Sudah berbulan-bulan aku berada di tangan Sino bahkan aku juga sudah muak untuk disiksa seperti ini. Aku tidak tahu masalah apa yang membuat kak Sino seperti sangat dendam kepadaku sehingga dia menyiksaku seperti tahanan pribadinya, walaupun dia suka menyiksa tapi terkadang Sino selalu ingin manja denganku.
Semuak apapun aku, aku tidak bisa memberontak ataupun meloloskan diriku. Borgol yang dibuat Sino bukan borgol biasa, tidak ada kuncinya sama sekali bahkan nampak sangat polos bila di lihat jadi akan sangat susah untukku memberontak.
Cekreeeekk
Terdengar suara pintu ruangan ini terbuka, aku melihat Sino yang berjalan kearahku dengan muka sedih. Karena aku terborgol di kursi Sino mengambil kursi di dekatku dan menyandarkan kepalanya ke bahuku
Setiap masuk ke kamar Sino selalu berganti-ganti raut wajah saat bersamaku, entah dia senang entah di marah atau entah dia sedih, Sino selalu menunjukkan wajah aslinya kepadaku dan juga Sino selalu melampiaskannya kepadaku. Walaupun dia terlihat menyebalkan saat menyiksaku tapi kalau dia menunjukkan wajah sedihnya membuatku sedih.
"Ada apa kak Sino?" gumamku pelan, tanpa berkata apapun Sino hanya menggelengkan kepalanya
"Apa ada yang kak Sino ceritakan?" gumamku pelan
"Hanya rindu..."
"Rindu dengan siapa?"
"Dengan keluargaku."
"Apa kamu sendirian?" tanyaku pelan dan Sino hanya mengangguk pelan
"Hmmm, ada bawahanmu, ada adikmu jadi jangan khawatir."
"Ade bukan adik kandungku. Aku tidak punya keluarga. adik kandungku juga meninggal." gumam Sino pelan. Air mata Sino mengalir membasahi pakaianku, aku sangat terkejut melihat Sino yang menangis pertamakalinya. Aku berusaha mengusap punggungnya dengan tanganku yang terborgol.
"Jangan bersedih kak Sino, kan ada aku..." gumamku berusaha tersenyum, Sino menatapku terkejut dan memelukku erat
"Ya... Ya benar, aku hanya punya kamu. Aku hanya punya kamu seorang malaikat kecilku." gumam Sino pelan
"Jadi jangan sedih ya kak Sino." bisikku di telinga Sino dan Sino mengangguk pelan.
"Apa kamu capek?" guman Sino pelan dan aku mengangguk
"Mmmm, aku lepas sementara ya borgolnya." gumam Sino melepaskan borgolku dengan mudah. "Astaga pakai kode ternyata kalau ingin membuka borgol ini.. Pantas susah bukanya" desahku dalam hati
"Sudah..." gumam Sino tersenyum manis padaku
"Makasih..." gumamku pelan
"Tapi jangan kira kamu tidak aku borgol lagi malaikat kecilku"
"Ya aku tahu kok" gumamku menyandar tubuhku di kursi
"Kamu belum makan kan? Aku suapin ya..." gumam Sino berjalan ke meja makan. Aku menatap Sino dari belakang, kalau menyerangnya sekarang tidak akan mungkin karena aku takutnya dia akan menyiksaku lebih parah lagi.
"Aku suapin ya malaikat kecilku.." gumam Sino menyuapiku dengan lembut. Aku menatap wajah Sino yang sangat senang, apa aku bilang ada aku yang menemaninya dia sangat senang?
"Ada apa malaikat kecilku?"
"Eee... Mmm tidak apa-apa kok" gumamku mencoba tersenyum
"Apa kamu senang kalau aku lembut denganmu seperti ini?"
"Ya, aku merasa kalau kamu benar-benar kak Sino yang ku kenal"
"Oh benarkah? Kalau kamu menginginkan itu, aku akan memberikannya kepadamu malaikat kecilku."
