Pagi-pagi sekali Chika telah sampai di Sekolah. Ia lupa mengerjakan PRnya makanya ia harus mengerjakannya lebih dulu sebelum jam pelajaran di mulai.
Tidak biasanya seorang Chika Wira Kusuma mwngerjakan PRnya di Sekolah. Makanya ia berangkat lebih awal agar tidak ada yang mengetahuinya.
Di luar kelas ada sepasang mata yang tengah mengintainya.
"Woyyy!" teriak seseorang dari belakang yang membuat Chika terkejut.
"Apaan sih lo?" hardik Chika. "Bisa gak sih gak pakek teriak-teriak gitu!" omel Chika.
"Iyaa maaf!" ucap cowok yang ternyata adalah Alex.
"Lo nyebelin tau gak sih!" cetus Chika.
"Tapi ganteng kan?" ucap Alex sambil terenyum lebar.
Sementara sepasang mata yang tengah mengintai mereka berdua nampak geram sekali melihat kedekatan mereka berdua.
Rasanya ia ingin sekali menjambak rambut Chika jika saja Chika sekarang bukanlah ketua osis.
"Lihat aja lo! Kalau sampai jadi pacarnga alex, hidup lo gak akan tenang." gadis itu berucap sambil menajamkan penglihatannya.
Sementara di dalam kelas Chika telah selesai mengerjakan PRnya.
"Udah berangkat lo Chik?" ucap Dita yang baru saja duduk di sebelah Chika.
"Iya Dit, udah. Kamu tumben baru berangkat?" tanya Chika sambil memperhatikan pemampilan Dita.
"Iya nih, tadi aku lagi nyoba-nyoba gaya baru gitu!" jelas Dita.
"Bentar-bentar! Lo dandan ya?" tebak Chika.
"Hehe, iyaa Chik! biar kelihatan sedikit beda gitu!" jawab Dita.
"Lo lepas kaca mata lo juga?" cerocos Chika masih dengan mengintrogasi Dita.
"Iya Chika, kenapa sih emang?" tanya Dita.
"Iya gapapa! cuma aneh aja gitu!" ucap Chika. "Wajah baru, atau jangan-jangan lo lagi naksir sama seseorang ya?" tebak Chika lagi.
"Ihh apaan sih lo! orang cuma pengen ngerubah penampilan aja kok!" elak Dita.
"Udah ya introgasinya, gue mau baca buku dulu!" ucap Dita. Jelas sekali kalau gadis itu tengah menghindari pembicaraan selanjutnya yang mungkin bakal Chika tanyakan.
"Ya udah deh!" jawab Chika. Meskipun ia masih penasaran dengan perubahan penampilan sahabatnya itu namun ia menghargai keputusan Dita untuk membaca buku.
Chika pun kemudian ikut mengeluarkan buku yang sama dengan Chika. Seperti biasa, inulah keseharian mereka saat ada waktu luang sebelum kelas di mulai.
"Nanti siang makan ke kantin yuk Chik!" ajak Dita.
"Tumben? Emang kamu enggak bawa bekel?" tanya Chika.
"Sengaja gak bawa, ya kali kita udah hampir setahun sekolah di sini tapi belum pernah sekali pun jajan di kantin!" cerocos Dita tanpa jeda.
"Hmmm, gimana ya?" ucap Chika sambil mengacungkan jari telunjuknya mengenai pelipisanya.
"Mau yaa, pliss!" pinta Dita.
"Iya deh," jawab Chika.
Tidak lama pun kelas di mulai. Chika dan Dita yang sudah mengerjakan prnya pun tidak kawatir jika akan mendapatkan hukuman.
Berbeda dengan Radit dan juga Rohmat. Mereka berdua adalah langganan siswa yang mendapatkan hukuman dari guru.
"Elo lagi," cerca Dita pada Rohmat.
Ngomong-ngomong melihat si Rohmat ia jadi ingat waktu kepergok sedang di tolong Rohmat saat hendak tetjatuh.
Untung saja waktu itu yang melihat adalah Chika, jadi ia bisa sedikit bernafas lega.
Coba kalau yang memergokinya waktu itu guru, sudah pasti dia akan masuk ruang BK.
"Aaa, gue tau sekarang!" seru Chika.
"Apa?" tanya Dita heran. Sahabatnya itu tiba-tiba saja berseru seolah tau sesuatu.
"Lo mengubah gaya lo karena Radit kan?" tanya Chika.
