Karen tidak ada jawaban, Hendrik memutuskan untuk membuka pintu kamar Chika.
Pintunya memang tidak pernah di kunci, karena setiap malam papanya pasti akan masuk untuk mencium kening Chika saat sudah terlelap.
"Sayang? Bangun yuk!" Lirihnya tepat di telinga Chika.
"Papa?" Seru Chika dengan wajah penuh binar. "Jadi papa gak lupa ulang tahun Chika?" Tanyanya.
"Ya enggak lah sayang! Mana mungkin papa lupa ulang tahun putri sematawayang papa,"
"Selamat ulang tahun ya sayang, maaf kalau papa sering gak ada waktu buat kamu!. Tapi percayalah, kalau papa sangat menyayangi kamu lebih dari nyawa papa sendiri," ucap Hendrik.
"Makasih papa. Papa emang yang selalu sayang sama Chika. Chika janji kalau Chika bakalan jadi anak yang hebat dan gak akan ngecewain Papa." Ucapnya penuh rasa syukur.
"Papa punya sesutau buat kamu!" Ucap Hendrik sambil menunjukkan sebuah kota kecil berbungkus kertas kado dengan gambar batik.
"Apaan ini Pa?" Ucap Chika heran.
"Kamu buka aja ya Nak," kemudian Hendrik menyalakan lilin dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Chika.
"Doaku masih sama Pa, semoga Papa di berikan kesehatan selalu dan melihat kesuksesan aku," ucap Chika sambil meniup lilinnya.
Setelah itu Chika memotong kuenya dan menyuapi papanya.
"Chika sayang banget sama Papa. Cuma Papa.yang Chika punya."
"Husst, kamu gak boleh ngomong gitu sayang! Kamu masih punya Mama meskipun tidak selalu berada di sampingmu."
"Iya Pa, Chika tau. Maaf Chika udah salah ngomong. Habisnya Chika gak pernah merasakan kehadiran Mama sama sekali Pa!" Keluhnya.
"Suatu saat nanti Mama kamu pasti akan nyariin kamu. Nyariin putri semata eayangnya yang udah tumbuh dewasa."
"Dan saat waktunya itu tiba, aku udah jadi orang hebat berkat Papa."
Setelah itu mereka berpelukan. Setiap ulang tahunnya memang akan seperti ini, Chika akan merayakan bersama dengan ayahnya.
Di tahun-tahun sebelumnya Chika selalu mendapatkam kado boneka dari papanya. Di almarinya terdapat belasan boneka kado ulang tahun dari papanya.
Namun di tahun ini sang Papa tidak memberinya boneka. Di dalam kotak kecil yang di bungkus sangat rapi terdapat sebuah leontin dan selipan surat dari papanya.
Dear : Chika
Untuk putri kesayangan Papa… tahun ini papa tidak memberikanmu boneka lagi. Mengingat usiamu yang sudah 17 tahun.
Papa kasih leontin ini buat kamu pakai biar kelihatan tambah cantik. Gak nyangka putri papa udah remaja aja.
Maaf Papa sering gak ada waktu buat Chika. Papa sibuk kerja ngumpulin uang buat masa depan Chika biar jadi orang hebat!
Di pakai ya sayang leontinya, nanti kamu boleh lepas leontin itu kalau udah ada cowok yang kasih kamu leontin juga.
Karena papa yakin sekali kalau saat ini kamu belum punya kenalan cowok, makanya papa yang kasih leontin ke kamu.
Selamat ulang tahun yang ke 17 sayang. Doa papa masih sama. Semoga putri papa jadi orang yang sukses dunia akhirat.
Tercinta
Papa:)
Chika meneteskan air mata saat membaca surat dari papanya. "Papa adalah cinta pertama di dalam hidupku," lirihnya.
Ia buru-buru memakai leontin pemberian papa. Sangat cabtik dengan badol bentuk hati yang terdapat foto mereka berdua di dalamnya.
"Makasih Pa, makasih untuk kasih sayangnya yang tak pernah berkurang ini." Ucapnya.
Setelah memakai leontinya, Chika tidak lamgsung tidur meski pun waktu baru menunjukan pukul 3.15. Ia memutuskan untuk membaca kembali buku pelajaranya.
