Bersamaan dengan benda itu meledak Billy berlari kearah ku dan menarik lenganku menuju ke pekarangan-pekarangan rumah orang.
Billy menarik ku kearah semak di sebelah rumah berdinding warna biru muda, dengan duduknya aku makan hujan yang dari tadi seolah menahan dirinya akhirnya turun dengan lebat.
Sama-sama mengatur nafas dan sedikit mengintip kearah yang mungkin saja orang-orang itu kembali mengejar.
Tak lama setelah kami sudah bisa mengatur nafas dengan tenang, terdengar suara mobil lewat yang tadi juga ada di depan sekolah.
Sekali lagi Billy membuat hela nafas yang sangat panjang menunjukkan bahwa itu semua sudah berlalu.
Selain itu meskipun sudah tak terlalu sakit, dadaku masih terasa sedikit sesak membuatku tak ingin bergerak dari tanah dengan air hujan bersamanya.
Mungkin karena sadar dengan keadaanku, Billy berdiri dan menjulurkan tangannya kepadaku. Dengan cepat aku meraihnya lalu kemudian tanganku tadi dililitkan nya antara pundak dan leher, sama seperti membopong orang yang kakinya patah.
"Zell, rumahmu nggak jauh dari sini kan?"
"Hem, di sana."
Setelah melihat tunjukkan dari lenganku, Billy kini benar-benar berjalan sambil membopongku sepanjang jalan ditemani dengan angin, hujan serta petir yang memancar di seluruh penjuru langit.
Tak lama aku dan Billy memasuki rumahku dengan basah kuyup, bahkan kedua mata Billy hampir tertutup oleh poninya yang terlihat tetesan-tetasan air berjatuhan dari ujung-ujung rambut tersebut.
Yuuki yang seperti biasanya duduk sambil membaca sesuatu di sofa itu langsung menghampiri kami yang berdiri di depan pintu masuk.
"Uwa... Kaka kenapa?!"
"Tolong ambilin anduk, sekalian buat dia."
Setelah Yuuki mengamati orang itu layaknya sedang men-save data baru dia pergi ke dalam kamarku dan mengambilkan handuk untuk kami.
Lenganku yang tadi di ada di bahu Billy kini mulai diturunkannya, dan setelah itu turun sempurna Billy menggunakan tangannya tadi untuk mengangkat poni yang sempat menutupi seluruh mata hitam pekatnya.
"Nih, nanti kalo perlu apa-apa panggil aja ya."
Kembalinya Yuuki membawa handuk untuk kami tak begitu lama karena dengan cepat Yuuki langsung memasuki kamarnya.
"Oi, tunggu di sini aku mandi dulu."
Meskipun tak banyak yang bisa aku tebak dari wajah Billy, tapi mungkin dia sekarang sedang sedikit ragu.
Meskipun begitu dia tak menolak penawaran ku yang secara kebetulan juga sudah masuk dalam masalahnya.
Kemudian setelah aku selesai mandi, aku menyuruhnya melakukan hal yang sama selagi aku mencarikan baju untuknya, dan ketika itu berakhir kami duduk di sofa sambil memainkan PS milikku.
Jika dipikir-pikir lagi, untuk apa aku menolongnya? Maksudku adalah kenapa dengan anak SMA sepertinya sudah berhadapan dengan orang-orang seperti itu.
"Hey, aku penasaran dari tadi, apa yang kau lempar ke arah mereka tadi?"
"Hah? Oh tadi, itu cuma balon yang aku isi dengan tepung."
Jadi itu bukan senjata ninja toh? Nggak, nggak, bukan itu masalah, gimana ceritanya sampe dia bisa kepikiran buat tuh benda? Apa dia emang anak SMA biasa?
Ah, aku mengerti, setelah ini mungkin dia akan mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya dan menyuruhku untuk ikut berpetualang dengannya mengelilingi dunia, waktu atau semacamnya.
"Sebenernya yang tadi itu suruhan ayahku."
Aku sedikit penasaran dengan wajah tanpa ekspresi Billy padahal di sini kami sedang membicarakan masalahnya.
Wajahnya sangat serius dan menatap tajam kearah televisi sambil menekan-nekan stik ps dengan sedikit kuat.
"Buat jaga-jaga karena kau udah masuk kedalam masalahku, coba sini pinjem Hpmu."
Tombol pause pun kutekan dari game yang sedang kami mainkan, kemudian memberikan Hpku keatas tangan Billy yang sudah menengadah.
