"Hai Pah, Mah. Bagaimana keadaan kalian disana? Thea yakin bahwa kalian disana sedang berbahagia bersama tanpa adanya kehadiran Thea. Kalian jahat, kalian jahat karena telah pergi meninggalkan Thea sendirian di dunia! Apakah Thea boleh meminta sesuatu ke kalian? Bolehkah kalian memohon kepada Tuhan untuk mengajak Thea bersama kalian disana?" Tulis Thea di selembar kertas kosong baru yang selalu ada di samping meja belajarnya.
Tes,
Tanpa Thea sadari, setetes air mata keluar dari pelupuk mata Thea. Tetesan air mata itu mampu membasahi tulisan yang tercipta. Melihat Ia menangis dalam diam, membuatnya tersenyum renyah dalam tangisnya. Ia menggelengkan kepalanya singkat, kemudian melanjutkan tulisanya.
"Hahaha. Maafin Thea Mah, Pah. Thea yakin bahwa kalian sedang melihat Thea di setiap aktivitas yang Thea lakukan. Pasti Papah dan Mamah yakin kan kalau Thea adalah perempuan yang hebat? Yang bisa melakukan semua aktivitas sendirian? Sampai-sampai kalian pergi meninggalkan Thea disini tanpa seorang keluarga. Tapi, mengapa kalian tidak bertanya terlebih dahulu kepada Thea? Bagaimana caranya Thea melakukan semua hal ini sendirian didunia? Hahaha, maaf Pah Mah, Thea tertawa sendiri lagi. Baiklah, Thea menyerah! Thea menuliskan surat ini karena Thea merindukan kalian di samping Thea, Rindu bermain dengan kalian, rindu kena marah sama kalian saat Thea kecil. Pokoknya thea hanya mau bilang, Thea selalu sayang dengan kalian tanpa adanya pengurangan." Tulis Thea hingga akhir.
Setelah menuliskan apa yang sedang Thea rasakan di dalam hatinya. Ia kemudian menutup buku tersebut dan menyandarkan punggungnya di kursi yang telah Ia duduki. Ia juga mengambil napas berat dan menutup kedua matanya.
Hingga.... Ia membuka matanya tatkala mendengar langkah kaki yang sedang menghampiri kamarnya. Langkah kaki yang hampir setiap hari Thea dengar. Ia juga sangat mengenal siapa pemilik langkah kaki tersebut.
"Waduh, jam berapa ini?" Tanya Thea kepada dirinya sendiri kemudian melihat jam yang masih berfungsi di pojok meja belajarnya.
"Wah, udah jam 6 pagi aja! Gak kerasa setengah jam berlalu untuk Thea menuliskan kerinduan Thea terhadap kalian, Mah, Pah." Lanjut Thea berbicara sendirian.
"Thea... Lo udah bangun apa belooom? Theaaa, woy! Gue buka ya!" Suara langkah kaki yang Thea dengar, sekarang sudah berada tepat di depan pintu kamarnya.
Mendengar suara itu membuat Thea meninggalkan meja belajarnya dan berlari menuju kasur empuk miliknya, untuk berpura-pura tidur lagi. Ia memang sangat ahli dalam berdrama dalam kehidupan nyata.
"Thea, gak ada jawaban gue anggep lo masih tidur! Dengan ini gue bilang bahwa gue akan masuk ke kamar lo!" Ucap Pemuda itu kembali kepada Thea yang berpura sedang tidur.
Ceklek...
"Tuh kan! Ni anak tiap hari kerjaannya molor mulu! Udah siang juga, masih aja tidur!" Gerutu pemuda itu begitu melihat Thea yang terlihat memejamkan matanya lelap di atas ranjang miliknya.
Pemuda yang telah mengenakan seragam itu kemudian berjalan mendekati Thea dan membangunkanya,
"Thea bangun! udah pagi woy!" Ucap Pemuda itu berusaha membangunkan Thea.
"Bangun, Thea!" lanjutnya.
Thea tetap saja tidak bangun, Karena pemuda itu sadar bahwa Thea tidak suka dengan cahaya yang berlebihan saat sedang tidur. Pemuda itu kemudian mendekati jendela dan membuka tirai jendela di kamar Thea lebar-lebar.
"Eng~ Apaan Sih, Arfeen! gue masih ngantuk!" Decak Thea sebal dan justru menutup kepalanya dengan selimut.
Di dalam selimut, Thea tersenyum jahil, Ia selalu bertingkah seperti ini kepada Arfeen. Namun, entah bagaimana Arfeen bisa bersabar menghadapi kelakuan Thea yang seperti ini. Arfeen selalu saja tiap pagi menghampirinya untuk membangunkanya. Padahal, Arfeen bisa saja pergi meninggalkannya dan tidak perlu repot untuk mengurusnya.
