Lita dan Robby berjalan menyusuri lorong apartmentnya. Terlihat seseorang berdiri sambil memencet bell di pintu apartemen mereka. Lita menyipitkan matanya untuk menajamkan penglihatannya.
*Pandu, kenapa dia kemari. Aku harus bagaimana? Sebenarnya aku sangat risih melihat dia semenjak kejadian saat itu. Tapi sekarang ada suamiku disini. jika aku menunjukkan ketidak sukaan ku, maka kecurigaannya akan semakin besar. Dia akan semakin tidak menyukai keluarga paman Joko terutama Pandu. Ya, aku harus bersikap biasa saja.*
"Itu ada tamu." Kata Robby sambil melirik pandu dan kemudian melempar tatapan kepada Lita.
"Siapa?" Tanya Lita berpura pura.
"Itu, pandu. Tamu istimewa mu." Kata Robby dengan senyum simpulnya.
"Oh!" Jawab Lita singkat dan biasa saja.
Bertemulah mereka di depan pintu. Pandu tersenyum bahagia saat melihat kedatangan Lita. Namun tidak demikian dengan Lita. Lita memasang wajah datar dan terkesan biasa saja.
"Mbak!" Seru Pandu memanggil nama Lita.
"Oh, kamu Ndu. Mari masuk, sudah lama?" Tanya Lita yang sebenarnya hanyalah basa basi.
"Belum terlalu mbak. Mbak darimana?" Tanya Pandu sambil tersenyum.
"Dari rumah Kakek Agus. Sini kita ngobrol di dalam saja." Ajak Lita sambil terus memapah dan merangkul suaminya.
"Sayang, kita panggil tukang pijit saja ya?" Kata Lita sambil menekankan kata sayang sengaja agar di dengar Pandu.
Mata Robby terbelalak mendengar Lita memanggilnya dengan kata sayang. Robby kemudian kearah Pandu, wajah pandu terlihat sedikit masam. Robby mengangguk paham.
"Tidak usah, biar kamu saja nanti yang pijit. Kita panggil dokter Erza saja untuk Terapy." Jawab Robby dengan nada malas.
Mereka lalu duduk bersama di sofa. Pandu berbincang dengan Robby, Robby cenderung bersikap dingin dan cuek kepada Pandu. Lita pergi ke dapur untuk membuatkan pandu minuman. Sementara Leo sudah kembali ke apartemennya sendiri. Robby benar benar bosan untuk terus berbasa basi kepada pandu.
*Maafkan aku yang khilaf kemarin ta. Aku benar benar terbawa nafsu. Seharusnya aku lebih bersabar dan menghargaimu yang telah bersuami ta.* Batin pandu yang menyesal telah melakukan kebodohan.
Lita menatap pandu dengan tatapan tidak suka. Robby memahami suasana yang sedang terjadi. Robby lalu tersenyum sinis menatap Pandu.
"Di minum tehnya. Pandu, kamu baru pulang kantor?" tanya Lita sambil menyimpan nampan di meja dan duduk di sebelah Robby.
"Iya mbak, aku langsung kesini karena mendengar kabar suami mbak kecelakaan." Jawab pandu jujur.
"Terimakasih atas perhatian mu. Syukurlah kakak ipar mu ini baik baik saja." Potong Robby sebelum Lita menjawab.
Lita menggenggam tangan Robby sambi mengusap usapnya lembut di hadapan Pandu. Berharap pandu merasa risih dan segera pergi. Tapi tidak, pandu malah menjadi lebih tahan banting dari sebelumnya. Pandu dengan santainya menikmati teh yang dibuat oleh Lita.
"Ta, mas mau ke kamar dulu. Mas lelah sekali, bisa kamu bantu sebentar?" Tanya Robby dengan halus kepada istrinya.
"Baik mas." Jawab Lita.
"Kalau begitu, aku pamit pulang dulu ya mbak." Kata pandu tiba tiba.
"Kamu mau pulang? Ta, kamu antar dulu tamu kita sampai ke bawah ya. Aku tunggu disini."
"Tapi mas, katanya mas mau ke kamar dulu."
"Tidak, kamu antar saja adikmu ini dulu." Kata Robby menekankan kata adik.
"Baik, mas. Aku hanya sebentar saja." Kata Lita yang menurut kepada suaminya.
Lita bergegas mengantarkan pandu untuk turun ke lantai bawah menuju lobby.
Di dalam lift.
"Mbak, maaf!" Kata pandu sambil menunduk dan menitikan air mata.
"maaf untuk apa?" Tanya Lita balik.
"Untuk ciuman itu. Maaf aku benar benar khilaf. Aku benar benar mencintaimu. Tapi seharusnya aku lebih menghargai statusmu sebagai istri atasanku. Maafkan aku mbak, aku menyesal." Kata pandu.
*Peluk aku, peluk aku, peluk. sekarang!* Batin Pandu yakin.
Dan benar saja karena rasa kasihannya, Lita memeluk Pandu yang menitikan air mata.
"Jangan kau ulangi lagi. Tetaplah menjadi adik kesayanganku. Tetaplah menjaga hubungan baik kita. Aku terima maafmu." Kata Lita lembut sambil mengusap lembut rambut Pandu.
"Benar mbak?" Tanya pandu sambil mempererat pelukannya.
