"Apakah aku harus datang ke sana langsung?"
"Iya, pak. Karena klien kita meminta bapak langsung yang datang agar mereka percaya,"
Terdengar helaan napas, Rudolf masih berpikir sejenak memikirkan sesuatu yang menurutnya sangat penting jika ditinggalkan.
"Bagaimana, pak? Apakah besok bapak bisa berangkat menghadiri acara di luar negeri tersebut?" tanya sekretaris Rudolf, dengan nada sopan.
Rudolf tampak menarik napasnya, ia masih tidak yakin dengan jawabannya.
"Aku masih ragu, karena itu sangat lama menurutku," ucap Rudolf.
"Namun mau bagaimana lagi, pak? Kita harus mendapat kerja sama itu, agar bisnis kita dapat menjadi besar," ucap sekretaris Rudolf lagi.
Rudolf memejamkan matanya, untuk kembali berpikir dan menentukan keputusannya.
"Baiklah kalau begitu, aku akan menghadirinya," jawab Rudolf pasrah.
Sekretaris Rudolf tampak menyunggingkan senyuman lebar, setelah Rudolf menyanggupi untuk menghadiri acara perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaan Rudolf.
"Tolong urus semuanya," perintah Rudolf, kemudian meninggalkan ruangannya.
"Baik, pak. Semua akan saya siapkan dengan baik," jawab sekretaris Rudolf.
Rudolf melenggangkan kakinya menuju parkiran perusahaannya, ia segera masuk ke mobilnya.
Dengan begitu cepat, Rudolf berhasil sampai di rumah dengan waktu yang sangat cepat.
Rudolf pun, duduk di kursi yang ada di taman belakang rumah, sambil memejamkan matanya.
Sementara di sekolah, Vero sedang belajar dengan penuh semangat, dengan Kirana yang berada di sampingnya, membuat Vero makin bersemangat dalam pelajaran.
"Vero … kenapa dari tadi kamu terus saja tersenyum?" tanya Kirana dengan berbisik pada Vero, karena di depan sedang ada guru yang sedang menerangkan pelajaran.
Bukannya menjawab pertanyaan Kirana, Vero malah tersenyum pada Kirana, karena menurut Vero, Kirana sangat lucu saat sedang berbisik padanya.
Kirana pun mengerutkan keningnya bingung, ia tidak mengerti kenapa Vero malah tersenyum kepadanya, Kirana lantas memegangi wajahnya, karena ia takut jika ada sesuatu yang ada di wajahnya, sehingga membuat Vero sejak tadi tersenyum.
Vero yang melihat itu pun, malah makin melebarkan senyumnya, bahkan Vero harus menahan tawanya, karena tingkah Kirana itu.
Guru yang sadar jika Kirana tidak memperhatikan pelajaran, dan malah sibuk memegangi wajahnya pun, memanggil Kirana, sehingga membuat Kirana terkejut dibuatnya.
"Kirana … sedang apa kamu?" tanya guru yang sedang berdiri di depan papan tulis, menjelaskan rumus-rumus kimia yang begitu rumit.
Kirana yang mendengar namanya dipanggil pun, langsung gelagapan dan terkesiap saat itu juga.
"Iya, bu … maaf bu," jawab Kirana sambil menundukkan kepalanya, sambil menahan malu karena kini ia menjadi perhatian murid lain.
Vero yang melihat itu pun, langsung menghentikan ekspresi senyumnya, ia terdiam dan merasa bersalah pada Kirana.
"Tolong perhatikan sebentar, Kirana … ibu sedang menjelaskan pelajaran," ucap ibu guru.
Kirana yang ditegur langsung oleh guru di depan teman-teman sekelasnya pun langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Baik, bu…." jawab Kirana dengan perasaan bersalah.
Vero yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk Kirana pun, hanya memperhatikan Kirana yang terus menundukkan kepalanya.
Akhirnya Vero berinisiatif mengambil secarik kertas, kemudian menuliskan sesuatu pada kertas tersebut. Setelah itu, Vero langsung memberikan secarik kertas itu pada Kirana.
Kirana yang melihat itu pun, langsung mengambil kertas itu, dan membacanya, sambil memperhatikan guru yang sedang menerangkan di depan.
Isi pesan yang ditulis oleh Vero adalah, 'Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu ditegur oleh guru (disertai emot bersedih)' Begitulah kira-kira pesan yang Vero tulis dalam kertas tersebut.
Kirana memilih untuk menganggukkan kepalanya, sambil terus memperhatikan guru yang ada di depan, ia tidak mau ditegur untuk yang kedua kalinya, karena membuat kesalahan yang sama.
"Baiklah anak-anak, pelajaran hari ini kita cukupkan sampai disini, dan ibu minta kalian untuk mengerjakan soal latihan yang ada di halaman 67, dan itu adalah tugas rumah, sehingga bisa kalian kumpulkan minggu depan," ucap guru kimia yang mengakhiri pelajarannya.
Akhirnya pelajaran selesai, tibalah jam istirahat. Vero yang masih merasa bersalah pada Kirana pun, bingung harus mengatakan apa kepada Kirana.
"Kirana … a--aku…." ucap Vero terbata-bata karena ragu.
