Chereads / Menyembuhkan Luka / Chapter 7 - sebuah salam

Chapter 7 - sebuah salam

proyek kali ini adalah sebuah resital ansambel, jelas suatu proyek besar untuk perusahaan.

setelah menemui klien dan menyerahkan hasil desain konsep panggung yang diinginkan klien, kini Dayana berlalu menuju restoran yang berada di samping gedung perusahaannya.

karena Air tiba-tiba mengajak Dayana makan siang di sana, padahal tempat kerja Air lumayan jauh dari tempat Dayana.

"udah dari tadi?" tanya Dayana yang baru saja sampai dan melihat Air sudah berada di sana terlebih dulu.

Air menoleh. "lumayanlah, sepuluh menitan."

"sorry, sorry ya, gue udah buat lo nunggu lama." ucap Dayana seraya menarik kursinya dan duduk.

"santai aja." ujar Air yang memang gaya bicaranya irit.

"padahal barusan gue gak tulus bilangnya." kekeh Dayana membalas Air, membuat si pria yang ada dihadapannya itu tersenyum tipis.

mereka pun makan tanpa ada sebuah perbincangan, membuat keadaan sedikit canggung untuk keduanya.

"tumben lo ngajak gue lunch berdua? ada masalah apa?" tanya Dayana yang memecahkan kecanggungan di antara mereka.

Air menaruh sendok dan garpunya, lalu terdengar dengusan darinya. "kalo ngajak lo lunch, harus ada masalah dulu?"

Dayana terkekeh mendengar perkataan Air.

"ya aneh aja lo yang jarang banget ngajak gue makan duluan, tiba-tiba dateng dari kantor lo yang jauh ke kantor gue," jeda Dayana menyeruput minumannya,

"...tapi sih, walau aneh tapi gue seneng, karena lo traktir gue makan." tuntas Dayana, sementara Air hanya menggelengkan kepalanya.

kini keduanya sedang berada di depan gedung Dayana, Air memberikan paper bag berukuran kecil pada wanita yang menatapnya bingung.

"buat lo." ucap Air yang menyodorkan paper bagnya ke arah Dayana.

"lo aneh banget hari ini, tapi makasih deh buat hadiahnya." ujar Dayana yang sudah mengambil hadiah pemberian Air.

"dua jam lagi gue terbang ke US, jadi ini hadiah buat lo." ucapan Air membuat Dayana mengernyitkan dahinya sejenak.

mata Dayana membesar saat mengingat sesuatu tentang Air. "ah sorry banget, gue sampe lupa kalo hari ini lo mau pergi, sumpah gue beneran lupa, maafin gue ya."

Dayana menatap Air penuh penyesalan seraya kedua tangannya memegang tangan Air, karena merasa bersalah melupakan hari keberangkatan sang sahabat yang hendak melanjutkan studinya di Amerika Serikat dalam kurun waktu dua tahun.

Air melepaskan genggaman tangan Dayana, lalu ia memeluk sahabatnya cukup lama. "tunggu gue ya." bisik Air membuat Dayana menganggukkan kepalanya.

"iyalah gue pasti nungguin lo balik, pasti gue kangen banget sama sahabat yang paling mengerti gue ini." cetus Dayana, dan Air yang mendengarnya langsung melepas pelukan mereka.

mata Air menatap Dayana penuh arti, ia pun mengelus puncak kepala Dayana dengan lembut.

"yaudah gue pergi ya, jangan lupa untuk terus bahagia, Dayana." ucap Air yang berlalu kembali ke parkiran restoran tadi.

Dayana melambaikan tangannya saat melihat mobil Air meninggalkan kawasan kantornya berada, matanya tiba-tiba terasa panas.

"ah bodoh banget gue, bisa lupa sama hari keberangkatan Air." gumam Dayana yang berjalan menuju kantornya.

getaran ponsel yang berasal dari saku rok Dayana, membuatnya langsung merogoh dan mengangkatnya.

"Day lo di mana? kenapa dichat gak dibales bego?!" tanya Btari di sebrang sana dengan sedikit teriak.

setelah mendengar pertanyaan Btari, Dayana mengecek notifikasinya dan benar ada spam chat dari Btari dan Malik.

"sorry gue tadi abis lunch bareng Air." sahut Sana.

"heh, lo abis ketemu sama Air? di mana?" kini giliran Malik yang bertanya.

"restoran samping gedung kantor gue."

"dia masih sama lo?" masih Malik yang bicara.

Dayana masuk ke dalam lift. "udah pergi dia."