"Benarkah? Lalu kenapa Kak Sino menyiksaku?" gumamku pelan. Sino meletakkan piring makanan di meja depanku dan menjatuhkanku ke tempat tidur.
"Apa kamu ingin tahu alasannya?" gumam Sino menatapku dingin.
"Ya, aku ingin tahu.." gumamku pelan
"Kenapa kamu ingin tahu malaikat kecilku?" gumam Sino mencengkeram kedua tanganku sambil menggigit leherku pelan
"Uuugghhh..." rintihku pelan
"Kamu tidak perlu tahu malaikat kecilku"
"APA KAK SINO INGIN MEMBUNUHKU!" teriakku kesal. Sino melepaskan gigitannya dan menatapku terkejut
"Ke... Kenapa kamu berpikir aku akan membunuhmu?" gumam Sino melepaskan genggaman tangannya
"Setiap hari kak Sino siksa aku apa kak Sino kira aku akan bisa bertahan kak. Penyakitku yang menyakitkan kambuhpun apa kak Sino tahu?" protesku kesal
"Kalau kak Sino ingin aku mati, aku bisa kok mati sekarang!" gumamku mengambil pedang di pakaian Sino dan mengarahkannya ke dadaku, dengan cepat Sino menahan senjatanya dengan tangan kanannya yang membuat darahnya mengalir ke pakaianku
"Aku tidak akan mengijinkanmu melakukannya!"
"Kalau begitu bunuh aku saja kak Sino! Bunuh aku!!" teriakku kesal. Sino membuang pedangnya dan memelukku erat
"Tidak, aku tidak ingin membunuhmu, aku tidak bisa melukaimu, aku... Aku tidak bisa" gumam Sino pelan, aku hanya terdiam tanpa kata.
Toookk.. Tookkk... Tookk
"Permisi tuan muda" ucap seorang bawahan Sino pelan
"Ada apa?"
"Sudah waktunya rapat tuan muda"
"Ohh.." desah Sino menunjukkan wajah dinginnya dan pergi dari ruangan.
"Hmmm jadi kotor lagi kan pakaianku.." desahku pelan
Aku terduduk di tempat tidur dan melihat pintu ruangan tidak terkunci, aku sedikit mengintip di luar tidak ada siapapun. Ingin sekali aku pergi dari tempat ini tapi tidak akan mungkin apalagi aku takut kalau ini adalah jebakan yang di buat Sino untukku lagi
"Hmmm..." desahku menutup pintu dan terduduk di lantai. Aku menatap kedua tanganku dan kedua kakiku yang dipenuhi oleh luka-luka dari Sino.
Aku melihat di depanku ada pedang milik Sino, aku mengambil pedang itu dan melihat ada racun yang mengelilinginya.
"Racun level SSS?" gumamku terkejut saat mengetahui kalau racun di pedang itu adalah racun yang sama dengan racun milikku.
"Tapi kenapa dia tidak kenapa-napa ya?" gumamku pelan.
"Lalu dari mana dia memiliki racun yang sama denganku?" gumamku bingung
Aku mengambil sapu tanganku dan mengambil racun itu dengan perlahan. Aku mengamatinya dengan serius dan dugaanku salah ternyata racun miliknya adalah racun level SSS tingkat tinggi yang sama denganku. Pantas saja Sino sangat santai saat mengetahui Cahya terkena racun milikku.
"Hmmm..." desahku pelan, aku memasukkan sapu tanganku sedikit menggoreskan tanganku pelan. Walaupun aku sering terkena racunku sendiri tapi rasa sakit yang kuat biasa aku rasakan saat terkena racun itu
"Aaaauuuu..." rintihku terjatuh ke lantai
"Ter... Ternyata berbeda dengan milikku..." desahku pelan. Terkena racun itu membuat penyakitku kembali kambuh, rasa nyeri di dadaku terasa sangat menyakitkan
"Kamu kenapa?" tanya Sino terkejut sedangkan aku hanya terdiam
"Apa kamu melukai dirimu dengan pedangku?" gumam Sino dingin, aku hanya memejamkan kedua mataku dan terdiam tanpa kata.
