Hari ini aku dan Han mengikuti sebuah pesta yang dilakukan semua kepala perusahaan yang ada di seluruh dunia. Saat pesta aku melihat banyak orang yang sedang menikmati pasta ini, ya walaupun aku menikmatinya tapi aku terus waspada.
Sebelum pesta, Caca dan Cici telah memberitahukanku kalau Sino juga hadir di pesta ini, jadi aku menyembunyikan jarum-jarumku di tempat yang tersembunyi jadi kalau aku benar-benar di culik aku bisa menggunakan jarumku saat waktunya tiba nantinya.
Aku menikmati minuman ringan yang tersedia sambil memakan sedikit desert. Selama aku di pesta aku merasa ada sepasang mata yang dari tadi menatapku, tapi saat aku mencarinya aku tidak menemukan siapapun
"Ada apa sayang?" tanya Han
"Tidak ada, mmm Han kalau nantinya aku di culij, jangan mencariku ya dan segeralah melakukan rencana yang telah kita sepakati." gumamku tersenyum manis dan Han langsung memelukku erat
"Ya, jaga dirimu baik-baik istriku. Dan lekaslah kembali." gumam Han pelan
"Mmm Ya, kamu tenang saja.
"Oh ya... Aku mau bilang padamu sayang... Kalung hadiah ulang tahunmu adalah penyadap, jadi aku bisa tahu apa yang mereka lakukan padamu. Kalau mereka menyiksamu aku akan melakukan rencanaku!" bisik Han serius
"Eeh jangan Han nanti.."
"Tenang saja, kami para dewan sudah memiliki rencana kami sendiri"
"Oh mmm baiklah, jangan sampai pengorbananku sia-sia Han..."
"Ya aku tahu sayang, kamu tenang saja" gumam Han tersenyum manis kearahku.
Setelah pesta makan malam, Han melakukan pertemuan dengan para petinggi perusahaan yang hadir dalam pesta itu. Aku tidak melihat Sino sama sekali di ruangan pertemuan ini, jadi aku berencana untuk mencarinya sendiri
"Han, aku mencari Sino ya. Nampaknya dia tidak ikut pertemuan" bisikku pelan, Han menggenggam erat tanganku seperti takut kehilanganku
"Tenang saja sayang, kita akan bertemu lagi cepat atau lambat" gumamku mencium Han dan tersenyum manis kearahnya
"Mmm baiklah, hati-hati istriku" gumam Han melepaskan genggamananya.
Aku keluar ruang pertemuan dan berjalan menyusuri lorong, aku sama sekali tidak menemukan siapapun digedung ini. "Apa Kak Sino tidak jadi kesini ya?" gumamku dalam hati
Tepat di lorong dekat toilet, tiba-tiba ada seseorang yang menarikku dan mendorongku ke dinding. Seseorang itu memakai topeng wajah dengan senyum khas milik Kak Sino. "Akhirnya datang juga" gumamku dalam hati.
"Si... Siapa kamu!!" teriakku menahan sakit, tekanan Sino sangat kuat bahkan membuatku kesulitan bernafas
"Lama tidak berjumpa wanitaku." gumam Sino membuka topengnya
"Kaaak... Kak Sino?" gumamku pura-pura terkejut
"Ohh malam ini kamu sangat cantik ya malaikat kecilku." gumam Sino menciumku lembut
"Ke... Kenapa kak Sino ada disini?" gumamku mencoba melepaskan diriku tapi aku tidak bisa melakukan apapun. "Dan sudah aku duga aku akan lebih lama melepaskan diriku" gumamku dalam hati
"Kenapa ya? Aku hanya ingin memenuhi janjiku kepadamu"
"Janji? Bukannya kak Sino berjanji akan bertemu denganku di perang mafia nantinya?" gumamku pelan
"Sebentar lagi perang mafia, jadi sebelum itu aku ingin bersama denganmu malaikat kecilku" gumam Sino terus menciumku
"Kak Sino sudahlah aku... Aku tidak bisa nafas" gumamku pelan
"Oh benarkah? Padahal aku masih ingin bermain denganmu." gumam Sino mempermainkanku
"Uukkhh kak Sino hentikan" gumamku terus memohon tapi Sino tidak menghentikan tangannya
"Dia milikku kakak!!" protes Ade berjalan kearah kami
"Milikmu? Heeeh dia milikku sejak dulu benarkan Sani..." gumam Sino pelan
"Kakak hentikan!" gerutu Ade kesal
"Kau pakek aja tuh si Cahya, aku gak butuh" gumam Sino memelukku erat
"Kakak!!" teriak Ade kesal
"Arthur bawa anak kecil ini kembali. Mengganggu moodku" gaerutu Sino kesal
"Baik tuan muda" gumam Arthur menarik Ade pergi
"Hmmm..." desah Sino menciumku kembali
"Apa yang kak Sino inginkan sebenarnya?" gumamku pelan sambil terus mengatur nafasku
"Aku hanya ingin kamu malaikat kecilku"
"Ingin aku? Kan kak Sino menolak cintaku waktu itu kenapa kakak mau... Uukkhhh" rintihku kesakitan saat Sino mennggigit leherku
"Karena kamu masih kecil dan belum waktunya mendapatkan cintaku"
"Tapi Kak Sino!"
