Chereads / Story at school / Chapter 26 - SENYUM YANG HILANG V

Chapter 26 - SENYUM YANG HILANG V

Pintu besar itu tertutup, sama halnya dengan hatiku yang tak ingin tahu apa yang akan terjadi di dalam.

Menyusuri jalan yang sama, mobil beda yang kini berwarna putih terparkir di depan rumah ini dan pintunya sudah dibukakan oleh orang yang tadi bersama Billy.

Aku duduk di belakang supir sedangkan Rainata duduk di sebelah ku sambil mengusap-ngusap layar HP miliknya.

Akan tetapi kegiatan Rainata itu membuatku sedikit nyaman karena lirikan penasaran darinya kini sudah berakhir.

Mobil ini bergerak lebih perlahan daripada mobil yang tadi mambawa kami, mungkin saja karena kegelutan mobil-mobil di depan yang bertepatan dengan jam pulang kerja.

Yah, terlihat jelas banyak ibu-ibu yang pulang kerja di jam sore seperti ini.

Ngomong-ngomong soal itu, jika aku beruntung aku berharap suatu saat nanti aku akan dipertemukan dengan seorang gadis pekerja keras serta kaya raya lalu menumpang hidup dengannya selama-lamanya.

Terserah kalian ingin menganggap ku apa, tapi itu bisa dibilang dengan memanfaatkan perasaan.

Yah, itu juga kalo aku beruntung, meskipun aku ini nggak percaya dengan keberuntungan itu sendiri, dalam artian aku nggak bisa berharap banyak.

Oke, ayo kembali.

Melihat jendela mobil dengan binar dari matahari senja di depan Rainata itu membuatku tak bisa berkata, padahal senja sering terjadi, tapi mengapa aku sadar bahwa ini sangat indah?

Mungkin karena sadar dengan pandanganku kearahnya, Rainata kini memiringkan tubuhnya sama seperti tadi sambil berbisik.

"Zell, apa Yuuki ada bilang apaaa... Gitu kepadamu?"

Kali ini Rainata tak kembali, mungkin karena dia sudah malas karena keanehan hari ini.

Yah jika aku adalah Rainata, aku adalah orang paling bingung di dunia saat ini, mungkin.

"Apaaa... Gitu' apaan?"

Aku mengulangi nada bicaranya yang sedikit panjang di bagian akhir itu.

Kemudian Rainata menunjukan layar HPnya kearah ku.

"Nih, coba liat?"

Terlihat chat dari Yuuki yang siapa saja akan penasaran dengan itu.

Ehem, "Ka Nata bisa kesini? Ada surprise yang gede-gede-gede banget nih."

Yah, saat aku membaca itu di dalam hatiku yang terdengar adalah suara Yuuki itu sendiri.

Lalu setelah memperlihatkan itu, Rainata kembali ke tempatnya yang kini juga memperhatikan matahari terbenam dengan perlahan itu.

"Apa kau mau mampir ke rumah?"

Suara-suara dari mobil dan klaksonnya semakin memarah saat kami semakin mendekat rumah kami dan membawa anggukan kecil saat aku memang sedang menunggunya.

Benar-benar perjalanan yang sangat melelahkan, kami tiba di depan rumahku setelah orang itu membawa pergi mobil yang kami naiki tadi yang memang agak sedikit jauh dari rumahku.

Aku mengutuk pintu yang sepertinya tak terkunci dan membukanya.

Lalu Yuuki menyambut ku dengan seseorang.

Jika aku harus menjelaskannya, orang itu adalah ibuku.

Yah, kapan yak terakhir kali bertemu dengannya?

Dengan masih menggunakan jas hitam serta dasi merah sama seperti anak buahnya Billy tadi membuat ibuku yang sebenarnya sudah cukup tua ini terlihat awet muda.

Ayahku bilang bahwa dia mirip denganku, tapi aku masih belum bisa menemukan apa yang sama dariku tentang dirinya.

Meskipun begitu tak mengubah fakta bahwa orang dengan postur tubuh yang sangat langsing ini adalah ibuku.

Sebenarnya aku tak menerima kenyataan bahwa dia di bilang mirip denganku, jelas-jelas perilakunya yang kekanak-kanakan ini mirip dengan Yuuki.

Yah, ibuku juga suka bercanda, aku sih lebih suka menyebutnya dengan "jiwa muda" Yah itu lebih mencerminkan dirinya.

Setelah aku di balut dengan rasa terkejut, ibuku menatap kearah ku lalu menatap Rainata yang ada di belakang ku kemudian kembali lagi padaku.

Kemudian dengan sedikit cepat ibuku berjalan kearah ku dan memutar-mutar di mana aku sebagai pusatnya seolah seorang bos yang sedang memeriksa perlengkapan kerja karyawannya.

Lalu pemeriksaan tersebut berhenti di depanku.

"Oke, nggak, kau nggak kenapa-napa."

Dengan kedua tangan yang terbuka, ibuku yang berdiri tepat di depanku sepertinya sudah siap untuk di peluk.

"Hey Zell, biasanya kau bakal langsung meluk ibu lho?"

