Vanessa berpikir ini adalah makan malam biasa, yang hanya ada di cafe atau mungkin restoran mahal. Tapi nyatanya Vanessa malah dikejutkan dengan makan malam di pinggiran pantai secara privasi. Disini Vanessa bisa melihat bulan yang bersinar begitu terang, suasana tenang dan hanya ada deru ombak saja. Dan ditambah pula, dilangit hanya akan ada bulan tanpa bintang. ITu sama seperti Vanessa dulu waktu dia hidup jauh dari keluarga.
Di atas meja ada banyak taburan bunga mawar, ada lilin yang menyala, yang ditaruh dalam botol plastik, agar lilin itu tidak mati ketika Vanessa dan Regan datang. Menu makanan yang menurut Vanessa cukup enak. Ada coklat dan juga minuman beralkohol di tempatnya.
"Aku pikir kamu cuma nawarin aku makan malam, taunya ngajakin aku makan malam?" kata Vanessa akhirnya.
"Aku ngajak bukan nawarin. Kayaknya aku nggak butuh izin dari kamu, kalau mau ngajak kamu kemana aja."
"Kenapa begitu?" tanya Vanessa heran.
"Karena … semua orang pasti akan berkata iya kalau kamu sama aku. Apalagi Vero yang kelihatan senang banget kamu, aku jagain."
Vanessa tersenyum kecil. Itu benar jika seharian mau pergi sama Regan pun tidak akan mencari. Mereka merasa jika Vanessa akan aman jika bersama dengan Regan. Tanpa tahu apa yang sedang Vanessa pikirkan dan inginkan.
Memotong daging yang ada di hadapannya, Regan malah mengambil piring Vanessa dan memotong daging milik wanita itu.
"Vero tau kamu makan malam sama aku?" ucap Vanessa.
Pria itu menggeleng, dia pun langsung mengembalikan piring yang berisikan daging pada Vanessa. Masalah Veronica, tentu saja wanita itu tidak tahu jika Regan sedang makan malam bersama dengan Vanessa. bUkannya tidak mau, lebih ke malas dan ingin menghabiskan waktu bersama dengan Vanessa.
Dari awal Veronica mengirim foto Vanessa, hal itu langsung menarik perhatian Regan. Dia masih menyimpan foto Vanessa yang menggunakan kemeja putih yang, yang dua kancing terbuka. Yang dipadukan dengan rok pendek berwarna hitam.
Vanessa mengerutkan keningnya, dia meminta Regan untuk menunjukkan foto itu. Dia lupa jika Vanessa pernah mengirim pesan untuk Regan.
Tentu, dia pun langsung mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan satu foto Vanessa yang dia maksud. dan dia baru saja ingat, foto itu diambil untuk pertama kalinya Vanessa masuk kuliah di London. Dia masih mengenakan kemeja putih dan juga rok hitam. Riasan yangs ederhana dan tidak begitu mencolok. Dia hanya menggunakan lipstik dengan warna gelap yang cukup kontras dengan kulitnya.
"Cantik." puji Regan.
"Namanya cewek pasti cantik lah. Beda kalau aku cowok, pasti aku tampan."
Regan tertawa dan meminta Vanessa untuk segera makan. JIka dingin rasa daging itu tidak akan enak. Apalagi ini pantai, yang dimana anginnya kencang dan bisa bikin masuk angin.
Satu persatu makanan Vanessa coba. Dari piring satu sampai ke piring Regan pun, Vanessa coba. Dan nyatanya rasanya tidak begitu mengecewakan.
"Habis gini masuk angin karena kamu." dengus Regan.
"Aku nggak tau kalau anginnya kencang."
Dimana-mana yang namanya pantai itu pasti anginnya kencang. Mana ada angin semilir layaknya kipas angin di pantai?
Mungkin malam ini angin lagi banyak titipan, makanya kencang. Biasanya dia datang kesini juga anginnya tidak sepertinya ini. Lebih ke enak aja dirasakan ketika menyentuh kulit Regan. Tapi malam ini begitu berbeda.
"Kesini sama Vero juga?" tanya Vanessa memastikan, jika pria itu datang bersama dengan Veronica bukan dengan wanita lain selain Veronica.
Dari sini Vanessa tahu, kalau Regan itu tidak memiliki perasaan apapun pada Veronica. Nyatanya, masih ada wanita lain dalam hidup Regan, dan di sembunyikan serapi mungkin agar kakaknya yang bodoh itu tidak tahu, kelakuan busuk kekasihnya di belakangnya.
