Gadis itu masih saja merapalkan sumpah serapah pada pria yang sepuluh senti lebih tinggi darinya sejak lima belas menit lalu setelah keluar dari pintu minimarket. Kakinya dihentak-hentakkan ke tanah, menyalurkan seluruh amarahnya. Bagaimana tidak ? Pria itu terus melarangnya untuk membeli permen karet yang disukainya. Huh! Kesal sekali pokoknya.
Untung saja Dirga Adhitama itu orangnya penyabar. Sabar akan semua tingkah laku Chika Ayudia Abraham. Adik kelasnya itu memang tidak tau malu. Padahal dulu sebelum kenal dekat dengan Dirga, menatap mata saat diajak bicara saja tidak berani. Bahkan sampai kedua tangannya disatukan di depan tubuhโsaking gugupnya.
Kedekatan keduanya itupun tak disengaja. Saat itu Dirga melihat Chika seorang diri dipinggiran toko saat menunggu hujan reda, padahal sudah menunjukkan hampir pukul delapan malam. Karena tak tega, dengan hati tulus pria itu mengantarkan Chika pulang. Dirga memang tak tau nama Chika saat itu, dia hanya sering melihatnya saat di sekolah.
Chika memang terbilang memiliki proporsi tubuh yang ideal. Ditambah lagi wajahnya yang menggemaskan. Mungkin itu yang menjadikan daya tarik Chika untuk sering dilihat Dirga disekolah.
"Sudah marahnya ?"
"Tidak usah mengajak Chika bicara"
Mau tau bagaimana Chika dimata Dirga sekarang ? Tangan yang dilipat didepan dada, bibir merah yang sengaja dimanyunkan sebagai tanda sebal pada Dirga, serta pandangan yang lebih setia pada kaca samping mobil. Dirga tidak marah. Malah diam-diam ia mengulas senyum dan tertawa kecil.
"Ya sudah. Padahal aku membelikanmu sesuatu" godanya pada Chika. Sontak gadis itu melirik Dirga. Tangannya sudah tepat berada dikedua pahanya.
"Memangnya Kak Dirga membeli apa ?" tanya Chika melembut.
Dirga pun tak merespon kalimat Chika. Ia sengaja ingin menggoda Chika lagi. Merasa tak mendapat jawaban dari Dirga, gadis itu sempat berteriak tepat disamping telinga laki-laki itu, hingga sang pemilik telinga sedikit terjingkak. Ya Tuhan, untung saja adik kelasnya ini menggemaskan. Dirga jadi tidak sabar ingin menerkamnya.
"Chika..." Panggilnya lembut. "Bisa tidak jangan berteriak didekat telingaku ? Jika ingin berteriak, berteriaklah dibawahku".
"Berteriak yang bagaimana yang kakak maksud ?"
Astaga! Dirga lupa. Chika itu masih sangat polos. Kelewat polos malah. Jangan sampai dirinya mengotori pikiran Chika sebelum waktunya. "Aaa tidak, bukan apa-apa", jawab Dirga yang sedikit kikuk akibat perkataan bodohnya tadi. Ia segera memberikan permen karet yang diinginkan Chika, agar gadis itu tak bertanya lebih jauh lagi. "Ini untukmu".
Kebahagiaan Dirga jadi berlipat-lipat saat ini. Melihat Chika tersenyum senang saat menerima permen karet pemberiannya. Kebahagiaan itu tak berlangsung lama saatโ
"Tapi Chika ingin rasa blueberry, tidak semangka" wajahnya memelas. "Pokoknya kita kembali ke toko tadi. Chika ingin yang blueberry", rengeknya. Padahal sudah sepuluh menit perjalanan dari minimarket tadi
Astaga, apa seperti ini yang Papa rasakan saat Mama mengidam?โbatin Dirga.
.
.
.
bersambung...