Vanessa membanting ponselnya, ketika oma barus aja menelpon dan marah-marah. Wanita tua itu selalu saja meminta Vanessa untuk sabar dan tidak banyak tingkah. Sedangkan selama hidup disini Vanessa juga tidak banyak tingkah seperti yang oma katakan. Atau mungkin Mira yang mengatakan hal yang tidak-tidak tentang hal ini?
Menarik nafasnya dalam, wanita itu memutuskan untuk pergi dari kampus. Dia tidak akan mengikuti jam akhir hari ini, atau mungkin bisa besok atau lusa. Cafe adalah tujuan utama Vanessa, selain untuk menikmati makan siangnya, Vanessa juga membutuhkan waktu untuk sendiri di tempat yang seperti ini. Angin sepoy-sepoy menerpa wajah cantiknya, hingga membuat wanita itu menutup matanya dan membiarkan beberapa helai rambut berterbangan bebas terkena angin. Rasanya Vanessa begitu merindukan suasana London untuk saat ini. Dia memiliki satu tempat khusus untuk dirinya jika banyak masalah. Sedangkan disini, tempat mana yang harus didatangi, sedangkan dia hanya hafal jalan utama ke kampus, beberapa tempat yang pernah dia kunjungi dan juga pulang ke rumah. Hanya itu saja tidak lebih dari itu.
Merasakan sesuatu menyentuh pipinya, tentu saja langsung membuat Vanessa membuka matanya cepat. Dia pun melihat satu milkshake coklat yang sudah berada di atas meja. Lalu menatap ke arah samping kiri dan menemukan sosok yang sama sekali tidak ingin dia lihat. Siapa lagi jika bukan Regan dan juga Veronica. Entah untuk apa mereka berdua berada disini, dan tau dari mana mereka jika Vanessa ada disini.
"Kalian ngapain kesini, aku lagi nggak mau diganggu." kata Vanessa meneguk milkshake nya.
Veronica duduk di samping Vanessa dan langsung memeluknya. "Maafin Kakak ya, udah maksa kamu kayak kemarin. Kakak janji nggak gitu lagi."
Vanessa diam, dia tidak menjawab pandangannya begitu fokus pada Regan yang malah tersenyum miring padanya. Entah kenapa Vanessa berpikir jika semua ini terjadi karena pria itu, dia yang memberitahu Veronica dimana Vanessa saat ini, hingga wanita itu datang penuh dengan penyesalan.
"Nessa … maafin Kakak." rengeknya, layaknya bayi kemarin sore.
Vanessa melepas pelukan itu dan menatap Veronica sejank. Sorot matanya menelusuri wajah Veronica yang tak ada mirip-miripnya sama dirinya. Dan saat ini anak kesayangan ayah dan ibunya tengah merengek meminta maaf pada Vanessa? Apa itu tidak salah? Sedangkan kedua orang tuanya saja belum tentu mau meminta maaf pada Vanessa tentang apa yang mereka perbuat dulu pada Vanessa.
"Nessa … ," teriak Veronica.
Vanessa bergumam sebagai jawaban, lalu kembali fokus pada minumannya dan menendang kaki Regan di bawah meja. "Apa sih, jangan teriak." ucapnya.
"Maafin Kakak, Nessa."
"Louis Vuitton, aku maafin." kata Vanessa cepat dan membuat Veronica mengerutkan keningnya.
"Pengeluaran terbaru atau yag apa, Kakak nggak tau loh."
Vanessa berpikir sejenak sambil mengusap dagunya. Tidak masalah mau lama atau baru yang penting Louis Vuitton, dan yang jelas selera kakaknya itu bukan kaleng-kaleng. Dimana dia tidak akan memilihkan brand dan bentuk tas dengan pengeluaran lama.
Veronica setuju, dia akan membelikan apapun yang Vanessa inginkan. Asal adiknya itu mau memaafkan dirinya dan tidak marah lagi. Lagian, Veronica juga merasa bersalah sih, jika dipikir-pikir dia yang terlalu memaksakan diri untuk membuat Vanessa agar seperti dirinya dimasa lalu.
"Kamu bukannya ada kelas akhir?" kata Regan, yang seolah ucapannya sangat disengaja. "Terus kenapa ada di cafe ini?" ujarnya kembali dan membuat Vanessa mendelik.
