Setelah kejadian kemarin, Vero dan Kirana menjadi tidak berbicara satu sama lain, keadaan menjadi canggung. Membuat mereka kini hanya terdiam di kursi masing-masing.
Tidak ada obrolan asik yang terjadi antara Vero dan Kirana, Kirana yang ingin mengajak bicara Vero, mengurungkan niatnya, karena ia takut Vero masih marah kepadanya.
Waktu istirahat pun, tiba. Kirana yang masih duduk di kursinya pun, tidak tahu harus melakukan apa disaat seperti ini.
Kemudian Kirana memutuskan untuk beranjak dari tempat duduknya, untuk mencari udara segar, karena sejak tadi ia merasa sangat canggung di dekat Vero.
Kirana meninggalkan Vero begitu saja, tanpa menyapa atau mengajak Vero. Sedangkan Vero yang kini hanya duduk di kursinya, dengan ruang kelas yang hanya berpenghuni dirinya, membuat dirinya menatap kepergian Kirana dari sampingnya.
Kirana berjalan menuju taman belakang sekolah, ia duduk di bawah pohon besar, dengan kursi yang ada di bawahnya.
Perlahan Kirana menghirup udara segar yang ada di sana, sambil memejamkan matanya. Kemudian Kirana perlahan menghembuskan napasnya, seraya membuka kelopak matanya perlahan.
"Aaaa…." teriak Kirana begitu kerasnya.
Tidak disangka, Levi sudah berada di depan Kirana, dan sedang memandangi Kirana yang memejamkan matanya. Untung saja, situasi taman belakang sekolah, tidak begitu ramai, sehingga membuat Kirana tidak menjadi pusat perhatian murid lain.
Levi tertawa melihat ekspresi terkejut yang Kirana tampilkan, menurut Levi, wajah Kirana sangat menggemaskan.
"Levi! Kenapa kamu mengagetkanku?" tanya Kirana dengan nada kesal, seraya memegangi dadanya, karena dirasa jantungnya seakan ingin copot.
Levi pun, tersenyum mendengar pertanyaan polos yang Kirana lontarkan.
"Karena aku menyukai wajah menggemaskanmu saat sedang terkejut seperti tadi," jawab Levi, dengan terus menatap wajah Kirana.
Kirana yang mendengar itu pun, langsung mendengus kesal.
"Kamu sungguh keterlaluan, Levi!" ucap Kirana dengan kekesalan yang masih terpancar di wajahnya.
Bukannya merasa bersalah, lagi-lagi Levi malah tersenyum melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Kirana.
"Kenapa kamu begitu menggemaskan disaat seperti ini, Kirana?" tanya Levi.
Kirana mencoba menahan emosinya, ia tidak mungkin marah kepada Levi hanya karena masalah seperti ini, karena itu akan sangat konyol.
"Kenapa kamu kemari?" tanya Kirana mencoba mengalihkan pembicaraan, dengan nada bicara yang masih terdengar kesal kepada Levi.
"Tidak apa-apa, aku kebetulan lewat, dan melihatmu duduk sendiri di sini," jawab Levi dengan jujur.
Kirana mengembuskan napasnya, untuk menghilangkan rasa kesalnya dengan Levi.
"Apa Vero masih marah kepadamu? Sampai-sampai kamu harus duduk sendirian di bawah pohon begini?" tanya Levi penasaran, sambil menatap wajah Kirana yang nampak bingung.
Lagi-lagi Kirana menembuskan napasnya, setelah mendengar pertanyaan dari Levi.
"Entahlah, aku pun, bingung … harus bagaimana untuk membuat keadaannya seperti dulu," jawab Kirana dengan nada yang terdengar sangat pasrah.
Levi mengerutkan keningnya bingung.
"Apakah Vero tidak mau bicara denganmu setelah kejadian kemarin?" tanya Levi.
Kirana yang mendengar pertanyaan Levi pun, hanya menggelengkan kepalanya, dengan pandangan kosong.
"Maafkan aku, Kirana … karena aku, kamu harus mengalami situasi ini," ucap Levi dengan perasaan bersalah.
"Tidak apa-apa, Levi … ini bukan salahmu, Vero memang memiliki sifat yang berbeda dari kita," jawab Kirana.
Levi mengerutkan keningnya, setelah mendengar ucapan Kirana yang menurutnya ambigu.
"Maksudmu, sifat berbeda yang seperti apa, Kirana?" tanya Levi yang masih bingung dengan maksud ucapan Kirana.
Kirana terlihat menundukkan kepalanya, kemudian menatap manik mata Levi, sejenak.
Kirana lantas menceritakan apa yang dialami oleh Vero pada Levi, ia menceritakan semua hal yang ia tahu dari Paman Rudolf waktu itu.
Levi yang mendengar cerita Kirana perihal Vero pun, langsung menutup mulutnya dengan tangannya, ia membelalakkan matanya, begitu terkejut mendengar cerita yang Kirana sampaikan.
"Astaga … kenapa keadaan Vero begitu memprihatinkan," ucap Levi, dengan wajah yang masih tidak percaya.
"Aku juga mengkhawatirkannya, tapi kini ia tidak mau bicara denganku," ucap Kirana sambil menundukkan kepalanya pasrah.
"Jangan merasa bersalah begitu, Kirana … karena ini bukan salahmu," ucap Levi mencoba menenangkan Kirana.
