Zayyad meraba saku jasnya untuk menemukan ponsel, detik itu ia teringat ponselnya sudah rusak. Ruangan sempit ini semakin menyesakkan dalam keadaan gelap. Setidaknya sedikit cahaya, mungkin dapat menenangkan wanita itu yang nyaris hampir mati ketakutan.
Meraba-raba sekitar lantai, ia menemukan tas tangan Alina. Ia pun membuka nya dan mengambil ponsel wanita itu. Akhirnya ia menyalakan senter dari ponsel milik Alina. Cahayanya lebih dari cukup untuk menerangi ruangan kecil ini.
Saat itulah ia menemukan, wanita yang jatuh pingsan di lengannya, matanya perlahan terbuka. Dan detik itu pula ia kehilangan kontrol-
"Ugh!" Seteguk cairan asam tumpah mengotori pundak wanita itu. Zayyad terkesiap, perlahan ia meletakkan wanita itu di bawah. Menutup mulutnya, ia berusaha menekan gejolak asam dari perutnya agar tidak melakukan kesalahan kedua kalinya.
"Maaf!" Zayyad memasang tampang menyesal. Ia sudah siap menerima amukan wanita itu. Hanya saja lama ia menunggu, hal tersebut tidak terjadi.
"Hah..hah.." Nafas Alina memenuhi ruangan yang sunyi. Mata hitam itu kosong, sesekali bergetar tak tenang. Sepertinya kesadaran wanita itu belum sepenuhnya pulih.
Merogoh sapu tangan di saku jasnya, ia ingin menyerahkan pada Alina. Tapi wanita itu sudah bangun, berdiri dan terus berlari kearah pintu lift yang tertutup rapat.
Ia dengan panik menyentuh sembarang asal tombol berharap pintu lift terbuka. Hanya saja segalanya nihil, pintu besi itu masih enggan terbuka.
Zayyad nyaris hampir terlupa. Ada tombol emergensi di setiap lift perusahaan. Ia pun segera menemukan tombol itu dan menekan nya.
"Seseorang apakah mendengar saya? Saya dan istri saya terjebak di lift CEO lantai 50"
"Baik! Kami akan segera mengirimkan pertolongan pak"
Di samping Zayyad yang sama sekali tidak terpengaruh dengan kekacauan di lift.
Alina yang baru saja siuman dari syok beratnya. Kembali takut dan menggigil di tempat. Memeluk dirinya erat, ia berjuang keras untuk melawan rasa takutnya. Tapi bayang-bayang masa lalunya kembali datang menghantui nya.
Situasi nya saat ini, membuat nya terjerat dalam masa-masa kelam itu. Matanya yang bergetar, perlahan meluruhkan air mata seperti gerimis dari langit.
Setelah berusaha berkali-kali menekan tombol-tombol. Ia pun berjongkok di tempat dalam keadaan pasrah, kepalanya tertekuk dengan kedua tangan memeluk lehernya erat.
Tubuhnya yang bergetar hebat jelas sekali ia butuh seseorang untuk menenangkan nya. Hanya saja Zayyad tidak berdaya melakukan apapun. Tadi saja ia sudah muntah, jika ia bergerak mendekati wanita itu lagi. Bisa saja ia jatuh pingsan karena sudah melebihi batas pertahanan nya.
"Pintu- ke-kenapa pintunya tidak dapat di buka" Mengangkat kepalanya, Alina mendongak kearah Zayyad.
"Bukankah katamu ini tidak akan lama?"
Ia mengatakan nya dengan suara bergetar. Air matanya satu persatu meluncur di kedua belah pipinya. Di samping terlihat menyedihkan, Ia bahkan sama sekali tidak sadar dengan cairan asam yang mengotori salah satu pundak nya.
"Bersabarlah sebentar lagi!" Hanya itu yang mampu Zayyad katakan.
Alina menggelengkan kepalanya dengan resah. Dan bernafas dengan tersendat-sendat, tangannya memukul dadanya dengan keras.
"Berapa lama lagi?"
'Aku sudah sangat tidak kuat!'
"Mungkin sekitar untuk membuat secangkir kopi"
Alina menggelengkan kepalanya. Ia tidak tau apakah masih cukup kuat untuk bertahan.
"Hah..hah.." Ruangan yang sempit ini, seakan menghimpit nya perlahan. Nyaris seperti menekan habis rongga pernafasan nya sampai patah.
'Tidak! Aku tidak boleh hilang kesadaran seperti tadi...'
Zayyad yang memperhatikan keadaan Alina kian memburuk, kembali menekan tombol emergensi dan bersuara lebih keras.
"Seseorang apakah mendengar saya? Jika memang terjadi pemadaman listrik, nyalakan saja genset nya"
"Harap bersabar pak! Ini masih dalam proses"
Mengkerut kan dahinya, Zayyad merasakan semua ini semakin aneh. Ia bahkan mulai curiga ada seseorang di balik kejadian ini.
"Hah..hah..." 'Tidak! nafas ku-'
Alina yang seakan sudah kehabisan oksigen, perlahan merosot dari duduknya dan terkulai dengan menyedihkan.