"Iya" Kata Lita sambil mengangguk.
"Makasih mbak" Balas pandu dengan senyum bahagianya.
*Semudah ini meluluhkan hatimu ta. Tak apa kamu menganggap aku sebagai adik sampai kapanpun. Tapi aku akan selalu berusaha dekat dan bisa menjadi andalanmu selama aku mampu. Akan aku singkirkan suamimu dengan caraku.* Batin Pandu dalam senyum liciknya.
Ada kelegaan dalam hati Lita. Terlepas itu akan terhianati lagi suatu saat nanti. Lita hanya benar benar menganggap jika pandu adalah adik laki-lakinya yang lugu seperti dahulu. Lita mengantar Pandu sampai mendapatkan taksi. Saat memasuki lift untuk menuju lantai apartemennya, Lita secara kebetulan bersamaan dengan seorang wanita cantik.
Wanita itu terlihat amat gelisah dan terburu buru. Masih mengenakan setelan pakaian kantor polisi. Ya, wanita itu adalah polwan. Sesekali wanita itu tersenyum kepada Lita. dan Lita juga membalas dengan memberikan senyum ramahnya. Wanita itu bergegas keluar ketika pintu lift terbuka. Langkahnya lebar cenderung setengah berlari.
Mereka menuju lantai yang sama. Lita sama sekali tidak berfikir jika wanita itu mungkin saja adalah tamu suaminya. Nampak wanita itu memencet bell di pintu unit mereka. Lita tertegun dan keheranan.
*Dia tamu kami? Tapi, mengapa dia tidak mengenalku? Apakah jangan jangan wanita itu? Ah, sudahlah. aku akan berdiri di sini untuk mengamatinya.* Batin Lita yang masih berdiri di samping pohon hias yang berdiri tegap dan rimbun di lorong itu.
Masih dengan tertatih Robby terpaksa membukakan pintu. Wanita itu langsung begitu saja memeluk Robby erat bahkan menangkup wajah Robby. Kejadian itu begitu cepat, wanita itu dengan tiba tiba mencium pipi kanan dan kiri Robby.
Hati Lita seperti remuk dan hancur berkeping keping. Kakinya lemas, suhu tubuhnya naik tiba tiba. Keberaniannya untuk menunjukkan diri jika dia adalah istri Robby, hilang seketika. Karena terlihat juga Robby tidak menolak saat wanita itu memeluk bahkan menciuminya penuh dengan rasa khawatir.
"Sayang, kamu tidak apa apakan?" Tanya Neta. wanita yang berseragam polwan.
"Aku baik baik saja. Kapan kamu pulangnya?" Tanya Robby yang sedikit gugup sambil mengamati sekeliling.
"Baru kemarin aku pulang, dan hari ini aku berencana ingin memberimu kejutan. Tapi sebelum kemari, aku sudah di kejutkan oleh kabar kecelakaan mu." Jawab Neta sambil tetap menempel dan memeluk erat tubuh Robby.
"Lepaskan aku ta!" Kata Robby.
Lita menangis tanpa suara mengamati dari balik pohon yang menjadi saksi bisu itu. Air matanya terus menetes membasahi pipinya. Betapa sadar dirinya jika memang dulu suaminya adalah play boy. Kenyataan itu tidak bisa di ubah lagi.
"Kenapa? Apa kamu tidak merindukan aku babe?" Tanya Neta sambil menatap Robby lekat.
"Tidak, lepaskan aku. Sekarang!" Robby mendorong tubuh Neta hingga melepaskan pelukannya.
"Kenapa babe?" Tanya Neta heran.
"Kenapa katamu? Lihat ini, Aku sudah menikah." Ucap Robby sambil menunjukkan cincin kawin yang di pakainya.
"Tidak, tidak.... aku tidak percaya. Kamu pasti berbohong kan?" Tanya Neta mencari kepastian.
"Aku sudah menikah Neta!" Seru Robby dengan nada kesal.
Lita terdiam menyimak pertengkaran mereka. Ada kebahagiaan di dalam hatinya ketika melihat suaminya mengakui pernikahan mereka tanpa rasa malu sedikitpun. Lita menyeka air matanya dan tersenyum lega.
"Dengar, karena ke egoisanmu. Kamu melukai hatiku, meninggalkanku tanpa kepastian setelah pertunangan kita."
"Demi jabatan dan pangkat mu itu kamu mengorbankan masa depan kita. Aku hancur sendirian tanpa kepastian. Aku melampiaskan kekesalanku kepada para wanita. Aku menjadi pria bejat karena mencari pelarian."
"Kamu puas hah! Dan sekarang setelah aku menemukan wanita yang benar-benar baik. Kamu kembali lagi?" Seru Robby dengan emosi yang memuncak.
"Pergilah sekarang, sebelum kamu malu bertemu dengan wanita baik yang telah menjadi istriku." Kata Robby.
Mendengar semua ucapan Robby membuat Lita memberanikan diri untuk muncul dan menunjukkan diri. Lita berjalan dengan santainya dan bersikap biasa saja seperti tidak mendengar apa apa. Leo tiba tiba keluar dari apartemen, saat membuka pintu Leo melihat Neta.
Betapa terkejutnya Leo saat melihat Neta. Leo tertegun dan berdiri mematung seolah tidak percaya.