Steve mulai mengoceh dalam bahasa Jerman. Sementara aku mencoba bertanya pada Maya, berapa nomor rekening Dani yang digunakan untuk menerima gaji setiap bulan. Sayangnya,
Maya tidak tahu. Gaji eksekutif di kantor langsung dibayar dari Jerman.
Eh, tunggu dulu ...! Bukankah aku pernah membuka email Dani. Di dalam email itu tersimpan berbagai macam data milik Dani. Dalam hati ku berkata, 'Semoga kata sandinya belum berubah.'
Maafkan aku, Dani hanya dengan cara ini kukembalikan uangmu. Bingo! Email terbuka. Mataku mulai memerhatikan folder yang tersedia. Ah, ini dia yang kubutuhkan.
Setelah kucatat nomor rekening milik Dani, iseng kubuka folder kotak masuk. Oh, ada tagihan dari bengkel mobil. Tentu saja langsung kubuka. Ya ampun, mahal sekali tagihannya! Ini sih lebih mirip perampokan, tabunganku terkuras. Itu juga sudah dibagi dua dengan pihak yang menabrak mobilku. Apa boleh buat, aku pasrah jika setelah transfer Dani sisa uang di tabunganku tinggal sedikit.
Kutransfer uang sesuai dengan jumlah tagihan dan mengirim bukti transfernya melalui pesan cepat pada Dani. Aku tersenyum menang. Saatnya mandi.
***
Asyik, shopping, beli oleh-oleh. Hari ini Steve tidak bekerja. Khusus menemaniku berlibur di negara orang. Om bule rela menenteng tas belanjaan dan ku gandeng ke tempat yang menawarkan sale. Satu hal yang pasti, semua dibayar Om bule.
"Kania, I want to buy something for Amanda. Sunday is Amanda's birthday. I am going to Denpasar. Would you please join me?" tanya Steve.
"Oh, I would. Em .., Amanda hobinya apa, Honey?" tanyaku.
"She likes drawing and reading," jawab Steve.
Wah mirip Steve. Memang like father, like daughter. Bukan hanya wajahnya yang mirip, hobinya juga tak jauh beda, termasuk cara ngamuknya juga. Bak fotokopi.
Kami memasuki toko buku. Ada banyak buku cerita anak. Semuanya bagus. Jadi lapar mata. Aku membeli beberapa untuk Amanda. Kali ini aku yang bayar.
Setelah itu kita beli es krim dan menikmati aneka kuliner, lalu kembali ke hotel. Sayang, aku tak sempat mengunjungi Universal Studio. Waktunya enggak cukup. Kami harus segera check out dari hotel takut ketinggalan pesawat.
Sore itu, aku menunggu pesawat ditemani omelan Dani di telepon. Ya gara-gara uang Dani ku kembalikan. Steve tidur di sampingku. Mungkin Ia lelah kuajak berkeliaran belanja oleh-oleh.
Tarik napas, keluarkan perlahan. Jurus jitu jika ada orang yang sedang mengomel atau berteriak. Aku diam, tak membalas Dani. Membiarkan Dani puas. Bukannya aku sombong tak mau menerima uang Dani, Steve cemburu dan merasa tersinggung. Sementara Dani bersikeras apa yang dihasilkannya hanya untuk membahagiakan diriku. Padahal dari dulu juga aku sudah bahagia. Eh!
"Dani, ngomelnya udah dulu ya. Mau masuk pesawat nih," kataku sebelum menutup telepon.
"Ya sudah, sana. Have a safe flight, my lovely Kania. Jangan lupa oleh-oleh," balas Dani.
Gila ya nih orang, habis ngomel masih sempat bahas oleh-oleh. Berarti Dani enggak beneran marah. Ah, paling Dia kangen sama aku. Sudah berapa lama Ia tak melihatku di kantor. Eh, aku kok kepedean sih jadi orang?!
Kubangunkan Om bule lalu kita berjalan bersama menuju pesawat. Om bule menggandeng tanganku. Cie .., jadi merasa istimewa. Sebentar Dani, sebentar Steve, hmm .., masih kurang satu, Rich. Ke mana tuh orang. Tumben enggak telepon atau apa gitu kek. Ih .., apaan sih kok seperti daftar absen.
***
Home sweet home .., ah senangnya rebahan di kasur. Kangen bau kamarku dan semua perniknya. Sambil mendengarkan cerita cinta di radio. Tenang ... santai dan nyaman. Namun, ketenanganku terusik ketika kudengar ketukan di pintu kamar.
"Kania .., dicari Dani tuh," kata Ibu.
Mataku membesar tak percaya. Tumben Dani main ke rumah malam-malam.
