Jika Devan mau pergi atau mau ada urusan, biar Mama yang jaga Shafa." Ujar Mama nya.
Kedua orang tua itu tampaknya tak mengetahui, jika rumah tangga anaknya. Sedang tidak baik-baik saja. Beberapa saat terdiam, Devan akhirnya menyetujui permintaan sang mertua. "Baiklah mah, Devan masih banyak pekerjaan kantor yang tadi siang tidak dikerjakan" Ujarnya.
" Ya, sudah. Kalau. Begitu, Devan pergi dulu." Ungkapnya.
Devan berlagak sok lembur depan mertuanya. Dia kemudian mencium kening istrinya, sebelum keluar dari rumah ruangan VVIP itu.
Shafa mengalihkan pandangan ke arah lain, dia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Menghindari tatapan Devan yang kini tak lagi menarik di matanya.
Perlakuan nya yang begitu buruk dan terkadang baik, membuatnya tak lagi memiliki rasa empati di dalam hatinya. Devan memegang dagu Shafa memaksa wanita yang sedang terbaring itu mengarahkan pandangan ke arahnya.
"Dasar pria kasar!" Batinnya
Dengan rasa tidak suka, Shafa tetap berusaha bersikap manis di depan kedua orang tuanya. Dia nggak mau membuat kedua orang tuanya itu berpikiran yang tidak-tidak terhadapnya rumah tangganya.
Ayahnya, yang sudah sering sakit, membuatnya tak ingin menambah beban pikirannya. Shafa berusaha tersenyum, yang di balas dengan senyuman palsu oleh Devan. Pria bertubuh tinggi itu keluar dari ruangan itu meninggalkan istri dan mertuanya di sana.
Devan melangkah dengan santai, kembar dari rumah sakit. Dia sibuk dengan ponselnya, hingga tanpa sadar dia menabrak tubuh seseorang. "Pria itu hanya mengangkat telapak tangan nya, sebagai permintaan maaf. Yang langsung dibalas oleh Devan dengan hal yang sama. Keduanya sama-sama memakai masker, hingga Sama-sama tidak mengenal satu sama lain.
"Ah, sepertinya aku mengenalnya, tapi siapa?" Batin Devan berusaha mengingat, siapa orang yang ada dibalik masker yang dikenakan oleh pria itu.
Devan membalikan badannya, mengejar pria yang membawa parsel buah di tangan kanannya. Wajahnya berganti merah padam setelah mengingat siapa pria itu. Devan berlari menyusul pria itu kedalaman rumah sakit dengan terburu-buru. Dia kemudian masuk ke dalam lift menuju kembali ke ruangan Shafa dirawat dengan langkah terburu-buru.
"Devan terus berlari, tatapan nya terus mencari seseorang, pandangannya menyapu ke seluruh ruangan sekitar, namun tak juga menemukan pria itu.
"Dia pasti nyari kesempatan berduaan dengan Shafa. Bisa saja mereka …" batin Devan.
Dengan nafas tersengal-sengal, Devan masuk kedalam ruangan VVIP tanpa mengetuk pintu. Pandangannya menyapu ke seluruh ruangan itu. "Loh, katanya mau pulang?" Tanya sang mertua.
"Saya MMM saya ada barang yang tertinggal, maksudnya ada sesuatu yang tertinggal atau terjatuh di jalan flashdisk, saya ya?" Ucapnya beralasan.
"Nggak ada apa-apa di sini." Ujar mama mertuanya, seraya bangkit dari sofa ikut mencari keberadaan flashdisk yang dimaksud oleh menantunya itu.
"Ya sudah kalau nggak ada, saya ke kamar mandi dulu sebelum pulang." Ucap Devan seraya melangkah kedalam kamar mandi.
Melihat tingkah Devan yang tak biasa, membuatnya curiga, jika ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh sang suami. Kepanikan yang ditunjukkan oleh Devan membuatnya begitu curiga.
Shafa menatap Devan dengan tatapan tak percaya, wanita yang baru kehilangan janinnya itu, kini begitu benci dengan Devan. Pria yang telah menuduhnya berselingkuh dan hamil dengan pria lain.
"Saya pergi dulu mah, pah." Ucap Devan.
"Pergi dulu ya sayang" sambungnya, berpamitan pada sang istri.
Shafa memalingkan wajahnya, ketika Devan hendak mencium nya.
Devan hendak berjalan keluar setelah berpamitan. Baru sampai di depan pintu, dia dikejutkan dengan kehadiran seseorang. Seorang pria yang dia jumpai di tempat parkir. Dengan membawa buket bunga, dan parcel buah. "Aku nyariin kamu, ku susul kamu, rupanya kamu baru sampai. Sudah kuduga, pasti kamu kesini!" Ujar Devan dengan nada tinggi.
Shafa yang mendengar perkataan sang suami menatap bingung pada mama nya yang juga sedang berpaling menatap Shafa, kedua mata ibu dan anak itu saling bertemu. Keduanya sama-sama bingung dan tidak mengerti.
Keduanya segera sadar setelah Reno membuka masker di wajahnya. Pria yang tidak biasa memakai kacamata itu, hari itu menggunakan kacamata, yang entah mengapa justru menambah daya tariknya.
"Oh, jadi itu tadi kamu. Pantas seperti kenal. Aku tadi kembali ke mobil mengambil buket bunga yang tertinggal." Ujarnya.
"Nggak pantas lah, kamu memberikan bunga pada istri orang." Ujar Devan setengah berbisik.
"Kamu juga nggak pantas, ngaku masih sendiri, dan memiliki pacar di luar sana." Bisik Reno tak mau kalah.
Devan yang kesal mendengar perkataan Reno, menginjak kaki Reno dengan sekuat tenaganya. Dibalas dengan cubitan keras di pinggangnya.
"Apakah nak Devan mencari flashdisk ini?" Tanya sang mama mertua, sengaja di lontarkan.
"Nggak mah, sudah ketemu." Jawab Devan.
"Hah sudah ketemu, di mana?" Tanya mamanya menahan tawa.
Shafa tersenyum mendengar pertanyaan jebakan dari ibunda nya. Dia nggak nyangka pertanyaan itu akan dilontarkan untuk menjebak Devan.