kecilku tadi, meskipun perlahan akhirnya membawaku sampai di rumah.

Yuuki sama seperti kemarin sedang membaca buku di sofa itu sambil menyalakan TV di depannya.

Sedikit menarik nafas panjang lagi aku berjalan ke tempat Yuuki dan meletakkan tas ku di senderan tangan sisi lain dari sofa ini untuk menjadikan bantal.

"Ka, ganti baju dulu."

"Nanti aja."

Kini aku merebahkan diriku sambil mengangkat lutut untuk memberikan ruang untuk Yuuki di sofa yang hanya muat tiga orang ini.

Aku sedang menikmati kemalasan ku, tolong pengertian sedikit.

Tiba-tiba saja, Hpku yang tadi ada di saku bergetar, sebelumnya ini memang sangat, sangat, sangat jarang terjadi jadi membuatku sedikit terkejut.

Nama Rainata muncul di layar Hpku, aku benar-benar terkejut dan langsung menjawabnya.

Selain itu, aku juga sengaja untuk menonaktifkan speaker agar Yuuki tak mendengar apapun itu.

"Halo, Zell?"

"Halo, kenapa?"

Suara Rainata terdekat samar, mungkin saja dia sedang berbisik saat meneponku ini.

"Ada yang nanyain kau sama Billy?"

"Heh? Bisa tolong kasih tau gimana orangnya?"

Sial, sepertinya hari ini juga akan menjadi hari yang panjang.

"Ada tiga orang pake kemeja putih terus jas warna hitam."

Jadi beneran mereka, sial, mau nggak mau aku harus ke rumah Rainata saat ini.

"Oke Rai, bilangin aku kesana sekarang, jangan bilang apa-apa dulu."

Aku langsung menutup telpon itu dan berdiri tegak dengan sedikit kasar.

"Yuuki aku keluar bentar."

Aku sedikit melebarkan langkah kakiku dari sebelumnya, bahkan sampai sedikit berlari ke arah pintu keluar itu.

"Nggak ganti baju du.... "

Aku tak bisa mendengar apa yang Yuuki katakan setelah pintu itu ku tutup lalu langsung berlari ke arah rumah Rainata.

Karena aku terburu-buru, dengan cepat aku sampai dan melihat orang-orang itu tepat berdiri di depan rumah Rainata sambil menatap kelam kearahnya.

Oke, oke, aku harus tenang, bagaimanapun juga mereka bukan orang jahat kayak yang ada di pikiranku kemaren.

"Oke, ayo ikut kami."

Setelah aku berdiri di depan Rainata, orang yang kemarin ku anggap big boss itu membukakan pintu mobil hitam yang juga sama seperti kemarin.

Mana mungkin aku melawan mereka, aku hanya bisa pasrah dan menuruti apa yang mereka katakan.

"Kau juga."

Setelah menatapku sedikit lama, big bos itu memandang orang di belakangku, Rainata.

"Tunggu, yang kalian cari aku kan? Dia nggak tau apa-apa."

Yah, aku nggak akan nyeret Rainata ke dalam masalah ini.

"Tapi dia bilang tadi kalo dia kenal dengan Billy."

Apa kataku? Padahal sudah kubilang buat nggak ngomong yang nggak perlu.

"Sudahlah ikut aja, kami nggak akan ngelakuin apa-apa ke kalian, kalian cuma perlu jawab pertanyaan bos kami."

Tentu saja bos mereka adalah ayah atau ibunya Billy, aku yakin itu.

"Oke, oke."

Saat masuk dalam mobil yang terkesan sangat mewah itu, aku dan Rainata di suruh duduk berdampingan, dua orang di depan kami dan satu orang menyetir.

Tapi, sekarang aku malah di perlakukan layaknya tamu daripada tawanan.

Rainata sedang duduk di sebelahku, memandang ke balik jendela dari kaca mobilnya dan terlihat jelas kerut wajah darinya dari sana.

Sebenarnya aku berniat untuk menjelaskan, tapi karena masalah ini cukup panjang lebih baik aku pura-pura tak melihatnya.

Tak lama setelah aku memutuskan untuk diam, sepertinya Rainata tak bisa menghentikan rasa ingin tahu nya.

Jarak dari kedua bahu kami sedikit menipis, Rainata mendekatkan wajahnya untuk seolah sedang ingin membisikan sesuatu ke telingaku.

"Anu... Zell, mereka siapa?"

Suara itu sangat pelan, mungkin saja kedua orang di depan kami bahkan tak mendengarnya.

"Jelasinnya susah, nanti kalo udah sampe ke rumah Billy nya kau juga bakal paham."

Seperti puas dengan jawaban dariku Rainata mengangguk dan kembali menjauh dan menyenderkan sisi kirinya di antara dinding mobil ini.

Tak lama, kali ini aku yang sedikit mendekatinya dengan kepalaku, berbisik sama seperti apa yang baru saja dia lakukan.

"Ngomong-ngomong gimana ceritanya kau malah sama mereka?"

Aku kembali tegak setelah itu, membuat Rainata yang ingin menjawab pertanyaan ku harus kembali memiringkan badannya kearah ku, dan entah mengapa kali ini terasa lebih dekat dari sebelumnya.

"Aku tadi lagi main game, terus ada yang ngetuk, aku kira ibuku, eh pas aku bukain ternyata mereka."

"Hey, harusnya kau lebih hati-hati, gimana ceritanya kalo mereka orang jahat?"

Rainata langsung terkejut mendengar perkataan ku sebelum dia kembali tegak seperti semula, sebelum itu dia menatap sedikit lama kearah ku kemudian menjauh sejauh-jauhnya sambil menatap jendela.

Eh? Apa aku salah ngomong? Nggak, nggak, nggak, jangan salah paham, bukannya aku perhatian denganmu, aku cuma bilang jangan lagi ngerepotin orang lain kayak gini.

Keheningan lama terjadi, tak ada percakapan dari orang-orang di depan itu membuatku semakin lama semakin menatap orang yang kemarin aku hajar yang kini duduk di depanku.

Mungkin karena menyadari aku yang menatapnya begitu lama, orang itu berpaling.

"Kenapa?"

"Ya... Anu, maaf soal kemarin."

Seseorang lagi di sebelahnya langsung menerobos masuk permintaan maafku.

"Tenang aja, biasanya Billy lebih parah dari itu."

Oi, tunggu, apa maksudmu Billy lebih bar-bar daripada aku? Apa dia sejenis psikopat? Aku serius, cepat bawa dia ke rumah sakit sekarang!

Billy adalah orang teraneh yang pernah aku jumpai di planet ini.