Chereads / Cinta ini tumbuh demi kalian. / Chapter 28 - 28. Bersandar

Chapter 28 - 28. Bersandar

Terlihat gurat gurat kecemasan di wajah Robby. Tangan kekarnya senantiasa merangkul Lita dan mendekapnya erat sambil sesekali mengusap usap pipi istrinya itu. Dari kaca spion dalam kakek Agus tersenyum melihat kehangatan itu. Leo pun sesekali juga memperhatikan tingkah Robby yang seperti tidak ingin terjadi sesuatu dengan istrinya.

Tidak ada percakapan, hanya berkali kali Robby menyuruh Leo untuk melesat dengan cepat. Tapi jalanan kota cukup padat mengingat ini adalah jam istirahat.

"Lebih cepat lagi bang!" Kata Robby tidak sabar.

"Ini jam istirahat, bagaimana kalau kita panggil ambulan saja pak?" Tanya Leo kepada kakek Agus yang duduk di samping kemudi.

Kakek Agus mengangguk dan merogoh kantung celananya untuk mengambil ponselnya. Belum sempat menghubungi ambulans terdengar rintih Lita yang mulai tersadar.

Lita membuka mata dan disadari jika dia bersandar di bahu Robby. Lita langsung berusaha untuk menggeser posisi kepalanya. Tapi tangan Robby bergerak lebih cepat dan menahan kepala Lita untuk tetap bersandar dalam dekapannya.

"Tidak usah menghubungi ambulans kek, Lita sudah siuman." Kata Robby masih dengan tangan yang menahan kepala istrinya.

Kakek menoleh ke bangku belakang dan melihat Lita yang benar-benar sudah sadarkan diri. Kakek Agus tersenyum lega. Leo pun juga tak kalah lega melihat Lita yang sedang sadarkan diri.

Lita kembali menarik kepalanya untuk tidak bersandar dalam dekapan Robby.

"Lepasin mas, aku bisa duduk sendiri kok." Kata Lita sambil berusaha menggeser kan tubuhnya.

"Menurut saja dengan perintahku, kamu istriku. Menurut dengan perintah suami adalah kewajiban." Kata Robby langsung pada inti.

*Sejak kapan dia menjadi sangat perhatian seperti ini. Dulu saja waktu tanganku tergores kaca katanya jangan manja. Sekarang aku tidak minta tolong, dia malah berlebihan seperti ini.* batin Lita sambil menatap wajah Robby tepat dari bawah dagu Suaminya.

"Kenapa? baru pertama kali melihat pria tampan dari jarak sedekat ini?"

"Nikmatilah jika itu bisa membantu proses penyembuhan mu." Kata Robby sambil tersenyum simpul dengan tatapan wajah lurus kedepan.

"Norak! Narsis! Kepercayaan diri yang sangat melimpah." Gumam Lita sambil memutar kepalanya dan kini menghadap keluar jendela memandangi jajaran mobil yang menunggu perubahan warna lampu.

"Apa?" Kata Robby sambil menatap Lita semakin dekat hingga netra mereka bertemu dalam satu titik.

"Tidak, Aku hanya pusing." Kata Lita lirih sambil mengelak.

*Macet saja terus sampai besok. Kenapa aku se bahagia ini ketika dia bersandar di bahuku. Aku bisa merasakan kelegaan yang amat sangat, kekhawatiran itu sekarang hilang musnah.*

"Jadi ini kita mau kemana pak?" Tanya Leo kepada kakek Agus.

"Ke rumah sakit, biar Lita di cek dulu dan bisa beristirahat di sana." Kata kakek Agus.

"Masih pusing? kamu mau minum?" Tanya Robby penuh perhatian.

Lita mengangguk perlahan.

Robby mengambilkan minum untuk Lita lalu membantu meminumkannya tanpa memberi celah sedikitpun untuk Lita untuk bergeser menjauh.

*Aku sedang minum, kenapa dia tidak juga mau melepaskanku sih?* batin Lita bertanya tanya.

Lita menggeser lagi keplanya, dan Robby menariknya lagi lalu menempatkannya di pundaknya. Beberapa kali mereka berebut posisi, Lita ingin bersandar di sandaran kursi sedang Robby entah kenapa nampak memaksakan istrinya untuk terus berada di pundaknya.

"Udah, sini aja."kata Robby datar.

"Mas, leherku pegel." Kata Lita kesal.

"Oh, bilang dong." Ucap Robby yang kemudian memperbolehkan Lita untuk berganti posisi.

Lita kini bersandar di sandaran kursi namun, tangan Robby masih saja menggenggam tangan Lita dengan erat dan sesekali mengusap usap ya perlahan. Lita mengamati tangan Robby yang masih menggenggam tangannya.

"Mas, lepasin. Aku mau benerin rambut." Kata Lita beralasan agar Robby mau melepaskan tangannya.