"Sembarangan ya lo!" protes Dita. Enak saja ia di tuduh suka sama Rohmat.
"Buktinya kemarin lo lagi mesra-mesraan sama Radit." gadis itu masih terus menggoda Dita.
"Kan gue udah jelasin!" ucap Dita. Wajahnya sudah bersemu merah karena dari tadi sahabatnya itu terus menggodanya.
"Iya-iya, canda sayang!" jelas Chika. Ia memang senang sekali melihat sahabatnya itu wajahnya memerah bagaikan kepiting rebus.
Pelajaran pertama berakhir dengan tugas kelompok yang terdiri dari 4 orang. Dan sialnya Chika sama Dita harus satu kelompok sama Radit dan Rohmat.
"Sial babget gue satu kelompok sama elo!" cetus Dita.
"Anak pinter itu, harus bagi-bagi ilmunya sama kita yang pas-pasan gini!" sahut Rohmat.
"Lo mah gak pas-pasan lagi ya, tapi emang gak niat buat pinter!" timpal Dita.
Sementara Chika dan Radit hanya diem saja melihat dua orang itu saling berdebat.
"Udah yuk pulang aja!" ucap Chika memutuskan perdebatan antara Dita dan Rohmat.
"Iya no dua orang, gak kelar-kelar! Awas jatuh cinta gue sukirin lo!" sahut Radit. Akhirnya cowok itu bersuara juga.
"Ihh, gak bakalan gue jatuh cinta sama dia!" tegas Dita.
"Apalagi gue," tambah Rohmat.
Meskipun sebenarnya Rohmat sudah sedikit punya perasaan sama Dita, tapi ia memilih untuk memendamnya saja.
"Ya udah jadi kita ngerjain tugas kelompoknya meh di rumah siapa?" tanya Radit pada ke tiga temannya.
"Di rumah lo aja gimana Chik!" saran Dita.
"Boleh, kebetulan kan gue kalau siang juga sendirian dirumah," ucap Chika.
"Oke kita di rumah Chika belajar kelompoknya, fiks yaa!" seru Dita.
"Siap, nanti sepulang sekolah langsung ke rumah Chika aja," usul Rohmat.
"Boleh," jawab Radit.
"Ya udah kantin yuk, Lapar!" keluh Dita.
Mereka berempat kemudian berjalan menuju kantin. Dan ini menjadi yang pertama kalinya untuk Chika.
Karena ia adalah gadis yang sangat tertutup maka ia tidak pernah berniat untuk ke kantin.
Apalagi setiap hari ia selalu membawa bekel roti sama air mineral, kadang juga suka membawa susu kotak untuk makan siangnya.
Jadi tidak perlu ke kantin untuk membeli makanan. Untuk hari ini Chika dan Dita libur enggak ke perpus, tapi Chika tetap membawa buku di tangannya untuk ia baca di kantin.
Alex yang tengah berada di perpus heran karena sampai hampir istirahat habis Chika belum juga menunjukan batang hidungnya.
"Tumben banget! Kemana sih tuh anak!" gumam Alex.
Setelah berkeliling ke seluruh penjuru perpus ia tidak menemukan gadis yang di carinya, akhirnya Alex memutuskan untuk ke kantin membeli minum.
Saat sampai di kantin, Alex tidak sengaja melihat gadis yang di carinya tengah duduk bersama ke tiga kawannya.
"Apa itu pacarnya ya!" ucapnya lirih.
Setelah mendapatkan minuman yang ia cari, Alex segera berlalu dari kantin itu. Ia kembali ke kelasnya.
"Masak ia gadis unik itu udah punya pacar sih!" lirihnya.
Masih saja Alex kepikiran tentang Chika. Padahal ia seharusnya saat ini memikirkan ulangan yang sebentar lagi akan ia kerjakan.
Tapi fokusnya tiba-tiba saja hilang, di fikirannya hanya ada nama Chika.
Alex memang cowom rese, tapi soal pelajaran ia memang tidak pernah menyepelekan meskipun nilainya hanya pas-pasan.
Bel masuk berbunyi, Chika dan ketiga temannya kembali ke kelas. Pelajaran selanjutnya adalah pelajaran kosong.
Jadi sudah pasti pasar akan berpindah ke kelas mereka. Namun untuk Chika tetap sama saja, dia akan lebih memilih membaca bukunya.
Karena dari kata membaca dan buku aku jadi mengetahui banyak yang tidak ku ketahui.