"Iya, Vero … ada apa?" tanya Kirana sambil memperhatikan wajah Vero yang nampak kebingungan.
"Maafkan aku…." ucap Vero, disertai dengan suara perut Vero yang terdengar jelas di gendang telinga Kirana.
Membuat Kirana seketika menahan tawanya. Karena di saat-saat seperti ini, Vero malah membuat suasana mencair.
Vero langsung memegangi perutnya, kemudian menggaruk pelipisnya, dengan perasaan malu.
"Apakah kamu lapar?" tanya Kirana, berusaha menahan tawanya yang ingin pecah itu.
Vero yang sudah bingung harus mengatakan apa itu pun, hanya mengangguk saja menjawab pertanyaan Kirana.
"Kalau begitu, biar aku antar kamu ke kantin untuk membeli makanan," ucap Kirana, kini dengan senyuman tulus.
Membuat Vero yang melihat senyuman tulus Kirana, menjadi salah tingkah dibuatnya.
Vero dan Kirana menyusuri koridor kelas, untuk menuju kantin. Mereka berjalan beriringan, layaknya sepasang kekasih.
Banyak murid-murid yang juga berlalu-lalang di koridor kelas, menatap Vero dan Kirana dengan tatapan aneh. Namun, hal itu tidak mereka hiraukan. Sehingga saat ini mereka telah duduk dengan manis di kursi kantin.
Setelah memesan burger dengan ukuran sedang, Vero berusaha mengulang permintaan maafnya kepada Kirana.
"Kirana … maafkan aku," ucap Vero, namun langsung disela oleh Kirana.
"Iya Vero, tidak apa-apa, aku tidak akan cerita kepada siapa pun, jika tadi perutmu berbunyi di kelas," sela Kirana, dengan sedikit terkekeh.
Vero yang mendengar ucapan Kirana pun, langsung menghela napasnya.
"Bukan itu maksudku, Kirana…." ucap Vero menyangkal pernyataan Kirana.
Kirana langsung mengerutkan keningnya.
"Lalu, maaf untuk apa?" tanya Kirana.
"Aku minta maaf--" belum selesai Vero menyelesaikan ucapannya, makanan yang ia pesan untuknya dan Kirana datang, dengan diantar oleh pelayan kantin. Membuat Vero harus mengulang kembali kalimatnya.
Kirana yang sadar jika sejak tadi perkataan Vero selalu terjeda, membuat Kirana menahan tawanya.
Setelah pelayan kantin selesai mengantarkan makanan untuk Vero dan Kirana, Vero berusaha menarik napasnya untuk melanjutkan kalimatnya, yang sejak tadi terus terpotong.
"Aku minta maaf … karena sudah membuatmu ditegur oleh guru di kelas tadi," ucap Vero sambil memperhatikan wajah Kirana.
Kirana yang mendengar ucapan Vero pun langsung mengembuskan napasnya.
"Astaga, Vero … aku sudah memaafkanmu sejak tadi, bahkan aku merasa itu bukan kesalahanmu, jadi kamu tidak perlu meminta maaf kepadaku," ucap Kirana menjelaskan.
"Ta--tapi … aku," lagi-lagi belum selesai Vero mengatakan kalimatnya, Kirana sudah lebih dulu memotongnya, namun kali ini karena Kirana tidak mau Vero terus merasa bersalah.
"Sudah, Vero … sebaiknya kamu makan saja, sebentar lagi jam istirahat akan segera habis," ucap Kirana sambil tersenyum.
Vero yang paham, jika Kirana menyelanya, bukan untuk memotong pembicaraan, melainkan untuk menyudahi topik yang membuat Vero merasa bersalah.
Akhirnya Vero hanya menganggukkan kepalanya, sambil mengambil burger yang ada dihadapannya.
"Kamu juga harus habiskan makanannya," ucap Vero pada Kirana yang belum memakan makanannya.
Kirana pun tersenyum, kemudian mengambil burgernya, lalu memakannya dengan lahap.
Karena burger yang dipesan oleh Vero, cukup besar untuk ukuran Kirana. Sehingga mayones yang ada di burger menempel di ujung bibir Kirana.
Vero yang melihat itu pun, langsung menyapu mayones itu dengan jari ibunya, sambil memperhatikan bibir manis milik Kirana.
Kirana yang mendapat perlakuan itu dari Vero, membuat pipinya memerah, ia langsung menghentikan kegiatan mengunyahnya.
Vero yang menyadari jika Kirana menjadi canggung karena perlakuannya, langsung meminta maaf pada Kirana.
"Maafkan aku, Kirana … tadi ada mayones yang menempel di ujung bibirmu," ucap Vero.
Kirana yang tidak mau keadaan makin menjadi canggung, langsung menggigit lagi burger yang ia pegang.
Kemudian Kirana hanya menganggukkan kepalanya, untuk menjawab permintaan maaf dari Vero.
Vero yang bingung harus berbuat apa, kini hanya menggigit kembali burger yang belum habis ia makan.
"Sebentar lagi jam istirahat selesai, ayo kita habiskan makanan kita," ucap Vero pada Kirana.
"Oke," jawab Kirana singkat, karena masih merasa canggung dengan Vero.
Akhirnya mereka menghabiskan makanan masing-masing, kemudian kembali ke kelas mereka.