"Vero … lempar bolanya padaku," ucap Kirana yang memasang kuda-kuda sambil melambaikan tangannya pada Vero yang memegang bola basket.
Vero yang melihat itu pun, seketika mengoper bola yang ia pegang kepada Kirana. Namun, entah karena angin atau memang nasib yang tidak baik sedang menghampiri Kirana, bola yang dioper oleh Vero, malah mengenai kepala Kirana.
Kirana langsung memegangi kepalanya, sedangkan Vero yang melihat kejadian itu, buru-buru menghampiri Kirana.
"Apa kamu baik-baik saja, Kirana?" tanya Vero dengan perasaan sangat khawatir.
Kirana yang masih memejamkan matanya seraya memegangi kepalanya dengan kedua tangannya pun, membuka matanya perlahan. Saat Kirana membuka matanya, ia melihat wajah Vero yang ada di hadapannya, terlihat begitu khawatir.
"Tidak apa-apa, Vero … hanya saja aku sedikit pusing," ucap Kirana meyakinkan Vero.
"Apa perlu kita ke rumah sakit, untuk memeriksanya?" tanya Vero, memandang Kirana penuh kekhawatiran.
Kirana yang mendengar itu pun, tersenyum. Menurutnya Vero begitu berlebihan, namun Kirana menyukai perhatian Vero kepadanya.
"Tidak perlu, Vero … ini hanya terkena bola, bukan terkena batu," jawab Kirana, dengan satu tangan yang masih memegangi kepala.
"Tapi aku takut … jika terjadi sesuatu, dan penyebabnya adalah aku," ucap Vero.
Kirana pun kembali tersenyum mendengar ucapan Vero.
"Tidak perlu, Vero … ini hanya benturan kecil, jadi tidak akan masalah, justru aku malah ingin memintamu untuk mengajariku bagaiman cara mengoper bola seperti tadi," ucap Kirana.
"Apa kamu tidak berbohong, Kirana?" tanya Vero yang masih mencemaskan Kirana.
Kirana kembali tersenyum, ia tidak menyangka jika Vero akan bereaksi sangat khawatir kepadanya.
"Tidak Vero … aku baik-baik saja," ucap Kirana sambil tersenyum manis kepada Vero.
Kemudian Kirana mengambil bola yang mengenai kepalanya tadi, untuk kembali bermain basket bersama Vero.
"Bisa ajari aku cara melemparkan bola ke ring dengan baik?" tanya Kirana, sambil memegangi bola basket.
Vero yang mendapat pertanyaan itu pun, menjadi salah tingkah. Kemudian Vero menghampiri Kirana dengan malu-malu, Kirana pun tersenyum pada Vero.
Kirana langsung mengambil posisi, yaitu mengarahkan pandangan menuju ring basket, sedangkan Vero yang diminta mengajari Kirana, berdiri tepat di belakang Kirana.
Kirana yang sudah bersiap untuk memasukkan bola ke ring pun, menunggu aba-aba atau arahan dari Vero yang masih terdiam. Lantas membuat Kirana menoleh ke belakang untuk memastikan Vero baik-baik saja.
"Apa kamu mau mengajariku?" tanya Kirana memastikan.
Vero menatap Kirana dengan rasa gugup yang menghantui dirinya. Ia langsung mendaratkan tangannya menuju tangan Kirana yang memegangi bola basket.
Jadilah kini, punggung Kirana bertemu dengan dada bidang milik Vero, yang detak jantungnya terasa akan copot. Vero berharap, jika Kirana tidak merasakan detak jantungnya itu.
"Kamu pegang bolanya, lalu arahkan bolanya ke ring, dan pandanganmu fokus ke ring," Vero memberi arahan kepada Kirana.
Sedangkan Kirana yang berada di depan Vero pun, hanya dapat melakukan arahan yang Vero katakan.
Kini Kirana bersiap untuk memasukkan bola yang ia pegang ke ring. Kirana menarik napasnya dalam-dalam, kemudian mengembuskannya secara perlahan.
"Yeay!" teriak Kirana.
dan benar saja, bola yang Kirana tembakan ke ring, masuk dengan sangat indah, sehingga membuat Kirana sangat bahagia, sampai-sampai Kirana memeluk Vero dengan begitu bahagia, tanpa menghiraukan Vero yang sejak tadi merasakan bahwa jantungnya terasa akan copot saat begitu dekat dengan Kirana.
Vero yang dipeluk dengan erat oleh Kirana pun, hanya terdiam dan tidak bergerak sama sekali, kini Vero bisa merasakan jika jantungnya terasa akan meledak.
Kirana yang beberapa detik kemudian tersadar tingkahnya membuat Vero mungkin terganggu langsung melepaskan pelukannya, sambil berusaha menyembunyikan rasa malunya.
"Maafkan aku, Vero … aku terlalu senang karena bisa memasukkan bola ke ring," ucap Kirana, malu-malu.
Vero yang masih menstabilkan detak jantungnya pun, langsung mengalihkan pandangannya pada Kirana.
"Ah, iya … tidak apa-apa, Kirana," jawab Vero yang terlihat sangat gugup.
"Tuan muda, ibu sudah siapkan makanan, silakan tuan muda makan bersama nona Kirana," ucap Ibu Zenna dari ambang pintu.
