Di saat aku tidur, aku mendengarkan curhatan Sino kepadaku, entah masalah apapun yang dihadapi Sino aku tahu. Sino curhat kalau aku sedang tertidur saja, ealaupun nampak membosankan tapi mau tidak mau aku harus berpura-pura tidur kalau Sino curhat kepadaku.
"Yaaah begitulah istriku, aku tidak tahu harus berbuat apa. Kalau aku tidak mengikatmu dengan janji jiwa, aku... Aku akan kehilanganmu." ucap Sino pelan. Aku membuka kedua mataku dan menatap Sino serius.
"Kehilanganku?"
"Ka... Kamu tidak tidur?" tanya Sino terkejut.
"Aku... Uuugggghhh.." rintihku kesakitan saat Sino menggigit leherku kuat.
"Kenapa kamu tidak tidur?" gerutu Sino kesal.
"A... Aku tidur, cuma aku memang sudah bangun kok kak Sino...." Tanpa kata apapun Sino hanya terdiam dan terus menggigit lehetku. Aku tahu, dia menggigitku untuk menyembunyikan wajah malunya itu, itulah kenapa dia selalu menggigitku kalau apa yang dia lakukan selalu ketahuan olehku.
"Kak Sino, kenapa kamu menyiksaku? Kenapa kamu melakukan janji jiwa kepadaku? Kenapa kamu mengikatku?" tanyaku pelan.
"Kenapa kamu ingin tahu?"
"Aku hanya penasaran saja, Dulu memang aku mencintaimu kak Sino tapi kamu menolak cintaku. Sekarang kenapa kamu sangat ingin menyiksaku kak Sino? Bahkan kamu mengikatku dengan janji jiwa kak Sino?" tanyaku serius.
"Kamu tidak perlu..."
"Aku harus tahu! Saat ini aku terikat olehmu, walaupun bagimu itu tidak penting tapi bagiku penting!" teriakku kencang, Sino melepaskan gigitannya dan menatapku serius.
"Apa kau rela ku siksa hanya demi mencari informasi mafia pemberontak Sani?" tanya Sino serius.
"Tidak, aku..."
"Kau tidak bisa membohongiku Sani! Kau hanya ingin mencari celah agar bisa membunuhku, benarkan?"
"Tidak... Aku..." gumamku pelan.
"Aku tahu apa rencanamu Sani, kamu tidak bisa.."
"Aku mencintaimu kak Sino, aku sungguh-sungguh mencintaimu." teriakku menatap mata Sino.
"Apa?"
"Aku mengatakan yang sebenarnya, aku rela kau siksa karena aku masih mencintaimu. Aku tidak bisa melukai orang yang aku cinta dan aku benar-benar tidak bisa membunuhmu..." gumamku pelan
"Walaupun tanganku ingin sekali membunuhmu tapi hatiku selalu menolak untuk melakukannya." gumamku pelan.
"Sani..."
"Disaat pertama kali bertemu kamu dan kamu mengajakku untuk mengikutimu, aku sangat ingin melakukannya tapi aku tidak bisa karena aku terikat oleh Han. Bisa bersamamu kali inipun karena aku bisa membujuk Han dengan alasan yang kamu ketahui, kalau aku benar-benar ingin membunuhmu. Pasti aku akan melakukannya dari dulu!"
"Lalu kenapa kamu ingin tahu?"
"Kenapa aku bertanya kepadamu? Karena ingin tahu apakah kamu melakukannya hanya ingin membunuhku secara perlahan atau karena memang ini hukumanmu buatku." gumamku pelan.
"Hmmm..." desah Sino melepaskan ganggaman tanganku.
"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menunjukkan rasa cintaku kepada orang yang aku cinta. Aku selalu memberi kebebasan kepada orang yang kusuka tapi mereka selalu meninggalkanku."
"Saat aku bertemu denganmu di restoran itu, tiba-tiba saja aku mencintaimu dan aku ingat kalau kamu gadis yang selalu berusaha mendapatkan cintaku saat akademi dahulu. Aku ingin sekali memilikimu dan aku mengurungmu disini karena aku... Tidak ingin kehilanganmu." ucap Sino pelan.
"Menyiksaku dan mengurungku karena takut kehilanganku?"tanyaku terkejut.