Regan menggeleng. Dia selalu datang sendiri ke tempat ini, dia tidak pernah mengajak Veronica kemari. Dan Vanessa adalah satu-satunya orang yang Regan ajak ke pantai ini. Bahkan ketika dia ingin pergi ke pantai, dia selalu meminta petugas pantai untuk mengosongkan tempat ini. Apalagi ada sebuah bungalow dekat pantai, yang dimana masih fasilitas milik Regan.
"Jadi kalau kesini lagi drama?"
Sekali lagi, Regan menggeleng. "Tidak drama, tidak apapun. Aku juga membutuhkan waktu sendiri kan? Dan tempat ini adalah tempatnya, aku sering datang kemari untuk mengembalikan mood ku seperti semula.
Tidak mau terlalu lama di pinggiran pantai. Vanessa meminta Regan untuk segera menghabisi masakannya yang sudah sedingin es. Dan setelah itu, barulah mereka pulang ke rumah mereka masing-masing. Lebih tepatnya Regan selalu mengantar Vanessa sampai di depan rumah.
*****
Mendengar suara gaduh dari bawah, membuat Vanessa turun dengan muka bantalnya. Dia baru saja bangun dari tidurnya, jika tidak menyebar suara gaduh di lantai satu. Maklum saja, keluarga ini begitu ribet dengan urusannya masing-masing.
"Ada apa sih!! Masih pagi ribut, nggak tau apa, ada orang masih tidur. Tenang sedikit tidak bisa?" omel Vanessa kesal.
Veronica meminta maaf pada Vanessa jika dia mengganggu pagi-pagi begini. Masalahnya pagi ini Veronica ada meeting dengan kliennya di sebuah restoran. Tapi pagi ini juga dia harus mengambil baju di butik. Dia sudah ada janji dengan pemilik butik nya dan saat ini sudah menunggu Veronica untuk datang.
"Bilang aja mau meeting dulu, nanti kalau udah selesai baru ambil baju di butik." kata Vanessa. Masalah sekecil itu saja dia tidak bisa menyelesaikan dengan baik. Bagaimana jika nanti dia menghadapi masalah paling besar dalam hidupnya?
"Nggak bisa, Nessa."
"Kenapa nggak bisa?"
Masalahnya temannya itu akan pergi ke luar negeri untuk waktu yang cukup lama. Dia tidak begitu percaya dengan karyawannya saat ini, karena memiliki trauma pada hanya karyawannya yang merusak baju pesanan di butik. Itulah kenapa Veronica panik, dia tidak bisa membatalkan kerja sama ini hanya karena mengambil baju.
Melihat Vanessa yang diam saja di sampingnya membuat Veronica tersenyum penuh arti. "Kenapa? Kenapa lihatin aku kayak gitu?" kata Vanessa heran
"Kamu nggak lagi kunjungan ke kantor kan?" tanya Veronica memastikan. Dan Vanessa pun juga langsung menganggukkan kepalanya. "Nggak lagi ada jadwal ngampus kan?" tanya Veronica kembali. Lagi, Vanessa mengangguk patuh mendengar pertanyaan itu. Mendadak, perasaan Vanessa tidak enak, belum lagi senyum penuh arti Veronica. "Bantuin Kakak, Ness." rengek Veronica.
Memutar bola matanya malas, Vanessa menepis tangan Veronica yang ada di lengannya. "Sudah kuduga, pasti aku yang jadi korbannya."
"Kamu kan adik, masa nggak mau bantu kakak kamu." tambah Mira.
Vanessa menatap tajam mendengar hal itu. "Bukannya waktu itu bilangnya, adik itu harus mengalah dari kakaknya? Begitu nggak sih?" cibir nya.
Mira menunduk dan ingin mendekati Vanessa. Tapi Veronica lebih dulu mengejutkan aksi itu dan meminta Vanessa untuk membantunya. Baju itu adalah baju yang akan dipakai Veronica di suatu acara spesial. Belum lagi, baju itu susah dia desain selama empat bulan yang lalu untuk mendapatkan hasil yang sesuai keinginannya. Dan kali ini Veronica tidak mau gaun itu harus tidur cantik di butik temannya itu.
"Iya!! Iya!! Aku ambil bajunya!! Jangan merengek seperti bayi!!" cetus Vanessa dan membuat Veronica bertepuk tangan dan langsung memeluknya.
To Be Continued