"Aku diberi kepercayaan untuk menjaga dan menemani Vero oleh pamannya, namun aku malah membuatnya marah," ucap Kirana.
"Hei, Kirana … ini bukan salahmu, jadi jangan merasa seolah kamu yang paling bersalah di sini," ucap Levi kembali menenangkan Kirana.
"Jadi ini yang kamu lakukan saat tidak bersamaku, Kirana … kamu menceritakan semua kelemahanku kepada orang lain?"
Tiba-tiba suara seseorang mengalihkan pandangan Kirana dan Levi. Tidak diragukan lagi, itu adalah Vero, yang ternyata sejak tadi mendengar semua yang dibicarakan Kirana dan Levi.
"Vero … sejak kapan kamu di sini?" ucap Kirana terkejut, karena Vero sudah berdiri di dekat ia dan Levi duduk.
Vero menatap Kirana dan Levi dengan wajah yang penuh emosi.
"Sejak kamu duduk bersama dengan Levi," jawab Vero ketus.
Kirana menelan salivanya. Ia tidak menyadari jika Vero mengikutinya sejak tadi.
"Vero … apa yang kamu lihat dan dengar tadi, tidak seperti yang kamu pikirkan, aku hanya--" belum sempat Kirana mencoba menjelaskan semuanya kepada Vero, Vero langsung pergi meninggalkan Kirana dan Levi.
Kirana pun, langsung mengejar Vero yang berjalan dengan langkah yang begitu cepat, serta pandangan yang fokus ke arah depan.
Kirana terus memanggil nama Vero di sepanjang koridor kelas yang Vero lewati. Namun Vero tidak menghiraukan Kirana, Vero hanya terus berjalan menuju ke kelas.
"Vero … tunggu aku," teriak Kirana pada Vero yang terus berjalan, tanpa menghiraukan siswa dan siswi yang kini memperhatikan dirinya.
Namun Vero benar-benar tidak menghentikan langkahnya, ia hanya terus berjalan dan fokus melihat ke depan.
Sherin yang sedang di depan koridor pun, mengetahui bahwa sedang ada masalah yang terjadi antara Vero dan Kirana.
"Hai, Vero … jika butuh sesuatu, bilang saja padaku," ucap Sherin pada Vero yang baru saja lewat di hadapannya.
Namun, Vero juga tidak menghiraukan ucapan Sherin, ia hanya terus berjalan, hingga kini ia sudah sampai di kelas. Vero langsung duduk di tempat duduknya, dengan wajah yang memerah, karena menahan emosi.
Tidak lama kemudian, Kirana juga sampai di kelas, ia melihat Vero yang duduk di tempat duduknya dengan wajah yang membuat Kirana takut untuk mendekat kepada Vero, namun apa boleh buat, Kirana harus menghampiri Vero untuk menjelaskan kepadanya, jika Kirana bukan bermaksud untuk menyebarkan kelemahan atau cerita pribadi Vero kepada orang lain.
Kirana berjalan mendekat kepada Vero, yang hanya terdiam dengan tatapan tajamnya yang ia arahkan ke depan.
"Vero … aku tidak bermaksud untuk menceritakan kehidupan pribadimu kepada orang lain, hanya saja aku--" belum selesai Kirana menjelaskan kepada Vero, suara lonceng, pertanda jam terakhir akan segera dimulai pun berbunyi, sehingga membuat penjelasan Kirana terjeda.
Kirana duduk di tempat duduknya seperti biasa, namun dengan perasaan cemas, dan tidak bisa fokus dengan pelajaran, pikirannya terus memikirkan Vero yang kini sepertinya sangat marah kepadanya.
Setelah mengikuti pelajaran dengan tidak fokus, karena memikirkan Vero, akhirnya jam pulang sekolah datang juga, sehingga membuat para murid di dalam kelas, berbondong-bondong keluar dari kelas, untuk kembali ke rumah masing-masing.
Kini tinggal Vero dan Kirana yang ada di dalam kelas itu, namun Vero masih terus mendiamkan Kirana.
"Vero … aku akan melanjutkan penjelasanku tadi," ucap Kirana, melanjutkan pembicaraannya yang sempat terjeda tadi.
Namun Vero hanya terdiam dan tidak menghiraukan Kirana.
"Aku menceritakan apa yang kamu alami selama ini kepada Levi, bukan karena ingin Levi mengetahui kelemahanmu, tetapi karena aku ingin Levi bisa ikut memahamimu," jelas Kirana, meskipun Vero sama sekali tidak menoleh kepadanya.
"Vero … aku mohon maafkan aku," ucap Kirana dengan suara yang sudah sangat frustasi.
Sambil memasukkan buku-buku ke dalam tasnya, Vero sejenak menatap wajah Kirana, tanpa diketahui Kirana.
"Aku rasa, tidak ada yang perlu dijelaskan dan dimaafkan, karena semua ini adalah salahku, yang memiliki sifat berbeda dari orang biasanya," ucap Vero dengan nada yang sangat datar.
Kirana yang mendengar itu pun, makin merasa bersalah kepada Vero, sepertinya Vero sangat marah kepadanya, membuat Kirana menundukkan kepalanya dengan mata yang berkaca-kaca.
Sedangkan Vero, meninggalkan Kirana begitu saja setelah mengatakan kalimat tadi.