Veronica pun menoleh menatap Regan dan juga Vanessa bergantian. Bukan perkara itu yang membuat wanita itu tertarik, tapi kenapa hal sekecil itu saja Regan tahu jadwal kuliah Vanessa. Sedangkan, Veronica yang kakaknya saja tidak tahu apapun tentang jadwal Vanessa.
REgan menggaruk tengkuk lehernya, yang diyakini Vanessa sama sekali tidak gatal. Dari segi tatapannya saja Regan tahu, jika wanita itu tengah meminta penjelasan dari apa yang pria itu katakan barusan.
"Semua jadwal mahasiswa ada di komputerku, jadi langsung nyambung sama dosen-dosen yang lain. Makanya aku tau." kata Regan dan membuat Veronica mengangguk percaya.
Menghela nafasnya berat, REgan pun tersenyum melihat reaksi Veronica. Untung saja wanita itu percaya, hingga membuat Vanessa mengulum tawany agar tidak pecah.
****
Memilih pulang,. Vanessa lagi-lagi melihat Mira di balik pintu. Padahal, tidak dibukakan saja pintunya Vanessa juga masih bisa membuka pintu rumah ini. Dia masih memiliki dua tangan yang masih bisa digunakan dengan baik. Jadi … Vanessa pikir MIra tidak perlu melakukan hal itu, jika Vanessa datang dan pulang ke rumah.
"Bukan tuan putri apalagi princess. Jadi … bersikaplah biasa bukan layaknya upik abu!!" sinisnya kesal.
Mira menunduk, dia melakukan hal ini juga demi Vanessa. Dia tidak ingin jika dirinya terus menerus bertengkar dengan Vanessa. Bukannya apa, Mira tidak mau jika rasa sakit hati Vanessa bisa membuat wanita itu buta dan menghancurkan hidupnya sendiri dan juga orang lain. Apalagi hidup Veronica yang diincar setelah dia kembali.
Masuk ke dalam kamarnya dan juga melepas kemeja yang dia kenakan. Vanessa lebih memilih menatap beberapa bercak merah di dada dan juga leher. Benar kata Sean, bercak itu begitu ketara dimatanya. tapi Vanessa juga bersyukur jika mata Veronica sempat buta dengan masalah itu, dia tidak melihat ada beberapa bercak di leher, ketika dirinya duduk di samping Veronica. Atau mungkin dia tahu tapi tidak mengatakan apapun?
"Dia kan bodoh mana mungkin tau sih hal kayak gini!!" gumam Vanessa mengusap bercak itu.
Lagian sepolos-polosnya orang,m masih polosan Veronica tentang hal ini. Wanita itu mengira jika veronica tidak tahu ini apa dan bagaimana cara buatnya. Makanya dia tidak banyak bicara dan juga protes jika di leher Vanessa ada bercak kebiruan bekas Regan.
"Gimana kalau dia tahu, bekas ini pacarnya yang bikin. Pasti seru banget kalau dia tahu." kekeh Vanessa.
Entah kenapa rasanya dia ingin sekali memamerkan, tentang cupang ini pada Veronica. Dan memberitahu jika yang meninggalkan jejak kepemilikan itu adalah kekasih kakaknya, pada malam itu dalam keadaan mabuk. Dan Vanessa juga ingin sekali memberitahu wanita itu, jika semalam saat acara pengangkatan dirinya. Vanessa lebih memilih menghabiskan waktu bersama dengan REgan di apartemen pria itu. Membayangkan saja langsung membuat Vanessa tersenyum, apalagi tahu jika suatu saat nanti Regan memutuskan untuk menikah dengan Vanessa dan bukan dengan Veronica.
"Cakep sih!! Tapi … nggak untuk saat ini."
Melihat satu mobil putih masuk ke pekarangan rumah, Vanessa pun tersenyum. Mengambil kemeja itu tanpa mau mengancingkannya, Vanessa pun turun dari kamarnya dan menuju ke bawah. Barang yang dia inginkan akan dia dapatkan, Buru-buru Vanessa berlari ke arah pintu rumah ini dengan kaki telanjang dan membuka pintu utama rumah ini. Dan …
"Hallo Kak … ," sapanya dan membuat Veronica mendelik sempurna.
To Be Continued