"Tidak ada tapi-tapi, kamu milikku sampai kapanpun tetap milikku Sani, kamu harus ikut denganku"
"Ikut dengan kak Sino? Aku tidak ingin menjadi alat pwmbunuh lagi kak Sino, aku sudah lelah" desahku pelan
"Oohh benarkah?" Sino meraba pakaianku yang membuat wajahku memerah
"Kemana senjata dan pedangmu?" tanya Sino terkejut
"Aku sudah bilang, aku capek menjadi alat pembunuh kak Sino."
"Oh kalau begitu lebih mudah aku membawamu"
"Membawaku kemana?" tanyaku terkejut
"Membawamu ke kerajaanku lah" gumam Sino terus menciumku
"Aku gak mau!!"
"Kamu harus mau!!"
"Aku gak mau kak Sino, aku... Aaakkhh" rintihku kesakitan saat Sino kembali menggigit leherku kuat
"Kamu harus ikut denganku Sani, aku membutuhkanmu, kamu wanitaku" gumam Sino menggenggam tanganku erat. Ingin sekali aku menangis tapi aku hanya bisa menangis pelan, benar kata Han kalau aku menolak aku akan disiksa oleh mereka ini
"Kamu menangis?" tanya Sino menatapku dengan terkejut. Aku hanya terdiam dan menundukkan kepalaku. Sino memelukku dan terus menciumku.
"Sani ikutlah denganku... Aku mohon" gumam Sino pelan."Tunggu! Kak Sino memohon?" gumamku dalam hati terkejut
"Ba... Baiklah aku ada syarat untukmu." gumamku pelan
"Syarat? Hmmm baiklah hanya tiga syarat saja" desah Sino mengalah
"Apa syaratmu?" gumam Sino menatapku dingin
"Yang pertama, lepaskan anakku kak Sino" gumamku pelan
"Tidak masalah, nanti aku lepas."
"Tidak mau, aku ingin tahu secara langsung!!"
"Hmmm baiklah..." desah Sino menjentikkan tangannya dan datanglah dua orang bawahan Sino yang membawa Satria ke arah kami. Aku melihat tubuh mungil Satria yang terluka di depanku, melihat itu aku sangat kesal tapi aku harus menahannya
"Antarkan anak kecil itu ke kamar Han" gumam Sino dingin
"Baik tuan muda" gumam bawahan Sino berjalan meninggalkan kami kembali
"Sudah kan, apalagi syaratmu?" gumam Sino menekan tubuhku lagi
"Yang kedua aku tidak ingin siapapun mafia pemberontak yang menemuiku.."
"Kenapa?"
"Apa kamu tidak takut kalau aku akan dibunuh?" gumamku pelan
"Mmmm baiklah... Lalu apalagi?"
"Yang terakhir, jangan membuatku hamil anakmu!" gumamku dingin
"Kenapa? Apa kamu tidak ingin punya anak denganku wanitaku?" gumam Sino menatapku dingin
"A... Aku habis keguguran kak Sino, apa kau tidak kasihan denganku.." gumamku bermuka sedih
"Hmmm ya aku tahu. Tapi kamu tidak boleh menolak kalau aku bermanja denganmu!"
"Tapi kak Sino."
"Tidak ada tapi-tapi!!" protes Sino kesal
"Ba... Baiklah" desahku mengalah.
"Baguslah, memang kamu wanita yang penurut seperti dulu malaikat kecilku" desah Sino tersenyum ke arahku dan menggendongku
"Oh benarkah?" gumamku pelan
"Ya apa kamu tahu walaupun aku menolakmu tapi kamu tetap aku anggap pacarku bahkan sampai sekarang."
"Pa... Pacar?" tanyaku terkejut
"Ya aku mengatakan yang sebenarnya" gumam Sino sambil terus menggendongku pergi dari bangunan itu
"Kenapa? Kenapa kak Sino.." gumamku pelan
"Karena kamu milikku dan kamu selamanya permaisuriku. Tidurlah istriku, bermimpilah tentangku..." gumam Sino membungkamku dengan bibirnya
"Tidur? A... Apa yang kak... Sino lakukan..." desahku memejamkan kedua mataku. Aku tidak tahu kenapa tapi ciumannya yang terakhir membuatku sangat mengantuk bahkan membuat tubuhku sangat lemas, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang aku lakukan hanyalah melakukan rencana yang sudah aku rencanakan sebelumnya