Chereads / Menyembuhkan Luka / Chapter 8 - sebuah asa

Chapter 8 - sebuah asa

seminggu sudah Air tinggal di negara yang berbeda dengan keempat sahabatnya, dalam seminggu itu juga Pra semakin gencar mendekati Dayana.

kini pria yang mengenakan kemeja putih dengan lengannya digulung sampai sikut dan celana bahan berwarna abu-abu itu sedang duduk di ruangan milik sepupunya.

"serius amat lo liatin tuh handphone." sindir Gibran yang baru saja usai melihat semua laporan para pegawainya.

Pra mendengus, lalu menatap sepupunya dengan datar. "gue pergi!" ujar Pra yang berlalu menuju lift.

sementara Gibran hanya menatap tak percaya dengan sepupunya itu. "gak nyangka gue, punya sepupu yang ternyata bucinnya subhanallah sekali." gumam Gibran yang beranjak dari ruangannya menuju parkiran mobil.

ting.

nampaklah Dayana yang berdiri menanti kedatangan lift yang sudah ada Pra di sana, tatapan mereka bertemu dan sebuah senyuman terlihat.

"maaf nunggu lama." ucap Dayana saat sudah berada di samping Pra.

"gak masalah." sahut Pra yang memang tidak keberatan jika dirinya harus menunggu Dayana, apalagi menunggu sang pengisi hati membuka hati untuk dirinya.

"tadi nunggu di mana?" tanya Dayana seraya menatapnya.

"kantor Gibran." mendengar itu Dayana hanya menganggukkan kepalanya, karena ia sudah diberitahu Pra jika Gibran adalah sepupunya dari pihak keluarga sang papa.

pantas saja Dayana sempat berpikir, kenapa nama belakang Pra dengan Gibran sama, ternyata mereka masih ada hubungan keluarga.

"kita dinner dulu." cetus Pra saat mereka sudah keluar dari basement.

Dayana yang mendengar itu hanya tersenyum menyetujui, karena dirinya juga lapar dan tadi siang tidak sempat makan, saking fokus mondar-mandir ke lapangan untuk mengecek bahan-bahan keperluan untuk proyeknya.

drttt.

sebuah pesan baru masuk ke ponsel Dayana, dengan cepat ia membukanya setelah membaca nama sang pengirim.

Air Mahendra

baru pulang kerja?

jarinya dengan cepat menari di atas layar ponsel pintarnya.

Dayana.

baru aja gue balik, ini lg di jalan mau dinner dulu haha, ada apa?

Dayana memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas, namun balasan Air terlalu cepat hingga membuatnya mengambil lagi ponselnya itu.

Air Mahendra

sm anak anak?

sebelah alisnya terangkat, karena tidak mendapat jawaban dari Air yang biasanya mengirimi pesan jika ada sesuatu yang penting.

Dayana

bukan, Pra

setelah mengirim balasan, tak ada lagi pesan balasan dari Air yang baru saja mendapat matahari di negaranya.

Pra yang sejak tadi curi-curi pandang, sempat ingin menanyakan siapa yang mengirimi pesan pada Dayana, namun ia urungkan rasa penasarannya itu, dan memilih fokus dalam kemudinya.

"mau dinner di mana?" tanya Dayana yang sudah kembali menaruh perhatiannya pada Pra.

Pra meliriknya sekilas. "yang dekat komplek rumahmu." jawab Pra.

"wah kebetulan banget saya juga lagi pengen makan di sana, ternyata kesampean juga sekarang." ujar Dayana yang memang sudah lama tidak makan di sebuah restoran tradisional dekat komplek perumahannya yang terkenal sangat enak.

"berarti saya jago ya bisa tau tempat yang kamu mau datangi." sahut Pra membuat Dayana menoleh.

"jangan bilang kalau selama ini, kamu itu cenayang?" tanya Dayana yang membuat Pra terkekeh mendengarnya.

"berdasarkan apa saya disangka sebagai cenayang?"

"kalau diingat-ingat, kamu itu selalu muncul di saat saya butuh seseorang, dan kamu selalu tau apa yang saya pikirkan." jelas Dayana membuat Pra tersenyum.

"itu bukan cenayang namanya,"

"terus apa?" sela Dayana membuat Pra yang berhasil mendapat parkiran pun mematikan mesin mobilnya, lalu menatap Dayana.

"karena insting saya yang kuat sama kamu." tuntas Pra membuat Dayana melempar tatapannya ke arah lain.

Pra dan Dayana kini sedang menyantap makan malam mereka dengan kepiting soka makanan khas daerah Kalimantan Utara dan ayam betutu makanan khas daerah Bali.

"mau tambah lagi?" tanya Pra saat melihat piring Dayana sudah tersapu bersih.

