"Hah sudah ketemu, di mana?" Tanya mamanya menahan tawa.
Shafa tersenyum mendengar pertanyaan jebakan dari ibunda nya. Dia nggak nyangka pertanyaan itu akan dilontarkan untuk menjebak Devan.
"Semoga cepat sembuh ya. Di kantor sepi tanpa kamu." Ujar Reno, seraya memberikan sebuket bunga untuk Shafa, dan parsel berisi buah yang dia letakkan di meja dekat tempat tidurnya.
"Terima kasih mas.
Repot-repot pakai membawa macem-macem." Ujarnya.
"Untuk sekertaris berprestasi, membawa kantor pun ku lakukan." Canda Reno.
'bisa saja, sekali lagi terima kasih untuk semuanya." Ujarnya.
Devan menatap pemandangan itu, dengan tatapan tidak suka. Ingin rasanya dia membuang seluruh pemberian dari Reno. Sayangnya ada sang mertua, yang membuatnya harus berdamai dengan perasaan nya saat itu.
Reno, kini semakin dekat dengan Shafa. Dia terlihat sangat perhatian dari biasanya. Bahkan saat di depan ibunda Shafa dan sang suami. Saking seringnya, dia memperkenalkan perempuan, membuat Reno enggan untuk menghargai Devan sebagai seorang suami.
Pria yang sudah berulangkali mendapat predikat sebagai duda itu, Devan duduk di sofa. Dia mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah. Adanya Reno di ruangan itu, yang sedang menjenguk Shafa. Membuatnya harus tetap bertahan di sana.
Ayah dan ibunda nya itu saling berpandangan satu sama lain melihat kelakuan dari menantunya itu. Ibunda shafa menatap televisi, kau dia menekan remote kontrol yang ada di meja ruangan itu. Dia kemudian menekan nya mencari Chanel yang di sukai nya. Beberapa saat lamanya sang ibu sibuk menekan tombol remote di tangannya mencari tayangan yang sesuai dengan seleranya.
Devan, Reno dan ayah Shafa yang merupakan mertua dari Devan, mulai terlibat obrolan. Ketiganya sedang asik dengan berbagai bahasan yang menurutnya menarik. Beberapa kali sang ayah melirik ke arah ibunda, sayang nya sang istri sama sekali tidak menghiraukannya, dia asik dengan tayangan televisi yang membuatnya geregetan, dan sesekali tertawa sendiri di depan Shafa.
Hati shafa tersayat ketika sebuah tayangan gosip memperlihatkan wajah sang suami dengan perempuan lain dalam suatu acara. Presenter itu bahkan menyebut, jika Devan saat ini masih lajang.
Wanita bernama ibu Fatimah itu langsung berteriak. "Diam ...." Suara ibu Fatimah membahana di kamar itu.
Ketiga orang Pria yang sedang berbincang pun seketika menghentikan aktivitasnya. Ketiganya langsung terdiam dan menatap wajah ibu Fatimah yang sudah terlihat merah padam. Dengan kemarahan yang siap meledak.
Tak hanya itu, wajah shafa pun berganti kecemasan saat menatap wajah Ibunda yang sudah dipenuhi rasa amarah.
Dia bingung bagaimana kali ini menjelaskan pada ibundanya tentang kondisi rumah tangganya yang sebenarnya. Shafa menghela nafas panjang, dia bingung bagaimana caranya menenangkan ibundanya biar bagaimanapun kondisinya saat ini baru saja mengalami sesuatu yang buruk, dan kondisinya belum sepenuhnya pulih.
"Ada apa ini mah?" Suara sang suami berkata lirih. Setelah mendapatkan kode dari shafa
"Papa lihat itu di berita, menantu kita berulah lagi." Ujarnya.
"Mana? Mama salah lihat mungkin." Ujarnya.
"Itu tayangan lama, berita yang sudah cukup lama dan itu hanya cuplikan di masa lalu saja. Mah ..." Timpal Shafa lirih.
"Mana hape, pasti ada di sana beritanya." Ujar wanita itu.
"Mama, tenang ya. Semua pasti akan baik-baik saja." Ungkapnya.
"Iya mah. Itu berita lama. Maafkan Devan mah." Ujar pria bertubuh tegap itu.
"Diam ... Devan. Mama bukan anak kecil biarpun mama bukan orang pintar! Mama itu tahu, jika itu berita baru!" Ujar ibu Fatimah dengan penuh amarah.
"Devan hanya terdiam mendengar kemarahan ibu mertuanya itu."
"Itu mang benar, tapi kemarin kondisinya ..." Ujar Devan tak sempat meneruskan kata-katanya.
"Keluar kamu dari ruangan ini! Ibu masih bisa mengurus Shafa. Masih bisa membayar biaya rumah sakit biarpun tanpa kamu!" Ujar ibu Fatimah dengan berapi-api. Sang suami beberapa kali memenangkan sang istri dengan mengelus pundak wanita yang telah melahirkan Shafa itu.