"Oh, iya." ujar Robby yang kali ini dengan mudahnya melepaskan begitu saja.

tidak ada percakapan lagi setelah itu, bahkan hingga mereka sampai di rumah sakit. Robby memberikan ponsel Lita dan meninggalkan Lita begitu saja setelah mendapat penanganan dari dokter.

"Argghhh....! belum pernah aku di hindari wanita seperti ini. Dia istriku, tapi kenapa dia selalu menghindari ku."

"Dulu aku hanya sibuk memilih wanita yang menyodorkan dirinya dengan suka rela. Tapi sekarang, untuk berdekatan dan menggenggam tangannya saja aku tidak bisa?"

"Ha.....h! Kenapa aku juga sangat kesal dan marah sekarang? Aku tidak suka jika orang lain menolak ku, terlebih lagi dia istriku." keluh Robby yang bermonolog di dalam lift seorang diri.

"Rio, jemput aku sekarang di rumah sakit!" Kata Robby dengan sambungan telepon seluler kepada Rio.

"Ba...., Belum juga jawab sudah di matikan. Sepertinya hari ini aku akan terkena imbas buruk dari amukan tuan Robby." Gumam Rio sambil berjalan dan mulai melakukan mobil majikannya.

Dalam sambungan telepon seluler.

"Assalamualaikum, bik!"

"Walaikumsallam ta, kamu sudah mendingan?" Tanya bibi Asri.

"Lumayan bik, tinggal pusing saja."

"Syukurlah kalau begitu. Kamu istirahat saja disana sampai benar benar pulih. ikut mendoakan saja dari sana ya."

"Kasian suamimu juga jika kamu sakit, dia kelihatan sangat khawatir tadi. Aku yakin dia sangat menyayangi kamu nak." Kata bibi Asri dengan lembut.

"Iya kah bik?" Tanya Lita polos.

"Iya."

"Bik, ada yang ingin ku tanyakan pada bibi." kata Lita ragu sambil menggigit bibir bawahnya.

"Katakan saja apa itu?"

"Aku ingin meminta nasihat dari bibi sebagai perempuan. Jujur bik, aku masih sangat menjaga jarak dengan suamiku. Hatiku masih tertutup untuknya, masih tersimpan banyak keraguan untuknya."

"Dan aku tidak tau harus bersikap bagaimana dengan dia bik. Aku hanya maju mundur tanpa arah yang jelas kepadanya." kat Lita yang mulai terbuka.

"Nak, Ya. Dengarkan bibi. Terkadang yang namanya jodoh, kita tidak bisa menebak arah datang dan bagaimana prosesnya. Yang jelas semuanya terjadi begitu saja dan kini kalian bersama dan dia jodohmu sekarang."

"Selagi suamimu baik, maka turutilah dia dan bersikap baiklah padanya. Sayangi dia. Pendam masa lalunya jangan biarkan masalalunya terus menghantui hubungan kalain."

"Karena yang berdiri di hadapanmu sekarang adalah dirinya saat ini, bukan dirinya di masa lalu. Terimalah itu. Kakek sudah banyak berbicara dengan bibi mengenai watak dan kebiasaan suamimu. Kakek memilihmu karena kakek percaya dan ingin memiliki cicit dari keturunan wanita baik sepertimu."

"Jadi kakek sudah cerita semua? Lalu aku harus bagaimana bik? Tadi saat di mobil aku sengaja mencari alasan untuk melepaskan tanganku dari genggamannya dan dia terlihat kesal setelahnya."

"Hem, pengantin baru. Mungkin saat ini benih itu mulai tumbuh diantara kalian."

"Jangan bertengkar terlalu lama, karena laki laki suka melakukan hal aneh diluaran ketika merasakan ketidaknyamanan di rumah tangganya." Kata bibi Asri dengan bijak.

Mendengar ucapan bibi Asri Lita langsung berfikir,

*Bagaimana jika dia marah dan menemui gadis gadis diluaran sana? Ah aku harus menyuruhnya kembali ke sini.* Pikir Lita seketika.

"Baik bik, terimakasih. Aku akan sering sering meminta nasihatmu. Maaf sudah merepotkan."

"Wassalamu'alaikum."

"Walaikumsallam." jawab bibi asri lalu menutup panggilannya.

Lita kemudian menghubungi suaminya.

"Hallo!" ketus Robby dengan nada kesal.

"Mas, kamu sedang di mana?" tanya Lita lirih.

"Di jalan. kenapa?" Jawab Robby masih dengan kekesalan yang sama.

"Bisa kerumah sakit sebentar? Aku ingin bilang sesuatu." Kata Lita lembut.

"Tidak, aku sedang buru buru. aku sibuk!" Jawab Robby ketus.

"Oh, ya sudah. Maaf menganggu." kata Lita yang kemudian memutus panggilannya.

*Ih,, sumpah ngeselin! Dasar manusia nyebelin! Eh tunggu, tapi kenapa aku sebel banget saat denger dia enggak bisa datang karena sibuk? Atau benar kata bibi, rasa itu mulai hadir.* Pikir Lita sambil kembali berbaring perlahan.