Robby berjalan pincang memasuki area taman rumah kakek. Satpam penjaga gerbang membantunya berjalan dengan tertatih. Mulutnya meringis menahan nyeri. Sakit, jelas sakit yang di rasanya tetapi Robby tidak mau di bawa kerumah sakit. Jelas penyebabnya adalah benda kecil nan runcing dengan lubang kecil di tengahnya.
Dasinya di pakai untuk menutup luka di dahinya. Lita baru saja selesai mandi, Lita benar benar ingin menginap di rumah kakek. Kali ini Lita menempati kamar Robby dulu sewaktu belum memiliki apartemen sendiri. Kamar itu masih bersih dan rapi. Terdengar keributan dari beberapa pelayan dan kakek juga yang ikut khawatir menyambut kedatangan cucunya yang terlihat tidak baik baik saja itu.
Lita turun dari kamarnya dari lantai atas dengan rambut yang masih basah terlilit handuk. Lita ikut panik saat mendengar keributan di lantai bawah.
"Bibik, panggil dokter Erza saja sekarang. Lukanya butuh penanganan." Kata kakek Agus memberi perintah kepada bibik Sumi.
"Jangan bik, jangan! aku tidak mau. Aku istirahat saja pasti sembuh." Kata Robby merengek ketakutan.
"Ada apa kek?" Tanya Lita bingung mendengar semuanya.
"Lihat, suamimu ini. Dia habis kecelakaan dan malah kabur saat ambulan datang. Rio sibuk mencarinya." Kata Kakek Agus dengan nada kesal.
"Mas, kamu kenapa mas? Keningmu berdarah!" Kata Lita dengan wajah panik dan gusar.
"Tidak apa apa, hanya kecelakaan kecil. Jangan panggil Erza kesini." Ujar Robby memohon.
Lita mengedipkan mata kepada kakek seperti memberi isyarat akan sesuatu. Kakek tersenyum menerima isyarat itu.
"Ayo, kita ke kamar saja. Kita bersihkan saja lukanya. Tidak usah panggil dokter." Kata Lita sambil memapah Robby.
Sembari berjalan Lita mengacungkan jempol di balik tubuhnya kepada Kakek Agus. Kakek Agus lalu mulai beraksi dengan memencet layar ponselnya.
Sampainya di kamar, Lita melepaskan tangan Robby yang masih membekap luka di keningnya. Dengan sabar, Lita membersihkan lukanya yang terlihat masih meneteskan darah.
"Auh,sakit ta!" Jerit Robby mengaduh sakit.
"Sabar mas, sebentar lagi sudah."
"Sini, kita ganti bajunya. Mas mau tidur kan?" Kata Lita sambil menatap Robby.
Lita membantu melepaskan baju Robby perlahan dan menggantinya dengan baju kaus oblong. Robby hanya menurut tanpa perlawanan.
"Celananya?" kata Robby mulai sedikit manja.
"Nanti sebentar lagi, setelah ini." jawab Lita santai sambil merapikan rambut Robby.
Ceglek pintu terbuka dan dokter Erza sudah berdiri di depan pintu. Wajah Robby langsung menjadi pucat dan beku seketika sambil melempar lirikan tajam ke arah Lita.
"Segera priksa dia dok!" Ujar Lita memerintah dokter dan mempersilahkannya.
"Ta, kamu ya. Awas kamu!" Ancam Robby kepada Lita sambil menatap Lita dengan serius.
"Mas, ini biar mas cepat membaik. Jangan marah ya!"
"Tapi aku benci jarum, dasar penghianat! Tunggu pembalasan ku." Kata Robby kesal.
"Mas, aku janji. ini tidak akan sakit. Hanya sebentar saja kok. iya kan dok?"
Dokter Erza mengangguk sambil mempersiapkan obat dan jarum suntik. Di angkatnya jarum itu lalu di tekan sedikit hingga cairan obat di dalamnya muncrat keluar.
"Pembohong!" Seru Robby merengek seperti bayi.
"Ayo dok, segera lakukan. biar aku yang menahannya." Kata Lita yang terdengar seperti bersekongkol dengan dokter Erza.
"Sakit.....!" Teriak Robby saat dokter mengusapkan kapas dingin yang basah dengan alcohol.
"Belum ah, manja! baru juga biusnya." Ketus Lita sambil menahan tawa.
