"Apa kamu sudah siap, Vero?" tanya Rudolf yang sudah siap dengan sebuah koper yang kini ia seret dengan tangannya.
Vero hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan pamannya.
"Kita akan diantar ke bandara oleh Pak Renald," ucap Rudolf.
"Baik, paman," jawab Vero sambil menundukkan kepalanya.
Rudolf yang melihat raut wajah sedih Vero pun, langsung merangkul Vero, agar Vero merasa lebih baik dan tidak bersedih lagi.
"Bagaimana pak, apakah mobil sudah siap?" tanya Rudolf pada supir baru yang Rudolf siapkan untuk Vero.
"Sudah tuan, mobil sudah siap mengantar tuan," jawab supir baru itu.
Rudolf menganggukkan kepalanya. Kemudian merangkul Vero untuk mengajaknya menuju garasi mobil.
Di perjalanan, Rudolf memperhatikan wajah Vero yang sejak tadi murung, ia benar-benar tidak tega, meninggalkan keponakannya itu.
"Vero … jangan lupa untuk belajar, dan selalu jaga kesehatanmu, paman tidak mau mendengar kabar kamu sakit saat paman di luar negeri," ucap Rudolf.
Vero hanya mendengarkan nasihat pamannya dengan seksama, ia menjadi lebih sedih karena pamannya mengatakan hal-hal seperti itu.
"Jika kamu mau pergi ke mana pun, selalu minta antar oleh Pak Renald," ucap Rudolf.
"Benar, tuan muda … saya akan mengantarkan tuan muda kemana saja yang tuang muda inginkan," sahut supir baru Rudolf, sambil terus fokus mengemudi.
"Baik, paman dan Pak Renald," jawab Vero.
Setelah perjalanan kurang lebih setengah jam dari rumah, akhirnya mereka pun, sampai di bandara. Kala itu, bandara sedang sangat ramai, banyak orang berlalu-lalang, entah itu akan pergi, kembali atau hanya sekedar transit atau singgah saja.
Rudolf diantar oleh Vero saat akan melakukan check-in, Vero memandang punggung milik pamannya yang sedang melakukan proses check-in dengan petugas.
Setelah menyelesaikan proses check-in, Rudolf menghampiri keponakannya untuk mengucapkan selamat tinggal.
"Vero … sebentar lagi pesawat paman akan terbang, jadi … paman mohon kepadamu, jaga kesehatan selama paman tidak ada di rumah, ya?" ucap Rudolf, sambil memegangi kedua pundak Vero.
Vero yang tidak bisa berkata-kata lagi pun, hanya mengangguk dengan paham, mendengar nasihat pamannya itu.
"Apa ada yang ingin kamu sampaikan sebelum paman berangkat?" tanya Rudolf.
Vero menundukkan kepalanya. "Hati-hati, paman…." ucap Vero dengan suara lirih.
Rudolf yang melihat itu pun, seketika menjadi sangat tidak tega meninggalkan keponakannya itu, namun untuk urusan pekerjaan dan demi Vero pula, Rudolf harus siap berpisah sementara dengan Vero.
"Baiklah, paman akan hati-hati di sana," ucap pamannya.
"Kalau begitu, paman pamit, Vero … pesawat paman akan segera berangkat," ucap Rudolf berpamitan dengan Vero, sambil menahan air matanya yang akan jatuh.
Sebelum benar-benar berangkat, Rudolf menepuk pundak sebelah kanan Vero sambil tersenyum kepadanya.
Vero yang tidak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya pun, hanya diam, dan berusaha merelakan kepergian pamannya itu.
Kini Rudolf benar-benar berjalan meninggalkan Vero yang tertegun di tempatnya berdiri.
Setelah Rudolf sudah tidak terlihat lagi, sang supir mengajak Vero untuk pulang ke rumah.
"Maaf, tuan muda … mari kita pulang ke rumah," ajak sang supir pada Vero dengan nada sopan.
Vero yang mendengar ajakan sang supir untuk pulang pun, langsung berjalan menuju mobil. di jalan, Vero hanya terdiam dan terlihat sangat murung, membuat sang supir bingung, harus melakukan apa untuk Vero.
Sesampainya di rumah, Vero melihat pintu rumahnya tidak terkunci, membuat dirinya mengerutkan keningnya, karena di dalam ada Ibu Zenna, yang nantinya akan mengurus keperluan rumah untuk Vero.
Vero segera masuk ke rumah, dan betapa terkejutnya Vero, melihat seseorang sedang duduk santai membaca buku di sofa ruang tamunya.
"Kirana … ada apa kamu kemari?" tanya Vero dengan ekspresi kagetnya.
Sedangkan Kirana yang sedang fokus membaca buku, langsung mengalihkan pandangannya menuju Vero yang baru saja datang.
Kirana tersenyum pada Vero yang masih memasang wajah kagetnya di depan Kirana.
"Aku kemari karena permintaan pamanmu," jawab Kirana.
Vero yang tidak paham dengan yang dikatakan oleh Kirana pun, hanya mengerutkan keningnya bingung, Vero tidak diberitahu oleh pamannya sehingga membuatnya kaget melihat Kiran sudah ada di rumahnya.
Kemudian Kirana menceritakan semua permintaan yang disampaikan Paman Rudolf kemarin dengan sangat detail.