"gak, soalnya udah kenyang." jawab Dayana yang tersenyum lebar karena senang bisa makan kepiting soka yang ia idam-idamkan hampir beberapa hari ke belakang.

sudut bibir Pra mengembang lagi karena tertular virus bahagianya Dayana.

"besok selesai kerja, kamu gak ada acara, 'kan?" tanya Pra saat mengemudikan kembali mobilnya untuk mengantar Dayana pulang.

"gak ada." jawab Dayana terus menatap jalanan yang mulai sepi.

"temani saya ke undangan pernikahan, ya?" Dayana yang mendengar permintaan Pra pun tersenyum.

dirinya teringat masa di mana menghadiri pernikahan mantan kekasihnya, bersama Pra yang menemaninya.

"bisa, 'kan?" tanya Pra lagi membuat Dayana menoleh.

"iya, iya, bisa Mas Praha." sahut Dayana membuat Pra tersedak ludahnya sendiri saat mendengar panggilan jahil dari Dayana.

'Mas Praha.'

"lho kenapa?" tanya Dayana yang kebingungan karena Pra batuk-batuk.

"oh, gak." ujar Pra yang sudah reda dari batuknya sembari menghentikan mobilnya berhenti tepat di depan kediaman Halim.

saat Dayana melepas sabuk pengaman dan hendak keluar dari mobil, Pra mencekal lembut lengan Dayana. "sebentar,"

Pra melepas cekalannya, lalu mengambil sebuah paper bag berukuran besar yang ia taruh di kursi penumpang belakang.

"untukmu." tuntas Pra yang menyodorkan paper bag tersebut pada Dayana yang terlihat mengangkat sebelah alisnya.

Pra yang menyadari raut wajah Dayana menampilkan pertanyaan itu pun tersenyum.

"selamat bertambahnya usia, Dayana." ucap Pra seraya menatap lekat kedua bola mata Dayana yang terkejut karena dirinya melupakan hari lahirnya sendiri.

"oh, ekhem." Dayana berdeham dan melepaskan tatapannya dari mata Pra.

"hmm, terimakasih!" ucap Dayana yang bingung harus bersikap seperti apa dan bicara apa setelah menerima kado pemberian dari Pra.

ah bodoh banget lo Sana! rutuk Dayana dalam batinnya yang mendadak kehilangan konsentrasi.

Pra masih mengembangkan senyumannya. "semoga kamu selalu menampilkan senyum cantikmu itu." gumam Pra yang samar-samar terdengar oleh Dayana.

"kenapa?"

Pra menggelengkan kepalanya sembari mengatur detak jantungnya yang sudah di luar batas kerjanya.

"ya sudah, saya turun,"

"... dan, hati-hati di jalan." tuntas Dayana tak lupa tersenyum sebelum dirinya benar-benar turun dari mobil Pra, sementara pria itu terdiam karena terkesima dengan senyuman Dayana bagai candu untuknya.

Dayana berdiri seraya menunggu mobil Pra yang mulai meninggalkan kawasan kediamannya, entah kenapa ada sedikit rasa senang yang menyelinap ke dalam hatinya.

"ternyata gue lupa sama hari ulang tahun gue sendiri." gumam Dayana yang beranjak menuju rumah.

padahal tanpa Dayana sadari, saat di kantor semua pegawai bahkan atasannya sendiri---Anggi, sudah menyiapkan kejutan untuk designer kesayangan perusahaan itu sebelum ia pulang,

namun, karena Dayana yang terburu-buru pergi karena takut membuat Pra menunggu lama tidak bisa dicegah kepergiannya oleh Rissa.

keadaan rumah sepi, karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

saat membuka pintu kamarnya dan menyalakan lampu,

surprise!

"SELAMAT ULANG TAHUN, DAYANA HALIM!" surprise keempat sahabatnya termasuk Air yang turut hadir dalam panggilan video pun berhasil.

Dayana tersenyum lebar karena para sahabatnya masih mengingat hari lahir yang sempat ia lupakan.

"terimakasih banyak sahabat-sahabatku yang tersayang!" ucap Dayana sembari meniup lilin yang sudah padam itu.

mereka pun berpelukan sembari tertawa karena sudah lama tidak melakukan pelukan bersama.

"jadi sekarang di usia lo yang tua ini, semoga bisa menjadikan lo dewasa dalam memilih pasangan yang baik dalam segalanya." harap Malik yang terdengar menyebalkan, namun Dayana aminkan karena itu doa yang baik.

dan usianya pun baru menginjak seperempat abad umurnya, tapi ya memang sih sudah memasuki fase tua.

"AYO KITA PARTY!" teriak Btari kegirangan membuat semuanya terkejut termasuk Air yang sedang memperhatikan mereka, lebih tepatnya Dayana.

semoga lo sadar dengan adanya kehadiran gue, Day.

.

.

.

.

.

TBC