Chereads / Miracle of Maple Leaf / Chapter 19 - 18 | Keajaiban Daun Maple Musim Gugur (End)

Chapter 19 - 18 | Keajaiban Daun Maple Musim Gugur (End)

Untuk kedua kalinya, Ellena terbangun di sebuah kamar rumah sakit. Namun, kali ini ia sadar dengan seluruh ingatan yang telah kembali.

Gadis itu merasakan tangannya digenggam erat. Seorang wanita yang tak asing lagi sedang menangis di samping tubuhnya yang terbaring lemah. Ia melepas masker oksigen dari wajahnya.

"Kak Radi." Kata pertama yang gadis itu ucapkan.

Wanita itu terlihat sangat terkejut mendengarnya. "Sayang, kamu sudah ingat?"

"Kak Radi mana, Ma?" Matanya mengitari setiap sudut ruangan.

Ayah Ellena segera menghampirinya, ia mengusap lembut kepala putrinya beberapa kali, berusaha menenangkan.

"Kakakmu ... dia sudah meninggal, Sayang, tiga tahun yang lalu. Kamu ingat kecelakaan itu?" Wanita paruh baya tersebut meneteskan air mata.

Gadis itu menggeleng. "Tidak mungkin. Tadi aku melihatnya. Kak Radi tadi membantuku keluar dari sana!"

Ellena menangis dan memberontak, tidak bisa menerima kenyataan yang telah terjadi. Ibunya menjelaskan bahwa Radi meninggal saat menolongnya kala itu. Mereka sengaja menutupinya karena takut Ellena akan depresi, mengingat mental dan jantungnya lemah sejak kecil. Karena itulah sang kakak begitu melindunginya.

Radi sangat menyayangi adiknya. Penyesalan selalu datang terlambat. Gadis itu tidak menyadari selama ini sang kakak selalu berada di dekatnya.

Sejak peristiwa itu, Ellena tidak pernah melihat sosok itu lagi. Hatinya hancur setiap mengingatnya. Ia ingat dulu mereka sering bernyanyi bersama, Radi sangat fasih bermain gitar dan Ellena bernyanyi. Lagu yang selalu disenandungkannya dengan sendu itu rupanya lagu yang sama saat mereka bernyanyi dulu. Sayang, Ellena tidak mengingatnya. Ia begitu merindukannya.

Ibu Ellena selalu menangis karena putrinya sering berteriak dan jarang mau makan. Hidup gadis itu bahkan lebih kosong daripada saat amnesia. Sepertinya itu adalah hukuman dari Zeus karena telah membuka kotak Pandora yang terlarang.

Ellena membenci dirinya sendiri yang dengan bodoh telah menukar ingatannya dengan tiga tahun Radi yang selalu berada di sisinya.

Sampai pada suatu malam, Ellena berada di titik terendah dalam hidupnya. Dalam kepalanya terlintas berbagai cara untuk mengakhiri hidup.

"Aku kangen Kakak," gumamnya dengan air mata yang tidak berhenti mengalir.

Ia memicingkan mata saat melihat seseorang tengah berdiri di sudut ruangan. Gadis itu mengerjap berulang kali, memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi.

"Ellena," panggilnya. Sosok itu tersenyum.

Tidak dapat menahannya lagi, Ellena bangun dari tempat tidur, tidak peduli dengan darah yang keluar dari bekas jarum infus yang baru saja ditarik paksa. Ia berlari ke arah sosok itu. Ya, itu Radi, kakaknya. Namun, kaki Ellena terlalu lemas, tubuhnya langsung ambruk ke lantai ketika beberapa langkah saja.

Radi bergegas menghampirinya. Sekali lagi, ia memeluk tubuh Ellena begitu erat. Dalam dekapannya, sang adik menangis keras dan terus mengucapkan maaf.

"Kak, jangan tinggalkan aku lagi," mohon gadis itu. "Kalau kamu mau pergi, bawa aku juga bersamamu."

"Jangan menangis. Aku rindu Ellena yang selalu ceria, Ellena yang akan berlari dan tersenyum ke arahku, Ellena yang suka kesal setiap aku menggodanya." Dia tertawa, persis seperti sosok hantu Radi yang gadis itu kenal biasanya.

"Maaf, ya, aku tidak bisa jujur selama ini," lanjutnya.

Ellena menggeleng pelan di dada Radi sambil memeluknya lebih erat.

"Ellena, aku boleh minta tolong sesuatu?" tanyanya.

Gadis itu tidak menjawab, takut Radi akan meminta untuk melupakannya. Ia sungguh tidak siap jika disuruh merelakannya. "Kamu pernah bertanya, kan, kenapa aku masih ada di dunia ini? Memang benar kok, masih ada sesuatu yang kuinginkan di sini."

Ellena mendongakkan kepala, tanpa berucap apa pun.

"Itu karena aku tahu kamu akan seperti ini. Tolong ... bahagialah, Ellena."

Seketika hati Ellena begitu pilu melihat senyum yang terbentuk sempurna di kedua sudut bibir Radi, senyum terbaik yang pernah ia lihat.

Kembali terisak, gadis itu menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Radi lagi. Ia menangis sejadi-jadinya. Rasanya tidak ingin melepaskan tangannya dari pria itu.

Ellena terbangun dengan napas yang terengah-engah. Sebagian wajah dan bajunya basah dengan keringat. Air mata mengalir, berderai dengan sendirinya. Sang ibu mendekap tubuh putrinya sambil mengecup keningnya.

"Tidak apa-apa, Sayang. Mama dan Papa ada di sini." "Ma," panggil Ellena.

"Iya?" jawabnya seraya menyeka keringat di kening putrinya.

"Tadi aku bermimpi Kak Radi menemuiku. Dia mengucapkan selamat tinggal. Kakak ... ingin aku bahagia." Melalui satu kedipan mata, air matanya jatuh bertubi-tubi.

Wanita itu kembali memeluk Ellena. "Iya, Sayang. Kami semua juga ingin kamu bahagia."

"Maaf ... maafin Ellena, Ma."

Ibunya menggeleng. "Ini semua salah Papa dan Mama, maafkan kami yang tidak becus menjadi orang tua yang baik bagi kalian." Air mata terus membasahi pipi wanita itu, sementara ayah Ellena tak mampu menatap putrinya.

Sejak saat itu, Ellena berjanji pada dirinya sendiri untuk menjalani hidup dengan lebih baik, demi Radi. Ia tidak akan pernah menyia-nyiakan pengorbanan sang kakak lagi.

Ellena memungut daun maple yang jatuh di tanah, lalu diletakkan di depan dada. Mulai saat ini dan seterusnya, ia akan seorang diri setiap berada di tempat itu, tempat penuh kenangan baginya.

Gadis itu teringat daun maple yang ia lihat terakhir kali sebelum dirinya jatuh ke dalam air. Keajaiban itu benar-benar terjadi. Ia masih diberi kesempatan bersama Radi walau sebagai arwah.

Ellena memeluk mantel maroon yang ia bawa dari rumah. Ia telah memperbaiki bordiran nama di mantel itu. Radison Delwyn, nama yang akan selalu berada di hatinya, dan gadis itu akan membuat Radi tersenyum melihatnya dari atas sana.

----- Miracle of Maple Leaf, end -----