Tapi, dalam situasi dan kondisi seperti ini. Thea tidak pernah merasa diistimewakan oleh Arfeen. Karena Ia sadar, Apa yang Arfeen lakukan pasti karena kondisi Thea yang menyedihkan. Hahaha! Lagian juga, Arfeen adalah sahabat Thea sedari kecil. Tak mungkin juga Arfeen akan meninggalkannya, Kecuali kalau Arfeen sudah memiliki kekasih. Sudah deh, Thea bakalan di telantarin. Mungkin.
"Thea, malah tidur lagi ni bocah! Buruan mandi keburu telat!!!" Perintah Arfeen dengan menarik selimut Thea.
"Engh, apaan sih, Feen?" Tanya Thea lagi dengan menyipitkan matanya supaya terlihat baru bangun tidur.
"Buruan mandi!" Ulang Arfeen.
"Males, gak usah mandi aja ya!" Ucap Thea dengan ngawurnya.
"Sumpah, kenapa bisa-bisanya gue punya temen se jorok lu, Thea! Cepetan mandi ish. Kalau lama gue tinggal ya!" Ancam Arfeen kepada Thea.
Ucapan Arfeen kemudian mampu membuat Thea duduk di samping ranjangnya, namun masih dengan memejamkan matanya. Ia kemudian tersenyum seraya berucap,
"Gak mungkin lo ninggalin gue, Orang kemarin lu bilang kek gini. Tapi nyatanya lo nunggu gue di depan rumah gue." Ucap Thea tertawa dengan masih memejamkan matanya.
"Udahlah, buruan mandi!" Ucap Arfeen mutlak!
"Gendong!" Ucap Thea dengan mengangkat kedua tangan nya lurus.
"Gak!" Jawab Arfeen cepat begitu mendengar perkataan yang keluar dari mulut Thea.
"Gendong, kalau gak gue gak mau mandi!"
"Bodo, gak mau!" Ucap Arfeen keukeuh.
"Gendong, Arpen!" Ucap Thea lagi.
"Gak ya gak!" Nyolot Arfeen.
"Yaudah gue tidur lagi aja!" Ucap Thea dengan kembali merebahkan tubuhnya di kasur miliknya.
Melihat hal tersebut membuat Arfeen bernapas sangat berat hingga mengeluarkan suara. Thea yang sedari tadi menahan tawa membuatnya harus menahan tawa lebih ekstra lagi.
"Sabar, feen. Sabar!" Desis Arfeen terhadap dirinya sendiri.
"Buruan!" Ucap Arfeen kemudian berjalan mendekati Thea dan menarik kedua tangan Thea untuk membuatnya berdiri.
Setelah Thea berdiri, Arfeen langsung mengembalikan tubuhnya membelakangi Thea. Alhasil, Thea sekarang berada di punggung Arfeen. Thea kemudian tersenyum di samping leher Arfeen tanpa sepengetahuan darinya. Setelah sampai di depan toilet, Arfeen menurunkan Thea dan menyuruhnya mandi dengan cepat.
Sembari menunggu Thea mandi, Arfeen merapikan tempat tidurnya kemudian merapikan meja belajar Thea yang berantakan oleh buku dan alat tulis.
Saat berada di meja belajar Thea, Arfeen menemukan buku itu lagi. Sebuah buku yang Arfeen tahu, sebuah buku yang menjadi wadah Thea untuk meluapkan perasaanya. Arfeen mengerti semua isi di dalam buku itu, maka dari itu, Thea tak perlu berbicara banyak hal mengenai dirinya kepada Arfeen, karena Arfeen pun telah mengerti keadaan Thea dengan sendirinya.
"Nulis apa lagi tu anak!" Ucap Arfeen kepada dirinya sendiri kemudian Ia membaca buku tersebut.
Lagi, lagi, dan lagi. Coretan kata yang ditulis oleh Thea di dalam buku tersebut mampu membuat Arfeen tersenyum renyah. Ia sangat mengagumi kekokohan dalam diri Thea.
Walaupun Thea memiliki masalah terhadap dirinya sendiri. Tapi, Thea tak pernah bercerita mengenai masalahnya kepada Arfeen. Justru Thea selalu tersenyum dan ceria di hadapan Arfeen. Ditambah lagi, Thea yang selalu membuat Arfeen kesal dengan sikapnya, kadang membuat Arfeen lupa terhadap masalah Thea.
Setelah selesai membaca buku Thea. Arfeen kemudian turun ke bawah dan menunggu Thea di ruang tamu rumah Thea.