Mata Shafa terbuka, dia merasakan kebas pada tubuhnya , bahkan seperti tidak merasakan apa-apa. Sekedar untuk bergerak pun dia tidak mampu.
Tatapannya menyapu ke seluruh ruangan kamar itu. Di mana seorang pria dengan laptop di depannya, sedang duduk manis di ruangan itu. Shafa, sempat berpikir apa yang terjadi dengan sebelumnya di mana dua orang pegawai hotel membantunya mengantarnya ke rumah sakit, setelah merasakan kram di perutnya beberapa saat lalu.
lalu dia tidur di kursi pasien Setelah di jelaskan, dokter melakukan tindakan kuret setelah mendapat persetujuan darinya setelah di minta untuk berpuasa selama beberapa jam lamanya.
Shafa menetaskan air matanya mengingat akan kepergian calon putrinya dari perutnya dari rahimnya. Kini dia sudah kehilangan harapan dan impiannya memiliki buah hati.
Seseorang, tiba-tiba menggenggam jemari nya. Pria itu, kemudian menghapus air matanya yang mulai mengalir deras di wajahnya. Shafa begitu terpukul atas apa yang baru saja di alaminya.
"Kamu penyebab semuanya! kamu nggak ingin anak itu bukan? Pergilah! Aku nggak butuh kamu!" Ucap Shafa, seraya berderai air mata.
Shafa menangis meluapkan emosinya tanpa menghiraukan rasa pusing yang mulai menderanya. "Hoek." Shafa merasa mual, dia kemudian memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya. Seperti ada dendam dalam hatinya, Shafa memuntahkan seluruh isi perutnya pada Devan yang ada di sampingnya.
Tanpa marah, Devan kemudian bangkit dan mencuci lengannya. Seraya membuka kemeja yang di kenakannya. Tanpa menunggu lagi, Devan membuang kemeja itu kemudian menjauh dengan bertelanjang dada.
Shafa sedikit tersenyum puas melihat sang suami. Yang berjalan keluar dalam keadaan setengah telanjang.
Shafa, masih berada di dalam ruang pemulihan setelah kuret. Seorang suster, masuk untuk mengontrol kondisi Shafa yang saat itu masih terlihat lemah.
Devan masih belum membuka mulutnya. Dia diam seribu bahasa seraya memainkan ponselnya entah apa yang sedang di kerjakan olehnya. Pria itu tak banyak bicara. Rasa penyesalan akan hilangnya anak yang di kandung Shafa, masih di rasakan. Dadanya terasa sesak.
Perawat itu bersiap untuk membawa Shafa ke ruang VVIP yang sudah di siapkan oleh Devan.
Tiba-tiba rasa kasihan masuk kedalam relung hatinya, pada sang suami, yang masih dalam kondisi bertelanjang dada karena ulahnya itu keluar dari ruangan itu. Pandangannya tertuju kearah punggung sang suami, yang Kemudian menghilang di balik pintu.
"Saya nitip istri saya dulu." Ucap Devan pada perawat yang hendak membawa Shafa ruangan.
Itu untuk pertama kalinya, Devan bersuara, setelah beberapa saat lalu dia terdiam.. Seakan enggan untuk memperparah kemarahan Shafa, Devan keluar dengan bertelanjang dada. Hanya menitipkannya pada perawat yang sedang merawatnya.
Tanpa memperdulikan beberapa orang yang melihat kearahnya, Devan terus berjalan menuju ke ruang tunggu.
Wajahnya yang sudah banyak di kenal publik setelah perceraiannya dengan seorang artis terkenal di masa lalu, membuat beberapa orang masih mengenali wajahnya dan menatap kearahnya.
Dia kemudian menemui seseorang yang sudah menunggunya
"Ini pak." Ucap pria itu menyodorkan sesuatu yang ada di tangannya pada majikannya. Tanpa menunggu lagi.
Tanpa menunggu lama, Devan kemudian membuka paper bag yang berisi kaos, lalu memakai pakaiannya di tempat itu, tanpa menghiraukan beberapa orang yang terlihat sedang menatapnya.