"Jadi kamu akan ke rumahku setiap hari, selama paman tidak ada di rumah?" tanya Vero yang masih tidak percaya dengan cerita Kirana.
Kirana mengangguk sambil melontarkan senyuman kepada Vero.
Kini Vero tidak habis pikir, jika pamannya sangat memikirkan apa-apa yang Vero butuhkan, semuanya dipikirkan sampai tidak ada yang tertinggal. Membuat Vero meneteskan air mata yang ia tahan sejak di bandara tadi.
Kirana yang melihat Vero meneteskan air mata pun, langsung membelalakkan matanya.
"Ada apa, Vero … kenapa kamu menangis?" tanya Kirana dengan wajah bingungnya.
Vero menutup matanya sejenak, kemudian membuka kembali matanya untuk menatap Kirana yang ada di hadapannya.
"Aku sanagt menyayangi pamanku," ucap Vero, dengan mata yang berkaca-kaca.
Kirana yang melihat dan mendengar pernyataan tulus Vero itu pun, tersenyum lega, jika alasan Vero meneteskan air mata karena hal itu.
"Kamu tidak perlu khawatir, Vero … kamu memiliki paman yang sangat menyayangimu, sehingga semuanya telah disiapkan oleh pamanmu," ucap Kirana.
Vero menganggukkan kepalanya. Ia segera menyeka air matanya yang akan turun lagi di pipinya.
"Apakah di sekolah tadi ada PR, Kirana?" tanya Vero, berusaha mengalihkan topik pembicaraan agar suasana hatinya membaik.
Untunglah, pamannya meminta Kirana untuk menemani Vero, jika tidak, mungkin Vero akan sangat murung dalam beberapa hari ini, bahkan mungkin hanya akan berdiam diri di dalam kamar.
"Tentu saja ada, Vero … apakah kamu mau mengerjakan bersamaku?" tanya Kirana.
Vero mengangguk penuh semangat.
"Kirana…." panggil Vero, di saat Kirana sedang mengambil beberapa buku dari dalam tas miliknya.
Kirana pun refleks mengalihkan pandangannya menuju Vero.
"Iya, Vero … ada apa?" tanya Kirana.
"Terima kasih sudah mau menemaniku, aku mohon tetap bersamaku," ucap Vero.
Kirana yang mendengar ucapan Vero pun, tersenyum.
"Sama-sama, Vero … aku akan menemanimu, jangan khawatir," jawab Kirana.
Vero menatap lekat-lekat gadis yang ada di hadapannya itu, ia menatap manik mata Kirana. Ia seperti mendapatkan energi baru jika ia bersama dengan Kirana. dan Vero juga seperti melihat bundanya, yang selalu ia rindukan setiap saat.
"Vero…." panggil Kirana, sambil melambaikan tangannya di depan wajah Vero.
Vero yang mendengar namanya dipanggil pun, langsung tersadar dari lamunannya.
"Iya, Kirana … ada apa?" tanya Vero kaget.
"Apa kamu siap mengerjakan PR?" tanya Kirana yang sudah menyiapkan semua buku miliknya, yang sudah ia letakkan di atas meja.
"Ah, maafkan aku … baiklah, mari kita kerjakan bersama," ucap Vero.
Kirana yang melihat sikap aneh Vero pun, langsung menyunggingkan senyumannya. Ia merasa lega, karena Vero dapat merasa lebih baik, dan tidak bersedih lagi setelah pamannya benar-benar berangkat ke luar negeri, dengan kedatangannya.
Kini Kirana yang balik memperhatikan Vero, Kirana baru sadar jika Vero sangat tampan mengenakan pakaian yang serba hitam, membuat Vero terlihat lebih keren.
Vero bahkan terlihat lebih dewasa dengan pakaian yang ia kenakan sekarang, membuat mata Kirana terus memperhatikan Vero.
Mungkin Kirana memang tidak pantas untuk Vero yang memiliki segalanya, namun Kirana mengangumi Vero, dan tidak berharap lebih dengan Vero, ia takut jika nantinya akan timbul kekecewaan.
"Kirana … apa kamu bisa mendengarku?" tanya Vero sambil melambaikan tangannya di depan wajah Kirana.
Seketika Kirana terbangun dari lamunannya.
"Maafkan aku, Vero … apa kamu bertanya mengenai pelajaran?" tanya Kirana yang gelagapan karena baru saja tersadar dari lamunannya.
"Aku bertanya, kenapa kamu menatapku tanpa berkedip?" tanya Vero dengan sangat frontal.
Kirana yang mendapat pertanyaan seperti itu dari Vero pun, langsung membelalakkan matanya. Kirana benar-benar malu saat ini, karena ia tidak sadar jika ia menatap Vero tanpa berkedip.
"Ah, itu-- aku hanya sedang memikirkan rumus kimia yang menjadi PR kita, tidak sengaja aku mengarahkan wajahku kepadamu Vero," jawab Kirana asal, dengan sedikit terbata-bata.
Sedangkan Vero hanya mengangguk percaya mendengar jawaban Kirana. Sementara Kirana, mencoba menahan rasa malunya kepada Vero yang tidak menyadari jika sebenarnya Kirana sedang memperhatikannya.