"Ya, aku mencintaimu Sani. Aku benar-benar.... Mmmm" aku mencium bibir Sino yang membuat Sino terkejut melihatku.
"Aku juga mencintaimu kak Sino." desahku kembali mencium Sino. Aku mendorong Sino dan menekan tubuhnya sambil menatap Sino dengan penuh cinta.
"Oh benarkah? Apa ini trik melarikan diri darimu malaikat kecilku.
"Melarikan diri ya? Aku tidak akan berfikir untuk melarikan diri saat ini, bentar lagi perang mafia. Aku sudah lelah memimpin mafia jadi lebih baik aku menikmati indahnya hidup bersamamu sebelum aku mati pangeranku." gumamku kembali mencium Sino yang membuat wajahnya memerah.
"Apa kak Sino ingat aku pernah berkata ingin menyiksamu?" gumamku serius.
"Menyiksa? Apa ucapanmu saat di taman akademi dulu?"
"Ya, aku sangat ingin menyiksamu sekarang pangeranku." gumamku menggigit lembut telinga Sino.
"Kalau kamu ingin, siksalah a... Uuugghhh..." rintih Sino menahan sakit saat aku menggigit lehernya kuat.
"Aku Sani Shin, atas nama langit dan bumi bersumpah sampai kapanpun kamu adalah milikku sampai kapanpun kamu adalah suamiku dan sampai kapanpun aku bisa mengendalikanmu apapun yang terjadi. Saat ini nyawamu adalah milikku dan hanya aku yang boleh membunuhmu pangeranku. Aku ingin selalu bersamamu dan selalu mencintaimu, janjiku, janjimu, janji kita sampai kapanpun tidak akan ada yang bisa menghilangkannya, jiwamu dan jiwaku adalah taruhannya..." gumamku pelan. Aku melepaskan gigitanku dan terjatuh di atas tubuh Sino.
"Ka... Kamu melakukan janji jiwa kepadaku?" tanya Sino terkejut.
"Ya, apa aku salah?"
"Tidak, hanya terkejut saja." gumam Sino mendorongiu dan menekan tubuhku kuat.
"Apa memang kamu ingin melakukan janji jiwa denganku sehingga kamu tidak melakukan janji jiwa dengan Han?"
"Tidak juga, aku melakukan janji jiwa kepada kalian berdua." gumamku pelan.
"Tapi bukannya?"
"Apa aku melakukan janji jiwa dengan siapapun salah?"
"Kamu harusnya melakukan janji jiwa kepada satu pria Sani!"
"Aku tahu, jiwaku sudah aku bertaruhkan untuk kalian berdua, lagi pula hidupku tidak berguna kok. Mending aku berikan kepada dua orang yang aku cinta." gumamku pelan.
"Apapun yang terjadi kamu milikku Sani, dan tidak aku ijinkan siapapun yang memilikimu!" gumam Sino mempermainkanku.
"Apa kamu ingin menyiksaku kak Sino?"
"Ya, aku ingin... Menyiksamu."
"Kak Sino ... Sakitlah!!"
"Oh benarkah? Padahal aku hanya menggigitmu pelan."
"Tapi sakit tahu!"
"Oh kamu sekarang sudah bisa protes ya..."
"Uuuggghhh..."
"Aku senang akhirnya bisa memilikimu istriku."
"Oh benarkah? Akuuu ..."
"Kamu istriku sekarang, janji jiwa kita yang mengikatnya istriku. Kamu... Tidak bisa lari dari genggamanku."
"Kak Sino.... Aku..."
"Aku tidak peduli, aku ingin sekali menyiksamu."
"Haaaahhh..."
"Aku mencintaimu Kak Sino..."
"Aku juga... Mencintaimu malaikat kecilku." desah Sino menciumku dan memelukku erat.
Toookkk... Tooookk...
Di depan ruangan aku mendengar ada seseorang yang mengetuk pintu dengan keras, Sino mengambil selimut di sampingku dan menyelimuti tubuh kami berdua. Saat pintu terbuka aku melihat Cahya yang sangat terkejut melihat kami berdua.
"Ada apa?" tanya Sino dingin.
"Eee... Aa.. Anu tuan muda..."
"Ngomong yang jelas!"
