Nasihat Dokter George kembali terngiang di kepala Ellena. Sosok di hadapannya kini bisa saja menghilang suatu hari nanti. Walau bagaimanapun, mereka tinggal di dunia yang berbeda. Ia sungguh tidak siap. Rasanya masih ingin tinggal lebih lama bersamanya. Hanya Radi seorang yang mampu membuatnya merasa nyaman saat ini.
"Radi, apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Ellena memberanikan diri.
"Apa itu?" jawab lawan bicaranya dengan nada antusias. "Kamu ... meninggal kenapa?"
Ini adalah hal yang paling tidak ingin pria itu ungkit sebelumnya. Biasanya, ia pasti akan langsung mengalihkan topik pembicaraan, dan itu selalu membuat Ellena kesal. Seperti ada sesuatu yang ditutupi, atau tidak ingin diceritakan pada dirinya. Mungkinkah masa lalunya begitu kelam sehingga ia tidak ingin mengisahkannya kembali?
Kali ini pria itu mengangkat kedua bahunya cepat. Ia tidak menyangka Ellena kembali menanyakannya. mungkin sudah saatnya ia tidak menghindari pertanyaan-pertanyaan semacam ini lagi.
"Lalu, kenapa kamu belum naik ke surga?" tanya Ellena lagi.
Sinar mata pria itu meredup. Ia sedang berpikir sejenak, mencari jawaban yang tepat.
"Mungkin karena masih ada urusan yang belum kuselesaikan di sini. Maybe." Radi tertawa geli mendengar jawabannya sendiri.
"Apa itu? Siapa tahu aku bisa bantu," tawar gadis itu serius.
"Hm ... Itu ... tapi kamu jangan marah, ya?" Tiba-tiba Radi menurunkan wajahnya, ia kelihatan murung.
Ellena menghela napas yang diikuti keluarnya uap putih dari mulut, dan langsung membenarkan posisi duduknya, siap untuk mendengarkan. "Ya, ceritakanlah."
Kepala pria itu mendekat ke wajah Ellena. Seketika panas menyelimuti dirinya, padahal udara sedang dingin. Wajahnya sedikit memerah. Itu karena wajah mereka terlalu dekat. Ia segera mengalihkan pandangan ke sembarang arah, takut, bisa saja Radi mendengar suara degup jantungnya yang tidak karuan.
Kemudian, pria itu membisikkan sesuatu di telinga Ellena. "Masalahnya aku juga tidak tahu." Lagi-lagi Radi menyeringai, tanda mengejek.
Ellena langsung memasang muka masam. Ia mengepalkan tangan dan mengarahkannya pada pria yang baru saja membuatnya kesal. Benar-benar, deh. Rasanya ia ingin menjambak rambut Radi, beruntung ia tidak bisa menyentuhnya.
Bulan berganti bulan, memang awalnya Ellena takut, tetapi ternyata hantu itu tidak seseram dan sejahat yang ada di film Conjuring atau Insidious. Buktinya, gadis itu sangat berteman baik dengan hantu Radi, satu-satunya tempat Ellena bergantung dan menaruh harapan.
"Always under the same sky, always the exact same day ... apart from you not here, there is nothing different at all "
Hal lain yang disukai Ellena dari Radi adalah suaranya, begitu merdu dan nyaman di telinga. Gadis itu sangat menyukai musik, terbukti dari earphone yang selalu ia bawa ke mana- mana. Namun, setelah mendengar Radi bersenandung, tak jarang ia meminta hantu itu untuk bernyanyi.
"Kenapa berhenti?" tanya Ellena.
Radi menoleh, ia tidak sadar jika senandungnya sedang dinikmati gadis di sampingnya itu.
Ia tersenyum, lanjut bernyanyi. "I just want to smile, want to forget everything like nothing happened at all, smiling to live my days..... "
Radi menengadahkan kepalanya ke langit. Sejumlah awan terlihat berpencar tak tentu arah. Sekelompok burung beterbangan di bawahnya. Cuaca hari ini sangat cerah. Ia memejamkan mata, menikmati sinar mentari yang menembus tubuhnya.
"Miss you, miss you so much ... because I miss you so much.
Every day inside me, calling and calling you.
Want to see you, want to see you ...
because I really want to see you ...
now it's like my habit, keep calling your name. Same thing today "
Namun, entah kenapa Ellena merasa pilu setiap mendengarnya melantunkan bait-bait melodi. Ekspresi Radi berubah sendu ketika ia menyanyikan lirik demi lirik. Mungkinkah ia sangat menghayati dan terbawa perasaan akan lagu itu?
Namun, hati Ellena pun terasa sedih, seperti mengingatkannya akan sesuatu yang tidak bisa ia ingat sama sekali, sangat mengganjal di dada. Sungguh sebuah perasaan yang tidak nyaman.