Entah kebetulan atau tidak, Bu Zenna menjadi penyelamat untuk Vero, sehingga ia tidak terlihat gugup di depan Kirana.
"Baik, bu … terima kasih," jawab Vero.
"Ayo Kirana, kita makan bersama," ajak Vero pada Kirana.
Kirana hanya mengangguk dan mengikuti langkah kaki Vero pergi.
Kini mereka sudah berada di meja makan, setelah mencuci tangan masing-masing.
Di meja makan, sudah tersaji beberapa makanan yang tampak lezat jika disantap, bahkan Vero yang melihatnya pun, sangat tergoda untuk segera menyantapnya.
Bu Zenna membuatkan Vero dan Kirana sup daging, tidak lupa dengan makanan penutupnya yaitu salad buah.
"Kenapa tuan, apakah tuan muda tidak suka dengan makanannya?" tanya Bu Zenna.
"Tidak bu … hanya saja, aku sudah sangat lama tidak melihat makanan rumahan yang dibuat sendiri tersaji di meja makan ini," jawab Vero.
Kirana yang mendengar itu pun, bisa merasakan kesedihan yang Vero rasakan karena kehilangan orang tuanya, dan harus tinggal bersama dengan pamannya yang juga sibuk dengan pekerjaannya.
"Sejak dulu, yang sering aku makan hanya sereal, sampai makanan itu ku jadikan sebagai makanan favoritku," tambah Vero.
Bu Zenna yang mendengarkan cerita Vero pun, tersentuh hatinya, membuat matanya berkaca-kaca. dan lansung berpikir, meskipun Vero merupakan keluarga yang memiliki perekonomian yang serba berkecukupan, namun Vero begitu kekurangan kasih sayang dan perhatian.
"Kalau begitu syukurlah, tuan … jika tuan muda ingin lagi, bilang saja pada ibu, ibu akan dengan senang hati mengambilkannya lagi untuk tuan muda," ucap Bu Zenna.
"Terima kasih, bu," ucap Vero dengan tulus.
Vero kemudian menyendok sup buatan Bu Zenna. disuapan pertama, mata Vero langsung terbelalak, karena menurutnya makanan itu sangat enak.
Bu Zenna yang melihat ekspresi Vero pun, menjadi khawatir, sehingga langsung bertanya kepada Vero.
"Apakah rasanya tidak enak tuan muda?" tanya Bu Zenna dengan perasaan was-was.
"Bukan tidak enak, bu … tapi ini sangat enak menurutku," ucap Vero, menampilkan ekspresi wajah yang begitu antusias.
Kirana pun tersenyum mendengar pernyataan Vero. Vero terlihat begitu lahap memakan masakan Bu Zenna.
Setelah beberapa menit, satu mangkuk sup yang ada di hadapan Vero pun, sudah berpindah ke perut Vero.
"Apa aku boleh minta lagi supnya, bu?" tanya Vero malu-malu, sambil memberikan mangkuk yang telah kosong.
Bu Zenna yang mendengar itu pun, dengan sigap langsung mengambil mangkuk dari tangan Vero, dan langsung mengambilkan kembali supnya di dapur.
"Ini, tuan muda supnya," ucap Bu Zenna sambil memberikan sup itu di depan Vero duduk.
"Terima kasih, bu…." ucap Vero dengan semangat, kemudian kembali menyantap sup itu.
"Pelan-pelan Vero … jika terlalu cepat, kamu bisa tersedak," ucap Kirana mengingatkan.
Mendengar perintah Kirana, Vero langsung melambatkan kegiatan makannya itu.
Setelah selesai makan, Kirana berpamitan untuk pulang dengan Vero, namun Vero mengatakan kepada Pak Renald jika ia akan ikut mengantarkan Kirana pulang.
"Aku pamit pulang, Vero … terima kasih untuk hari ini," ucap Kirana.
"Aku akan ikut mengantarkanmu pulang," ucap Vero pada Kirana.
"Tidak perlu, Vero … aku akan aman-aman saja, pulang diantar oleh Pak Renald," ucap Kirana yang tidak mau merepotkan Vero.
"Tidak, aku akan mengantarkanmu," ucap Vero.
Kirana tidak bisa lagi menolak permintaan Vero, sehingga Kirana hanya diam dan mengikuti semua keinginan Vero.
Di perjalanan, Vero terus memperhatikan wajah Kirana yang terlihat remang, karena cahaya yang terbatas. Namun Vero masih bisa melihat wajah Kirana yang begitu manis itu.
Kirana yang sadar jika Vero terus menatapnya sejak tadi pun, langsung mengalihkan pandangannya menuju jendela mobil. Membuat Vero merasa kecewa, karena tidak bisa menatap wajah Kirana.
Tidak lama pun, mereka sudah sampai di depan rumah Kirana.
"Terima kasih pak, sudah mengantarkan aku pulang dengan selamat," ucap Kirana dengan senyuman tulus.
Kemudian Kirana beralih menatap Vero.
"Terima kasih juga, Vero … karena sudah mau mengantarkanku," ucap Kirana sambil tersenyum malu-malu.
Akhirnya Kirana turun dari mobil Vero, dan langsung masuk ke rumahnya.