*** Happy reading ***
Kami, baik-baik saja, seperti yang kamu tahu." Ucap Devan santai.
Dada Shafa tiba-tiba bergemuruh mendengar Jawaban yang di lontarkan oleh Devan. Entah darimana datangnya, perasaan cemburu itu kembali mendengar sang suami memberikan Jawaban atas pertanyaannya tentang wanita lain.
Devan membelokkan mobilnya di depan sebuah hotel bintang lima. Devan memarkirkan mobilnya di area dekat pintu masuk hotel itu. Dia kemudian turun dari mobil dan mendekat kearah pintu mobil dimana Shafa masih duduk di jok mobil nya dengan santai meskipun mesin mobil telah mati.
"Kamu mau tetap di sini?" Tanya Devan lirih.
"Ya. Kamu selesaikan saja urusan kamu." Ucap Shafa menahan rasa kecewa di dalam Hatinya.
"Urusan kita!. Kamu harus segera menandatangani berkas, kita sudah di tinggu oleh pengacara.
Shafa terdiam tak menanggapi perkataan Devan. Dia yakin itu hanyalah trik Licik agar dia mau turun bersama nya. Seorang Devan tidak mungkin jauh-jauh membuang waktu menemui pengacara apalagi di dalam hotel.
Dengan tidak sabar, Devan menurunkan Shafa dengan paksa. Namun lagi-lagi Shafa menolak.
Devan mengeluarkan tangan kanannya dari jendela menggerakkan jarinya menyuruh beberapa orang mendekat kearahnya.
Beberapa pria berseragam hitam mendekat kearah keduanya. "Kamu lihat mereka? Kamu akan menghadapi mereka jika tidak mau mengikuti aku." Bisik Devan di telinga Shafa seraya menunjuk beberapa orang yang sedang berjalan menuju kearahnya.
Devan tersenyum kemudian turun dari mobil itu meninggalkan Shafa yang terlihat sedang berpikir. Dia kemudian menjauh dari mobil dan berjalan dengan santai masuk menuju pintu masuk hotel itu.
Melihat Devan yang kini seakan tak peduli dengannya membuat Shafa memilih ikut turun dan jalan sedikit terburu-buru mengikuti langkah sang suami.
Devan melirik kearah Shafa dan kembali tersenyum penuh arti. Devan terus melangkahkan kakinya menuju ke lift tanpa cek terlebih dahulu. Beberapa karyawan yang berpapasan dengan Devan menunduk hormat dan tersenyum kerah Devan.
Dengan angkuh nya, Devan terus melangkahkan kakinya dengan badan tegak tanpa sedikitpun membalas sapaan para karyawan hotel. Ia terus melangkah tanpa menghiraukan Shafa yang sedang berjalan di belakangnya.
Shafa tiba-tiba duduk di sofa yang ada di lobby ketika melihat beberapa sofa yang masih kosong. tanpa mengikuti Devan yang ada di lobby tanpa mau Terus melangkah menuju pintu lift.
Shafa berpikir jika Devan tak mungkin berubah. Pria itu tidak lebih hanya memanfaatkan nya saja saat dia sedang butuh.
Beberapa pria berpakaian hitam yang dia lihat ada di luar terlihat mendekat kearah Shafa. Pria berbadan kekar itu terus mendekat dan duduk di samping Shafa.
"Kamu di minta ikut dengan bos saya, atau ...." Ucap salah satu pria itu seraya melirik kearah Devan yang masih menunggu di lift seraya menatap kearah Shafa. Senyuman licik terlihat dari bibir Devan yang sudah berdiri di sana.
Devan kemudian menutup pintu lift dan naik ke lantai 9. Dia kemudian duduk di kursi depan lift dan kembali mengirimkan pesan untuk gadis cantik yang masih sah menjadi suaminya itu.
"Kamu pilih ikut denganku atau melayani mereka!" Pesan yang di kirimkan oleh Devan.