Sementara Shafa telah di dorong oleh perawat menuju ke ruang VVIP yang sudah di siapkan hingga kondisinya membaik dan di izinkan pulang.
Selama beberapa saat lamanya, Shafa terus di temani perawat sesuai dengan pesan dari Devan untuknya. Beberapa kali Shafa melihat kearah kamar itu, dalam hatinya, dia menunggu pria kembali kedalam ruangan. "Suster, saya bisa sendiri. Jika mau kembali bekerja, silahkan saja." Ujar Shafa.
"Baiklah, jika ada apa-apa, ibu bisa menekan bel yang terhubung pada kami." Ujar perawat itu.
"Cukup lama Shafa menunggu Devan kembali masuk kedalam ruangan. Hingga beberapa kali Shafa terus melihat kearah pintu, berharap pria itu masuk kesana. Namun hingga beberapa jam berlalu. Devan, tak juga menunjukkan batang hidungnya.
"Dasar laki-laki jahat! Egois, giliran istrinya nggak berdaya, dia masih tetap nggak peduli!" Batin Shafa
Shafa kemudian tertidur, akibat obat yang di suntikkan ke selang infusnya.
Ceklek..
Devan masuk kedalam ruangan, Devan, kemudian menatap wajah cantik sang istri, yang saat itu sedang tertidur lelap. Tiba-tiba teringat kembali Awal-awal pernikahan nya beberapa bulan lalu, di mana dia merupakan orang yang paling benci dengan pernikahan itu. Hingga membuat Shafa menjadi pelampiasan kemarahannya.
Devan, kembali sibuk dengan pekerjaannya, yang sengaja di bawa ke rumah sakit seraya menjaga sang istri, yang masih terlihat lemah.
Jam besuk pun tiba. Kedua orang tua Shafa , datang menjenguk Shafa. Keduanya langsung masuk setelah mengetuk pintu. Keduanya langsung berhamburan mendekat kearah putrinya.
Ayah Shafa kemudian berjalan kearah Devan dan duduk di sofa yang ada di dekat Devan. Rasa canggung masih terlihat pada gestur keduanya. Namun sejurus kemudian, ayah Shafa, berhasil membuat suasana canggung itu menjadi keakraban dengan menghadirkan obrolan ringan. Di antara menantu dan mertua itu.
"Maaf sayang, Mama baru datang dari luar kota." Ucap Mama nya, yang baru saja tiba, seraya mengecup kening putrinya itu.
"Nggak apa-apa Mah." Ujar Shafa seraya membalas, pelukan ibunya
Isak tangisnya kembali pecah. Shafa memeluk, sang ibunda semakin erat. Sebuah pelukan hangat dari seseorang, yang begitu di rindukan, olehnya. Selama ini dia selalu berpura-pura dengan kondisi rumah tangganya.
Dia enggan untuk berbagi kesedihan, pada wanita yang sudah melahirkan nya itu. Ibunya melepaskan pelukannya, ketika tangis Shafa di rasa mulai reda. Wanita berparas cantik itu, kemudian membelai sang putri, dengan penuh kelembutan.
"Kamu apa kabar Dev?" Tanya sang ibu pada Devan yang terlihat sedang berbincang dengan suaminya.
"Aku baik mah." Ungkap Devan seraya menyalami, wanita yang merupakan mertuanya itu.
Ada kecanggungan dari wajah keduanya. Namun sejurus kemudian, keduanya berupaya untuk menghalau, rasa itu.
"Dia yang menyebabkan ...." Ungkap Shafa dari tempat tidurnya.
yang ada di ruangan itu menatap kearah Shafa, yang sudah mengehentikan ucapan nya.
"Menyebabkan apa sayang?" Tanya sang ibu, pada putri kesayangannya itu.
"Nggak ada mah. Tadi Shafa hanya salah bicara." Ucap Shafa. Tatapannya tertuju pada Devan yang sedang menatap kearahnya.
Shafa, kemudian terdiam. Dia tak ingin apa yang sedang dialami olehnya di ketahui oleh kedua orang tua.
"Jika Devan mau pergi atau mau ada urusan, biar Mama yang jaga Shafa." Ujar Mama nya
***Bersambung***