Tiba-tiba aku merasakan rasa sakit luar biasa di lenganku, aku membuka mataku dan melihat Sino meneteskan obat penawar yang sama dengan milikku.
"Apa kamu merasa baikkan?" tanya Sino pelan, aku menggelengkan kepalaku pelan
"Hmmm" desah Sino menggendongku ke tempat tidur dan terus menatapku dengan tatapan bingung
"Uhhuukkk... Uhhhuukkk..."
Aku terus terbatuk-batuk tanpa henti, walaupun dengan obat penawar racun pun tidak akan bisa mengobati penyakitku. Sino memegang dahiku dan menatapku dengan terkejut
"Kamu panas?" gumam Sino berlari keluar ruangan, rasa sakit di dadaku masih sangat terasa menyakitkan
"Dok, dia panas dan gak berhenti-berhenti terbatuk, padahal aku sudah memberikannya obat penawar" gumam Sino menjelaskan kepada seorang pria tampan di sebelahnya, aku menatap pria itu dan terkejut melihat pria itu adalah Boy ketua kelasku saat sekolah dulu
Boy memeriksaku dan menggelengkan kepalanya, apalagi Boy tahu masalah penyakitku yang hampir membuat satu kelas ketakutan kalau aku akan mati di dalam kelas
"Dia panas dan batuk bukan karena racun anda tuan muda" gumam Boy pelan
"Lalu karena apa?"
"Itu karena penyakit bawaannya. Dia memiliki obat khusus untuk mengobati penyakitnya. Dulu saat sekolahpun penyakitnya sering kambuh, tapi Han selalu datang membawakan obatnya." jelas Boy pelan. "Han? Jadi dia yang memberikan obat untukku?" gumamku dalam hati
"Ambil obat itu dari Han!!" teriak Sino serius
"Kami sudah melakukannya tuan muda tapi kami tidak menemukannya tuan muda"
"Apa tidak ada obat yang lain?"
"Tidak ada tuan muda"
"Hmmm, baiklah kamu bisa pergi.." desah Sino terduduk di sampingku dan Boy pergi dari ruangan, aku tidak menyangka orang-orang yang mengenaliku bergabung dengan mafia pemberontak padahal mereka orang terdekatku
"Sani... Apa kamu tidak membawa obat?"
"Tidak..." gumamku pelan
"Kenapa tidak membawa obat?"
"Karena jarang kambuh saja" gumamku terpejam
"Hmmm, apa kamu masih merasakan sakit?"
"Ya... Dikit...Kamu khawatir?" tanyaku pelan
"Ya aku sangat khawatir"
"Aku tidak apa kok Sino..." gumamku pelan
"Jangan membohongiku Sani..."
"Aku tidak berbohong, aku baik-baik saja. Kalau aku mati ya udah matilah" desahku pelan
"Kenapa kamu ingin sekali mati?"
"Aku tidak punya siapa-siapa, walaupun aku punya seorang kakak tapi dia lebih mementingkan wanitanya dan juga keluarga Li. Aku dari dulu emang ingin saja mati tapi aku harus mencari tahu sesuatu. Walaupun aku belum mendapatkan jawabannya tapi aku sudah tidak kuat hidup lagi" gumamku pelan, Sino hanya terdiam dan beranjak dari tempat tidur
"Aku ada urusan, kamu istirahatlah" gumam Sino berjalan meninggalkanku
"Hmmm, udah tahu lagi sakit ditinggal pula!" gerutuku kesal
Aku memejamkan kedua mataku dan tertidur, untungnya penyakitku sudah mereda kalau tidak aku pasti akan kesulitan bernafas seperti dulu. Hari ini aku bisa melihat bagaimana Sino kalau menangis di depanku dan juga betapa khawatirnya kalau melihatku sakit, tapi ya sudahlah aku tidak ingin memikirkan sesuatu, aku hanya ingin istirahat tanpa tangan terborgol lagi