"Sepertinya aku akan mati- hah..hah.."
'Ruangan sempit ini mencekik ku!'
Zayyad yang melihat pemandangan itu, segera melepaskan lilitan dasi di lehernya.
"Bertahan lah!"
Ia mengulurkan salah satu dari ujung dasi itu pada Alina yang sudah terbaring meringkuk di bawahnya dengan tak berdaya.
"Pegang itu!"
Alina yang melihat seseorang mengulurkan ujung dasi kepadanya dengan gugup mendongak keatas.
Matanya yang berkabut samar-samar menangkap wajah yang menatapnya dengan lembut membawa rasa aman.
Perlahan Alina mengambil ujung dasi tersebut.
Dan mendadak dasi itu ditarik dari tangannya, refleks Alina memegang ujung dasi itu lebih erat.
"Lihat!" Katanya sambil menunjuk wajahnya.
"Kau tidak sendirian di sini, tapi ada aku disini bersama mu"
"Hah..hah..." Benar! Ada pria itu di sini.
"Lupakan rasa takut mu, kita hadapi ini bersama, oke?" Kata Zayyad lagi sambil memiringkan wajahnya.
"Hah..hah.." Dengan nafas yang tersendat-sendat, Alina perlahan mengangguk.
"Maaf, aku tidak dapat menyentuh mu! Aku hanya dapat melakukan ini, ku harap kau dapat memaklumi nya"
"I-ya! J-jangan lepas" Kata Alina gugup dan takut. Sedikit demi sedikit oksigen di sekitarnya mulai terkumpul kembali.
"Ya! Terus pegang itu dan aku tidak akan melepas nya" Kata Zayyad. Bibirnya melengkung keatas, tersenyum tulus.
Alina memegang erat ujung dasi itu dan begitupun Zayyad yang memegang ujung lainnya sambil berdiri.
Dasi tersebut akhirnya membentuk jembatan kecil antar mereka yang walaupun terlihat berjarak tapi terasa dekat.
___
Di sisi lain, Bakri berkali-kali menghubungi bos nya dengan cemas. Di lantai bawah sudah di penuhi oleh para wartawan dan awak media. Kedatangan mereka untuk meliput istri dari seorang CEO PT. Jaya Sejahtera.
Rasanya ini ganjil. Mereka tidak mungkin meliput hal seperti ini tanpa persetujuan dari perusahaan dulu. Apa lagi mereka cukup berani melangkah masuk ke dalam perusahaan sampai mendorong security.
Seseorang pasti sudah bekerja sangat keras untuk merencanakan hal ini.
"Pak! Kenapa ponsel anda tidak aktif di situasi genting seperti ini" Bakri dengan tak berdaya memasukkan ponselnya kedalam saku jas.
Lalu ia melihat para wartawan itu semakin tidak sabar, mereka terus mempertanyakan di mana Zayyad dan istrinya. Mereka sangat ingin mengklarifikasi apakah pernikahan itu adalah benar adanya.
"Terus kawal mereka"
"Jangan biarkan seorang pun sampai menerobos masuk kedalam" Teriak Bakri pada semua bagian keamanan perusahaan.
"Pak, apakah anda sekretaris pribadi pak Zayyad?"
"Kenapa anda melarang kami untuk meliput?"
"Apakah pernikahan yang di umumkan beberapa hari lalu oleh pemimpin besar PT Jaya Sejahtera hanyalah settingan?"
"Apakah itu dilakukan untuk menutupi ketidaknormalan pak Zayyad seperti yang di isukan?"
Satu persatu pertanyaan meluncur bagai hujan peluru yang tak berhenti. Bakri tidak tau harus menanggapi nya seperti apa. Tapi setelah memperhatikan beberapa detil dari seragam para reporter, sepertinya itu tidak asing.
Bukankah itu adalah seragam pekerja dari beberapa media yang ia tuntut beberapa hari lalu atas pencemaran nama baik?
Bakri menertawakan situasi itu dalam hati. 'Jadi seseorang sudah memancing mereka untuk menjalankan misi balas dendam terhadap bos nya?'
"Pak, terjadi pemadaman listrik! Saya tidak dapat menggunakan lift untuk keruangan pak Zayyad" Lapor salah seorang yang baru saja ia suruh untuk pergi keruangan Zayyad. Ia menyuruh seseorang untuk melapor kekacauan yang ada di bawah pada bos nya. Karena bagaimanapun juga ia tidak bisa pergi meninggalkan situasi ini begitu saja.
"Apa?"
'Aku semakin yakin.'
'Ada yang tidak beres dengan semua ini!'
___
Dear readers ♥️
Alhamdulillah, cerita yang di singkat 'IYD' sekarang sudah official di Webnovel.
Kalian tidak akan menemukan pembaruan bab nya disini, jadi bagi kalian yang penasaran akan kelanjutannya. Silakan mampir dengan mengetikkan judulnya di kolom pencarian dengan judul:
—Ikatan Yang Ditakdirkan—
Dan kalian akan menemukannya. Sudah ada seratus chapter lebih.
Semoga kalian semua sehat selalu...
Salam sayang❤️
_Sifa Azz_