"Ok, aku ganti pakaian dulu, Bu," jawabku.
Kaos santai dan celana jin. Rambut kuikat ekor kuda. Tanpa polesan bedak dan lipstick, malas dandan. Kusemprotkan parfum fantasy Britney. Ok, aku siap menemui mantan, eh Dani.
Kuselipkan kaos dalam paper bag. Oleh-oleh buat Dani. Lalu kuturuni tangga dengan gembira.
"Love," kata Dani.
Wah Dani kumat memanggilku dengan sebutan Love. Sorot mata Dani seperti menunjukkan rasa kangen, Ia memeluk dan mencium keningku.
"Dani! Kok pake peluk cium sih?! Ih, aku ini tunangan orang loh!" kataku dengan nada protes.
"Ma-maaf Kania, aduh maaf banget, aku kelepasan, Kania. Sorry ya, please ... please," kata Dani sambil menangkupkan kedua tangan di dada.
"Ya udah jangan diulangi. Ini ada oleh-oleh buat Kamu. Em .., ini murah sih semoga Kamu mau ...."
Belum selesai aku bicara, telunjuk Dani menempel di bibirku, mengisyaratkan diam. Tangan Dani membuka bingkisan dan saat itu juga kemeja yang dipakai Dani dilepas, berganti dengan kaos pemberianku.
Aih .., aku baper, melayang! Kenapa ya pria yang umurnya kepala tiga itu matang dan pintar menyanjung wanita?
"Ini kunci mobilmu. Tuh, mobilmu sudah aku parkir. Besok bisa setir sendiri. Mobilnya sudah enak kok, tadi aku coba. Sekarang kita nonton ini yuk, pakai dvd Kamu. Males nonton sendiri," rengek Dani.
Sebuah Dvd film horor. Wah, boleh nih seru nonton film sama Dani. Kami pun berpindah dari gazebo taman ke ruang keluarga nonton film. Baru duduk sepuluh menit, suara bel terdengar. Ada tamu.
"Bentar ya, Dan," kataku.
Dani menoleh ke arahku, seperti terganggu dan kurang suka jika ada tamu. Apa boleh buat, aku harus buka pintu.
Rich muncul di hadapanku. Ya ampun, dua pria tampan di rumahku malam ini. Segera kuajak Rich ke gazebo taman, sebelum Dani menyadari kehadiran pesaing yang lebih muda dan hot.
"Maaf, mendadak. Aku cuma mampir sebentar. Mau kasih sesuatu. Selama di Singapura, aku sibuk pemotretan, selalu pulang malam. Mau mampir ke hotel, enggak enak ganggu istirahat Kania," kata Rich.
Rich menyodorkan paper bag berwarna putih. Senyum mengiringi di wajahnya yang tampan.
"Terima kasih. Apa ini, Rich? Kok jadi merepotkan gini sih?" kataku.
"Aku enggak merasa repot," jawab Rich.
Kedua mata itu menatapku lekat. Jantungku berdesir. Duh.., kok deg-degan sih dipandangi Rich yang tampan.
Tangan Rich mengusap pipiku lembut.
"Apa aku sudah enggak punya kesempatan, Kania?" tanya Rich.
"Maaf Rich, lupakan aku. Kita melakukan kesalahan," kataku.
Rich tersenyum getir, mengangguk perlahan.
"Aku tahu Kania, Steve punya segalanya. Aku akan memantaskan diri untukmu, mungkin suatu saat Kau melirikku," kata Rich.
"Ini bukan tentang uang, Rich. Aku jatuh cinta pada Steve," kataku.
Dari nada bicara, sepertinya Rich benar-benar terluka. Ia belum bisa menerima ketika akhirnya aku memilih Steve.
"Rich, aku minta maaf. Pulanglah," kataku setengah mengusir.
Tiba-tiba ....
"What the h*ll you doing here, Rich?!"
Suara serak itu berteriak. Astaga, Om bule! Aduh gawat, kapan datangnya kok aku enggak tahu. Rich tak membalas. Namun, matanya seolah menantang Steve tanpa takut. Mereka berdua seperti kucing jantan yang siap bertarung.
Pada saat itu, Dani keluar mencariku karena terlalu lama ditinggal menonton film sendirian.
"Kok lam ...."
Ucapan Dani tak selesai ketika melihat Steve dan Rich sudah ada di taman, siap ribut.
Tiba-tiba tawa Dani meledak. Aku menarik napas sambil menutup kedua mataku. Sudah terbayang apa yang akan dilakukan Dani dan itu bukan sesuatu yang menyenangkan bagi Rich dan Steve. Aku sudah hafal dengan kelakuan Dani yang satu ini.