"Tuan Ade mabuk berat tuan muda dan dia..."
"Kalau begitu kamu tahukan apa yang ingin kamu lakukan?"
"Tapi tuan muda!"
"Kan aku sudah mengatakannya padamu kan. Kau milik Han dan kamu juga mencintai adikku, ya sudah lakukan apa yang ingin kamu lakukan."
"Tapi tuan muda, a... Aku mencintaimu." gumam Cahya pelan.
"Mencintaiku? Apa yang membuatmu mencintaiku?" gerutu Sino dingin.
"Uuuggghhh... Kak Sino..." rintihku pelan.
"Aku ... Aku.."
"Aku sudah pernah mengatakannya kan aku tidak mencintai siapapun." gumam Sino mengusap pipiku lembut.
"Kalau begitu, kenapa kamu melakukan itu dengan Sani!!" protes Cahya kesal.
"Aku memang tidak mencintai siapapun tapi aku mencintai Sani, aku mau melakukan apapun dengan wanitaku tidak boleh ada yang mengganggu, lagi pula Sani adalah milikku!" guman Sino menciumku lembut.
"Padahal kan syarat Sani!!"
"Memang, syaratnya aku tidak boleh menghamilinya tapi dia sekarang milikku dan lagi, kami telah terikat janji jiwa. Seperti perkataanku sebelumnya, kalau Sani berada di genggamanku dan melakukan janji jiwa denganku sama saja Sani menyerahkan hidupnya untukku dan apapun yang aku mau aku tidak akan melepaskannya. Lagi pula taruhan kali ini dimenangkan oleh Sani jadi dia boleh mendapatkan cintaku. Sekarang tugasmu... Melayani adikku dan bawahanku seperti taruhanmu Cahya!" gumam Sino serius. "Tunggu! Apa!!!" teriakku dalam hati terkejut.
"Aku tidak mau! Ini tidak adil!!" teriak Cahya kencang. Mendengar Cahya terus mengoceh tidak jelas, Sino menepuk kedua tangannya dan banyak bawahan Sino yang menarik Cahya keluar kamar.
"Huuh mengganggu saja." gumam Sino kembali mempermainkanku.
"Kak Sino... Taruhan... Apa yang kamu maksud?" tanyaku terengah-engah.
"Ya taruhan kalau kamu masih mencintaiku dan melakukan jiwa kepadaku, aku akan menjadi suamimu, aku akan melayanimu dan Cindy akan melayani bawahanku dan juga adikku itu tapi kalau kamu kabur dari sini ataupun melukaiku maka Cindy yang akan melayaniku dan menjadikanku kelinci percobaan seperti Han itu."
"Ohhh... Benarkah?"
"Ya begitulah." desah Sino terjatuh di atas tubuhku.
"Dan aku bersyukur kamu menyelamatkanku dari wanita gila itu."
"Haah tapi kak Sino melanggar syaratku!"
"Aku tidak peduli, aku ingin memiliki anak denganmu!"
"Tapi kak... Uugghhh.."
"Aku tidak peduli, kamu telah jatuh di dalam perangkapku wanitaku. Kamu tidak akan bisa lari dari perangkapku walaupun kau berusaha menghindarinya. Lagi pula janji jiwa kita akan selalu mengikatmu untukku dan mengijaymu untuk Han." gumam Sino menggigit leherku.
"Oooh ya, aku tahu itu." desahku memejamkan kedua mataku.
"Seperti janji jiwaku padamu. Mulai saat ini kamu adalah permaisuriku dan juga istriku, sampai kapanpun tubuhmu adalah milikku Sani."
"Haaah..." desahku mengatur nafasku yang masih terengah-engah.
Aku mendengar taruhan antara Cahya dan Sino membuatku sangat terkejut bahkan aku sendiri terperangkap oleh perangkap Sino. Aku melakukan janji jiwa kepadanya agar aku bisa menjadikannya bonekaku agar aku bisa mengendalikannya tapi tidak aku sangka prediksi wakilku tentang janji jiwanya itu salah malah janji jiwa Sino adalah mejadikanku istrinya dan juga sekarang tubuhku milik Sino seutuhnya, ya memang Sani tetap saja bodoh dalam melakukan sesuatunya.