Setelah kapas itu dokter baru mulai menjahit luka Robby. Robby merintih kesakitan dan posisinya ketika mendapat jahitan adalah seperti seorang anak yang merengek manja kepada sang ibu. Robby memeluk pinggang Lita erat sambil berteriak teriak dan meremas remas baju Lita sambil membenamkan sebagian kepalanya di samping paha Lita.
"Sakit!"teriak Robby kuat.
Lita menahan tawa sambil mengusap usap lengan kekar yang melingkar di pahanya. Kakek dan Leo juga ikut menyaksikan adegan pemaksaan itu dengan menahan tawa.
"Penghianat!" Teriak Robby yang menyebut Lita penghianat.
"Tidak mas, aku tetap setia kok. Ini hanya untuk mengobati lukamu." Jawab Lita sambil terus mengusap lengan laki laki yang merajuk itu.
"Sudah, selesai." Kata dokter Erza.
"Huh, syukurlah. Awas kamu ta." Ujar Robby sambil melempar tatapan tajamnya.
"Tinggal suntik vitamin saja ya by, Kamu ini dari dulu masih saja takut jarum suntik." Kata Erza sambil menggeleng geli.
"Apa suntik?!" Seru Robby yang ketakutan.
"Sini, sini. Sudah cepat dok, suntik saja." Kata Lita sambil mendekap Robby dan mengusap usap punggung Robby.
"Tidak! aku tidak mau." Kata Robby memberontak.
"Cepat dok cepat!"
"Kamu, tahan sebentar ya. diam tenang dan pejamkan mata saja. Tidak akan sakit." Kata Lita membujuk suaminya.
"Pembohong, ini pasti sakit. Kamu harus membayar ini nanti." Ujar Robby kesal.
"Aa...!!!! Sakit.....!"Teriak Robby sekencang kencangnya sambil meremas ujung baju Lita.
Semua orang tertawa sepuasnya malam itu seperti mendapat hiburan geratis. Kakek menggiring dokter Erza keluar, setelah selesai mengobati Robby. Bersama Leo dan bibi Sumi. Tinggalah Lita dan Robby di dalam kamarnya. Robby yang marah kepada penghianatan istrinya duduk berselanjar kaki dengan mencibirkan bibirnya. Matanya melirik tajam kepada Lita yang sedang menyisir rambutnya.
"Masih marah mas?" Ucap Lita lembut.
Robby tidak menjawab dan hanya mendengus kesal.
"Hemmh, ya sudah kalau masih marah dan benci aku. Ya, aku memang penghianat." Kata Lita santai.
"Aku akan tidur di kamar lain saja." Kata Lita sambil menatap Robby lekat.
"Jangan!" seru Robby kuat.
"Kenapa? kan mas masih marah sama aku. Jadi ya si penghianat ini cukup tau diri." Jawab Lita sambil berdiri dan berjalan menuju ke pintu kamar.
Lita hanya menggoda Robby dan tidak benar benar ingin pergi ke kamar lain.
"Berani kamu pergi keluar, selangkah saja. Maka akan hancur seisi kamar ini." Kata Robby mengancam Lita.
"Terus?" tanya Lita meledek.
"Kembali kesini atau aku akan membuat kamu susah berjalan." Kata Robby sambil menatap Lita tajam.
"Coba saja kalau bisa!" Kata Lita yang sengaja memancing emosi Robby.
Robby sontak berdiri dan ingin melangkah dengan cepat, sampai lupa jika kakinya terkilir dan ada lecet di lututnya ketika berlari saat menghindari di jemput ambulan tadi.
"Auh..... Sakit!" Keluh Robby yang meringis menahan sakit di kakinya.
"Mas?" Sahut Lita yang langsung lari mendekati suaminya dan spontan memapah Robby dengan khawatir.
"Mana yang sakit?" Tanya Lita khawatir.
"Kakiku sangat sakit." Keluh Robby kepada Lita.
Seperti lelaki normal pada umumnya yang akan terangsang saat melihat lekuk tubuh indah seorang wanita tanpa pembatas atau penutup. Lita menunduk memapah Robby pas di hadapan Robby. Model kaos v neck yang memberi celah dan sudut pandang sempurna yang mana itu memberi jeda dimana kedua buah dada Lita terlihat begitu menggoda.