"Anu.... Umurku udah 17 tahun, mana mungkin aku meluk ibu segampang itu kan?"

Yah, tentu saja, apalagi itu ku lakukan di depan mata gadis sekelas ku, apa ibu ingin membuat ku malu seumur hidup?

"Aduh, duh, duh, Yuuki apa kaka mu udah jadi cowok dewasa?"

Pandangan ibuku tiba-tiba berubah kearah Yuuki yang dari tadi senyum-senyum tak jelas di sampingnya.

Jadi untuk tak menimbulkan masalah lebih panjang aku melarikan diri melewati sambutan mereka yang kini lebih tepat disebut dengan sergapan.

Setelah aku melawati ibu dan Yuuki, aku di kagetkan oleh tumpukan barang-barang yang ada di atas meja depan TV itu.

"Oh iya Zell, itu oleh-oleh dari ibu, semuanya punya kau ya."

Oi, oi, kenapa dengan gunungan barang-barang dan sejenis parsel ini? Apa ibu membeli semua ini? Seberapa banyak uang yang ibu habiskan untuk ini? Nggak, tunggu, kesampingkan itu dulu, gimana caranya ibu bisa ngebawa semua ini?

Aku duduk di sofa, melihat dari apa yang telah terjadi ini sepertinya memang hadiah untukku.

Tangan-tangan ku sudah siap untuk membuka satu persatu apapun yang sudah ibu bawakan.

"Tapi mandi dulu sana, kalo nggak ganti baju dulu."

Ah... Sial!

Setelah melakukan hal yang diperintahkan, aku kembali ke posisi semula sambil bisa mendengar jelas suara orang yang seperti sedang wawancara di dapur.

Aku sudah tak perlu menjelaskannya lagi mungkin, apa dan bagaimana, tapi kejadian itu terjadi dari awal hingga aku berhasil membuka semua oleh-oleh dari ibu.

Tentu saja isinya sama seperti sebelumnya, yang ada hanyalah barang-barang aneh.

Yah, maksudku untuk apa ibuku membelikan miniatur patung merlion ini? Aku akan sedikit lebih senang jika aku dibelikan action figure nya megumin atau Emilia.

Dan lagi, semua baju yang tertulis jelas "I love mom" Aku serius, aku beneran serius soal ini! Apa ibu berharap aku memakai ini?

Selain makanan yang sudah aku makan, barang yang aku sukai hanyalah dua gantungan tas yang tertulis "gamers" berbentuk stik PS itu.

Kilauan dari cahaya senja tadi telah berakhir, mungkin sudah agak lama, karena kebosanan ku setelah membuka semua barang bawaan ibu aku hanya bisa nonton TV sambil berbaring.

Kemudian, setelah itu aku tak ingin menjelaskan apa yang terjadi sedetail mungkin, itu hanyalah makan malam yang membosankan di mana saat-saat seperti ini biasanya Rainata adalah Ishiki.

Sial, padahal aku baru saja ingin melupakan tentangnya!

Makan malam yang aku maksud sudah selesai, dan saat Rainata mengucapkan banyak terimakasih sambil membawa kantong parcel, empat dari enam mata kejam menatapku dengan tatapan seperti orang yang memintaku untuk segera bunuh diri.

Oke, oke, apa paham.

"Aku anterin."

Malam gelap terbawa oleh angin pelan, meskipun bulan tak terlihat tapi bintang-bintang berhamburan seolah sedang memberikan pertunjukan indah bagi orang-orang, tak terkecuali aku dan Rainata.

Selain itu, langkah kaki Rainata terasa sedikit pelan dari biasanya, membuatku kini mulai memperhatikan lampu-lampu yang sedang memandu kami di kegelapan malam.

Serangan kecil yang mengelilingi lampu-lampu itu terlihat sangat banyak, berbeda dengan perkonplekan ini yang sangat sepi dan akan membuat siapa saja bingung karenanya.

Aku dan Rainata telah sampai di depan rumahnya, karena tadi dia langsung ke rumahku, lampu rumahnya masih terlihat sangat gelap.

Rainata terdiam tanpa mengatakan apapun padaku.

Yah, untungnya aku sedikit paham apa yang terjadi dalam pikirannya.

Mengingat saat kejadian mati lampu di rumahku saat itu sih.

"Rai, apa kau takut gelap?"

Aku tak mendengar jawaban pasti, tapi aku bisa melihat pengharapan dari dalam wajahnya yang sedang menunduk.

"Yaudah aku temenin hidupin lampunya."

Yah, mungkin aku benar, buktinya Rainata langsung mengeluarkan kunci lalu membuka rumahnya.

Dengan pintu depan yang masih terbuka, aku berjalan dengan Rainata dengan senter di Hpku sebagai panduan di kegelapan ini.

Setelah semua lampu hidup, Rainata mengambil nafas panjang seolah sudah melewati hal yang menakutkan.

Yah, aku nggak bisa nyalahin sifat takut dari seorang gadis, itu wajar, malahan itu bisa menjadi nilai plus bagi mereka yang bisa gunain sifat itu dengan baik.