Setelah melakukan sesuatu, Billy mengembalikannya lalu terlihat mencoba memandang televisi seolah mengatakan bahwa dia sudah siap untuk melanjutkan game itu.
Dan selang beberapa waktu, tak ada apapun lagi yang coba Billy jelaskan padaku.
Yah, sebenarnya aku sudah mengerti bahwa anak ini sedang memiliki masalah dengan orang tuanya, tapi membicarakan di saat seperti ini akan membuat sangat tak nyaman.
Berjam-jam berlalu, hari mulai menurunkan sangat mentari namun tak kunjung meredakan hujan.
Yuuki keluar dari kamarnya melewati kami dari belakang dan pergi ke dapur, akan tetapi aku dan Billy tetap sibuk dengan apa yang sedang kami kerjakan.
Lalu tak lama arah perhatian Billy kini teralihkan dengan suara memasak ala Yuuki yang akan terdengar seperti suara perang bagi orang yang pertama kali mendengarnya.
"Zell, dia lagi masak?"
"Hem."
Aku memberi anggukan kecil saat Billy mengembalikan wajahnya setelah mencoba menatap kearah dapur.
"Kau nggak bantuin?"
Setelah aku memberikan anggukan kecil itu, Billy kembali bertanya layaknya seorang ibu-ibu yang sedang menggosip di depan rumahnya.
"Ah, maaf aku mengerti, dia kan adikmu, kau pasti memanfaatkannya sebaik mungkin."
Hah? Oi, Billy itu terlalu kasar! Meskipun itu benar, itu sangat kasar, apa kau nggak diajarin bicara baik dan bener tanpa harus nyakitin orang lain?
"Oi, ka makan!"
Bertepatan dengan bosannya kami dengan TV yang dari tadi kami pandang, Yuuki akhirnya memanggilku.
Yah, pada dasarnya anak ini tak akan menurut jika tak dipaksa, sama denganku.
Jadi aku menarik lengannya sambil berjalan kearah dapur, meskipun sedikit keras tadi tak ada penolakan sedikitpun.
Saat kami memasuki dapur itu, Billy sedikit terdiam menatap adikku yang duduk di kursi meja makan itu.
Tentu saja, siapapun yang melihatnya dengan pakaian seperti itu akan terpesona, baju piyama berwarna putih beradu dengan pink itu terlihat sangat sosok dengan Yuuki.
Mungkin karena aku tak terlalu memperhatikannya, baju yang dipakai Yuuki itu ternyata juga memiliki beberapa gambar hello kitty di beberapa tempat yang membuatnya terlihat seperti anak-anak.
Tatapan tajam dari satu mata Billy membuat Yuuki yang biasanya usil dan banyak bicara tak bisa berkutik dan salah tingkah di depanku.
"Hey, apa yang kau lakukan? Jika kau macam-macam aku bakal menendang mu dari sini"
"Ah, maaf."
Seolah baru saja sadar, Billy kembali memancarkan mata tak peduli lagi kearah ku.
"Ehehe, temen kaka?"
Yuuki sepertinya ingin mencairkan suasana yang sebenarnya sudah sangat cair.
"Bukan, mana mungkin aku berteman dengannya."
"Mana mungkin aku bisa berteman dengannya."
Suara kami saling tumpang tindih, dan akhirnya hanya memberikan kejelasan pada bagian "Berteman dengannya."
Karena Yuuki tak terlalu peduli dengan jawaban kami, dan juga dia hanya berniat untuk mencairkan suasana, dia tak merespon apapun lagi setelah itu.
Di meja persegi panjang ini, aku duduk di sebelah Yuuki dan di seberang ku Billy duduk di mana makanan sudah siap untuknya.
Billy mulai kembali menyisir rambutnya ke belakang, mungkin saja itu semacam tradisi sebelum makannya.
Makan malam berlalu, setelah Yuuki selesai membersihkan bekas makan kami, dia kembali ke dalam kamarnya dan tak pernah keluar lagi.
Hujan yang dari tadi menjadi musik latar antara aku dan Billy akhirnya perlahan berhenti, tapi karena sudah larut malam, aku mengajaknya untuk menginap.
Yah, sebenernya bukan itu tujuan ku.
Di tempat tidur yang sama, dengan rintikan hujan yang masih terdengar, malam yang hening serta sangat dingin aku sedikit kembali mengungkit masalah tadi.
"Jadi, kenapa dengan orang tuamu?"