Shafa masih kekeh duduk di kursi dengan angkuhnya seakan sedang memberikan pada Shafa jika dia juga punya hak untuk menolak. Dia tidak ingin selalu berada di bawah tekanan Devan yang menurutnya hanya memanfaatkan nya saja.
"Atau apa? Saya nggak takut pada kalian. Aku bisa laporkan kalian ke polisi!" Jawab Shafa balas mengancam.
"Laporkan saja Nona. Saya hanya menjalankan tugas." Ucap pria itu dengan santai.
Shafa membuka tas miliknya dan meraih ponselnya yang terdengar sebuah notifikasi pesan masuk. Shafa mengernyitkan dahinya membaca seluruh pesan yang masuk dari Devan.
Nyali Shafa mulai menciut. Dia tak mungkin menghadapi pria itu dan paksaan sang suami. Shafa berpikir untuk keluar. Namun itu tidak mungkin.
"Bagaimana Nona?" Ucap pria berbadan kekar seraya tersenyum kearah Shafa. Meskipun dia tahu itu adalah ancaman dari Devan dan tidak mungkin sungguhan. namun Shafa tahu bagaimana sifat Devan yang akan menggunakan berbagai macam cara untuk mendapatkan apa yang di inginkan.
Shafa melangkah kearah lift menuruti kemauan sang suami. Dia kemudian menekan tombol 9 di mana Devan menyuruhnya lewat pesan yang di kirimkan untuk nya.
Devan yang masih duduk di depan lift tersenyum penuh arti melihat kedatangan Shafa. Dia kemudian berdiri dan mendekat kearah Shafa.
"Seandainya kamu tidak mendekati anakku dan bermain dengan perasaannya, aku pasti sudah melepaskan kamu. Jika kamu berani mendekatinya, maka sepaket kamu juga harus berani menghadapi ayahnya." Ucap Devan seraya menggandeng tangan Devan.
"Di mana pengacara yang kamu bilang tadi?" Tanya Shafa enggan membalas kata-kata Devan.
Memeng ini semua salahnya diam-diam selalu berkomunikasi dengan Aslan anak tirinya. Namun itu semua ia lakukan karena ia tak mudah melupakan anak tirinya itu begitu saja ketika anak itu begitu menyayanginya.
"Pengacaranya sedang bersama kamu." Jawab Devan dengan suara yang lembut.
"Nggak lucu!" Balas Shafa dengan raut wajah cemberut.
Shafa mengikuti Devan masuk kedalam kamar. Ini kali pertama keduanya kembali dalam satu kamar setelah berpisah selama lebih dari satu bulan.
"Kamu masih ingat kamar ini?" Tanya Devan setelah masuk kedalam.
"Nggak!" Jawab Shafa ketus.
"Kamu pasti ingat sayang, ini tempat dimana kita merayakan malam pertama kita. Dan hari ini aku ingin kembali melakukan nya dengan penggoda anakku" Ucap Devan seraya memeluk Shafa.
Shafa terdiam mendengar kata-kata Devan yang semuanya nyata. Dia tak dapat mengelak namun tak juga meng iyakan. Semua sudah terjadi. Selama ini kesalahan terbesarnya adalah mengatakan pada Aslan jika ini merupakan rahasia antara keduanya.
"Kamu juga tahu kan apa hukumannya bagi orang yang sudah secara diam-diam mengambil hati anakku?" Ucap Devan seraya tubuh Shafa yang seakan sudah pasrah dengan apa yang akan di lakukan oleh Devan.
Jika dahulu dia melawan dengan sekuat tenaga hingga menimbulkan kekerasan dan pemaksaan yang di lakukan oleh Devan. Maka hari itu keduanya melakukan dengan penuh kelembutan. Rasa rindu yang di rasakan Shafa seakan tak dapat lagi dia tutupi.
***Bersambung