Kebetulan besok ada ulangan, jadi ia mulai menghafal setiap rumus di buku pelajarannya.
Tidak terasa, waktu telah menujukan pukul 05.45. Karena asyik dengan rumus matematika maka Chika tak sadar jika sudah waktunya untuk mandi dan berangkat ke Sekolah.
Ia pun bergegas mandi, selesai mandi dan gabti baju ia turun ke bawah untuk sarapan. Semua buku dan perlengkapan sekolah sudah tertata rapi di dalam tasnya.
"Sudah rapi Non?" Tanya bi Sari yang kebetulan sedang menyiapkan nasi goreng di meja makan.
"Sudah Bi, Chika berangkat lebih awal soalnya ada ulangan." Jawabnya.
"Mau sarapan nasi goreng atau mau roti Non?"
"Nasi saja Bi. Buatin susu coklat saja Bi."
"Baik Non." Chika pun melahap nasi gorengnya dengan lahap.
Selesai sarapan, Chika mengambil tasnya yang ia letakkan di atas kursi ruang tv.
"Bi Chika berangkat sekolah dulu ya!" Serunya sambil berlari menuju pintu depan.
Kini ia telah berada di dalam mobil dan siap melaju. Selalu saja, ia berangkat dan pulang sekolah hanya di antar pak supir.
Kadang Chika ingin sekali berangkat dan pulang sekolah di antar kedua orang tuanya.
Tapi, mana mungkin? Sedangkan mamanya saja berada di luar negri. Papanya, dia selalu berabgkat pagi-pagi sekali.
Di hidupnya saat ini, Chika tetap bersyukur karena ia masih bisa sekolah. Mungkin keluarganya boleh hancur, tapi tidak dengan masa depannya.
Ia akan menciptakan masa depan yang cerah agar papanya bangga. Karen itu adalah satu-satunya yang bisa membuat papanya bahagia.
Tak terasa setelah sibuk dengan fikirannya sendiri, Chika sudah sampai sekolah. Di depan gerbang sudah ada Dita yang menunggunya.
"Hay Dit? Udah dari tadi berangkatnya?"
"Em, baru aja nyampek Chik. Tumben lo agak siangan."
"Iya nih, semalam gue begadang buat hafalin rumus. Lo gak lupa kan kalau hari ini ulangan matematika?" Jelas Chika.
"Enggak kok, gue juga udah belajar!" Jawab Dita.
Begitulah obrolan mereka, selalu seputar pelajaran sekolah. Mereka bahkan tidak pernah membicarakan tentang cowok yang mereka suka.
"Ya udah yuk masuk! Entar keburu bel bunyi lagi." Ajak Chika.
"Yuk! Aku juga masih mau belajar." Jawab Dita.
Bahkan di waktu pelajaran hampir di mulai pun mereka masih sibuk buat belajar. Chika dan Dita selalu bersaing dalam merebutkan juara 1 di kelasnya.
Tapi yang selalu menjadi juara kelasnya adalah Chika. Meski pun begitu, Dita tetep senang dan tidak menganggap bahwa Chika sebagai musuhnya.
Mereka bersahabat semenjak awal masuk SMA. Karena memiliki hobi yang sama, yaitu membaca buku maka mereka langsung nyambung dan akrab dalam perbincangan.
Kring … kring … kring
Suara bel masuk. Chika dan Dita langsung masuk ke kelasnya. Mereka duduk bersebelahan.
"Gimana udah hafal semua rumusnya?"
"Em, udah kok Dit." Jawab Chika.
"Aku tadi belajarnya habis subuh. Jadi lumayan lah masih nyantok di otak,"
"Aku dari jam 3 lebih lima belas menit sampai pagi tadi."
"Wow! Keren. Bintang kelas mah selalu mempertahanin ranking."
"Ini salah satu yang bisa buat papa aku bahagia." Ucap Chika.
"Salut gue sama lo. Semangat terus kita pasti bisa kok buat bangga orang tua."
"Oke anak-anak ulangan kita mulai ya?"
"Siap Pak!" Seru para siswa serentak.
Guru membagikan lembar soal. Setelah itu semua siswa sibuk mengerjakan soal demi soal yang tertulis.
Di saat yang lainya tengah pusing mengingat rumus, maka Chika dan Dita sudah hampir selesai mengerjakan.