Chereads / Miracle of Maple Leaf / Chapter 15 - 14 | Kepingan Puzzle Telah Terkumpul

Chapter 15 - 14 | Kepingan Puzzle Telah Terkumpul

"Jangan," kata pria itu lirih. Ekspresi wajahnya berubah cemas.

"Kenapa? Kamu tidak ingin melihatku bahagia? Kamu, kan, tahu selama ini aku menderita. Aku memanggil orang tuaku dengan sebutan 'Mama' dan 'Papa', tetapi rasanya seperti orang lain." Emosi Ellena mulai naik. Napasnya menjadi cepat dan tak beraturan.

"Bahkan, bukan diriku yang kulihat setiap kali becermin! Aku butuh ingatanku. Aku mohon kamu bisa menghargai keputusanku." Meskipun ingatannya telah hilang, sifat keras kepala Ellena masih sama.

Gadis itu menatap tajam Radi, memperlihatkan bahwa ia sangat serius. Apa pun yang diucapkanya, tidak sebanding dengan rasa takutnya kehilangan sosok Radi. Ia berpikir, setidaknya dengan kembali pada kehidupan sebelum kecelakaan, rasa sakitnya akan memudar.

"Iya, aku mengerti. Namun, apa aku saja tidak cukup? Aku janji akan selalu bersamamu, Ellena." Pria itu membalas tatapan Ellena dengan begitu serius, padahal biasanya dia ceria dan selalu bertingkah konyol.

"Maaf, tapi aku harus bilang ini. Dunia kita berbeda ... aku tidak tahu kapan kamu akan pergi, dan aku terus saja memikirkan itu beberapa tahun belakangan ini. Sebelum itu terjadi, aku tidak bisa terus bergantung padamu."

Radi menundukkan kepala, tidak menyangka bahwa gadis kecilnya itu benar-benar telah tumbuh dewasa. Ellena tahu benar pria tersebut pasti sedih mendengar kata-katanya barusan. Ia tahu dirinya bersikap keterlaluan, tetapi ini juga demi masa depannya sendiri.

"Hari Minggu besok, minggu pertama di musim gugur, aku akan memulainya. Perasaanku sangat aneh setiap melihat daun maple yang berjatuhan," kata Ellena memecahkan keheningan. "Mungkin musim gugur bisa membantuku."

Radi mengangkat wajahnya kaget. "Apa yang kamu rencanakan?"

"Aku akan berhenti minum obat."

Pria itu tertegun. "Kenapa?" Suaranya terdengar pelan, seperti tertahan di tenggorokan.

"Dokter George terus saja bilang bahwa kamu hanya halusinasi. Dia tidak percaya padaku. Aku jadi mencurigainya."

Radi menganggap gadis itu hanya berpikir berlebihan. Bukankah wajar jika seorang dokter mengatakan hantu adalah halusinasi? Di zaman modern ini, mana ada hantu. Terlebih lagi, hantunya tidak mengenal siang atau malam.

"Dan tempat itu, aku merasakan memori yang sangat kuat." Telunjuk Ellena mengarah pada sebuah tulisan yang ia lingkari: pohon maple besar dekat danau & mimpi tenggelam. "Mimpiku mirip sekali dengan danau itu. Aku yakin ini ada hubungannya dengan ingatan yang kucari."

"Kamu yakin, Ellena?" Lawan bicaranya terlihat khawatir. Gadis itu mengangguk yakin. "Aku sudah bertekad kali ini.

Selama ini aku selalu menepis pikiran-pikiran itu, tetapi sekarang keputusanku sudah bulat."

"Berbahaya, kamu harus mendiskusikannya dulu dengan orang tuamu!" Tiba-tiba Radi menaikkan nada bicaranya.

"Kamu kenapa, sih? Bukankah biasanya kita selalu berembuk berdua sebelum mengambil keputusan?"

"Ah, maaf. Aku hanya khawatir. Tidak bisakah nanti saja? Jangan terlalu buru-buru." Pria itu mendekat ke arah Ellena, wajahnya seolah sedang memohon.

Tidak mempan lagi dengan tatapan memelas milik Radi, gadis berambut panjang itu tetap memperjuangkan keputusannya. "Aku sudah memikirkan baik-baik berulang kali. Sekarang atau tidak sama sekali," tegasnya.

Tidak ada jawaban dari Radi. Apa pun yang dikatakannya tidak akan mengubah keputusan yang sudah bulat itu. Bukannya ingin menghalangi gadis itu mencari ingatannya, hanya saja ia cemas jika sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Apalagi, Ellena berkata bahwa ia akan berhenti minum obat yang selama ini terus diresepkan dokter padanya sebagai vitamin dan obat penenang.

"Ayolah, aku nyaman bersamamu. Semua akan baik-baik saja kalau kamu di sisiku. Iya, kan?" bujuk Ellena.

"Baiklah, apa pun untukmu," ucap Radi pasrah.

Senyuman tipis terukir di wajah gadis itu. Ia senang Radi akhirnya menyerah. Walau terkesan mendukung secara terpaksa, Ellena tidak keberatan sama sekali.

"Jika nanti ingatan itu akan terasa menyakitkan, aku mohon ... teruslah melangkah maju, Ellena." Suara Radi terdengar begitu sedih.

Gadis itu mengangguk. Kedua sudut bibirnya ditarik hingga membentuk sebuah senyuman. Ia merasa sangat bersyukur telah mengenal sosok itu.