"ah bego lo, tahu gitu gak akan capek-capek gue sama yang lain dateng ke kantor si Air." kini kembali lagi ke Btari yang bicara.

"udah gak usah marah-marah, mending sekarang kalian samperin dia ke rumahnya, mumpung masih ada waktu." usul Dayana yang juga ingin menemui Air untuk terakhir kalinya sebelum nanti dia kembali dua tahun mendatang.

"yaudah kita jemput lo ke kantor." kini giliran Kalam yang bicara, karena sejak panggilan berlangsung, dirinya hanya menontoni kedua sahabatnya yang saling berebut bicara.

ting.

lift berhenti tepat di lantai perusahaan tempat Dayana bekerja, wanita yang mengenakan blouse berwarna biru dongker dan rok span di atas lutut berwarna putih tulang, bergegas menuju ruangannya.

"Dayana!" panggil seseorang membuat Dayana menghentikan langkahnya.

"ada apa Mas Gibran?" tanya Dayana pada Gibran---kakak tingkatnya sewaktu kuliah dan menjadi teman satu gedung, namun Gibran bekerja di perusahaan yang berbeda.

"ada Anggi?" tanyanya membuat Dayana menautkan kedua alisnya.

"Mas Gibran naksir ya sama CEO perusahaan gue?" tanya Dayana dengan nada yang menggodanya, membuat Gibran membekap bibir Dayana.

"gak usah bilang jelas juga Dayana!" desis Gibran sembari melepaskan tangannya.

Dayana terkekeh melihat tingkah Gibran. "tenang aja mas, dan Mbak Anggi juga ada kok, kebetulan dia lagi single." bisik Dayana membuat Gibran tersenyum.

"good news, nanti gue traktir lo deh Day." kata Gibran membuat Dayana mengacungkan jempolnya bersemangat.

"yaudah mas, gue lanjut lagi ya ke kantor." ujar Dayana membuat Gibran menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"eh, eh, bentar Day!" seru Gibran menghentikan lagi langkah Dayana dan membuatnya menoleh lagi.

"ada apa lagi mas?"

"ada salam dari Praha." kata Gibran yang tersenyum geli, lalu meninggalkan Dayana dalam keterdiamannya.

Praha? Praha yang dimaksud Mas Gibran itu, Pra yang gue kenal? batin Dayana dalam diamnya, lalu teringat kalau dirinya hendak pulang terlebih dulu untuk mengantar keberangkatan Air.

"rusuh banget lo." sindir Rissa---teman satu kantornya yang melihat langkah Dayana terburu-buru dan yang disindir tidak menghiraukannya.

tangannya memasukkan beberapa barang miliknya ke dalam tas, lalu ia beranjak menuju lobi.

"mau ke mana Dayan?" tanya CEO perusahaan---Anggi yang selalu memanggil Dayana dengan sebutan, Dayan.

Dayana menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Anggi---orang yang dibicarakannya bersama Gibran tadi.

"pulang duluan ya mbak, urgent soalnya, terus kerjaan semuanya udah beres, bye mbak!" jawab Dayana yang berlari menuju parkiran lantai satu, karena Btari sudah mengabarinya jika mereka baru saja tiba.

usaha keempat sahabat yang hendak menemui Air pun gagal kembali, karena saat sampai di rumah orangtua Air, ternyata orang yang dicari sudah pergi ke airport setengah jam yang lalu.

mau tak mau mereka harus mendatangi Air ke airport, namun jalanan sore sangat ramai sejak menjemput Dayana dan pergi ke kediaman keluarga Air, kemacetan Ibu Kota begitu ganas.

"ayo buruan!" cetus Btari yang sedikit berteriak saat sampai di parkiran Soekarno-Hatta.

larian keempat sahabat itu tergesa-gesa hingga sampai di pintu keberangkatan,

ternyata,

pesawat yang ditumpangi Air sudah lepas landas sejak dua menit yang lalu.

mereka pun terduduk lemas di kursi tunggu, ada rasa kecewa dengan jalanan yang padat, juga penyesalan yang menghampiri, karena mereka tidak sempat berpamitan secara langsung karena sebuah kesibukan.

"coba video call, mungkin dia udah aktifin wifinya." usul Dayana membuat Malik menyerahkan ponselnya.

dan ternyata tidak ada jawaban dari panggilan video mereka.

langit sudah menggelap, keempat manusia yang berjalan gontai itu berlalu menuju arah pulang.

.

.

.

.

.

TBC