"Neta, aku mohon kamu pertimbangkan dan pikirkan semuanya secara matang."
"Untuk apa pertunangan kita kemarin jika akhirnya kamu akan meninggalkanku seperti ini." Kata Robby memohon kepada Neta lewat panggilan telepon seluler.
"Aku tidak ada waktu lagi. Inilah kesempatan emasku untuk meraih jabatan yang aku impikan. Tunggu aku." Kata Neta tegas di ujung panggilan.
"Tapi sampai kapan aku menunggumu Neta?" Tanya Robby masih dengan menahan amarahnya.
Tut.....Tut....Tut.....
Panggilan telepon terputus tanpa kata penutup. Robby yang kesal lantas membanting ponsel ke lantai hingga hancur berantakan. Wajahnya menjadi merah padam dengan tangan yang mengepal dan menggertakkan giginya. Rio yang kaget dengan tindakan bosnya hanya bisa diam tak bergeming.
"Kamu urus semuanya!"
"Tapi pak, kita ada rapat sebentar lagi." Kata Rio mengingatkan.
"Jangan cari aku. Aku ingin sendiri." Ucap Robby sambil berlalu pergi.
Neta dan Robby sudah lama menjalin kasih dari bangku SMA. Keduanya tak pernah terputus atau cekcok. Hubungan mereka harmonis. Mereka sempat bertunangan dan berniat untuk segera menikah sebelum akhirnya Neta mendapat tugas dari komandannya untuk menjaga perbatasan di negara lain yang sedang kisruh.
Neta sangat berambisi untuk mimpinya itu. Robby yang terombang ambing menjadi hilang jati diri dan cenderung melampiaskan pada minuman dan wanita penghibur, hingga Robby bertemu dengan Sabrina. Wanita yang berjanji untuk setia menemaninya.
3Tahun Neta pergi tanpa kabar. Semua komunikasi terputus begitu saja. Dengan kemarahan yang memenuhi hatinya setiap pesan tak pernah di bacanya sama sekali. Robby langsung menghapus semua pesan Neta yang masuk. Sakit hati itu teramat dalam bagi Robby. Neta menyingkirkan mimpi dan niatan mereka berdua demi jabatannya.
"Neta?" seru Leo memanggil Neta.
"Leo, kenapa kamu tidak memberi tahuku jika Robby sudah menikah?" Tanya Neta dengan kekecewaan.
"Neta, kamu sendiri kemana 3 tahun ini? Sedikitpun kabarmu aku tidak pernah tahu." Jawab Leo.
"Aku selalu mengirim pesan padamu by. Tapi kamu tidak pernah membuka dan membacanya sama sekali." Kata Neta tegas.
"Untuk apa? Aku butuh kamu sebagai calon istriku. Bukan hanya pesan pesan mu itu."
"Kamu tahu sekarang bagaimana rasanya tersisihkan dan terabaikan?"
"Nikmatilah!" Kata Robby sambil menggandeng tangan Lita yang berdiri mematung di hadapan Neta.
"Babe, Aku tidak pernah menganggap hubungan kita berakhir!" Teriak neta
Brak!!
Robby membanting pintu kuat kuat di hadapan Neta. Tangannya mengepal erat dengan wajah yang mulai memerah.
"Mas. Tenanglah, jangan kamu menyimpan dendam. Masa lalumu biarkan berada pada tempatnya."
"Jangan kotori hatimu dengan kebencian." Ucap Lita sambil memeluk Robby dan mengusap usap lembut tengkuk dan kepala suaminya.
"Kamu tahu kan sekarang, betapa rumitnya masa laluku?" Kata Robby di dalam pelukan istrinya.
"Ya, aku tahu. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi nilaimu yang sekarang di mataku." Jawab Lita sambil tersenyum manis.
*Dia tidak marah, dia sangat lembut taerhadap ku. Bahkan masa laluku dengan mudahnya dia tepiskan. Aku selalu tunduk dan luluh di hadapan wanita lugu ini. Apa ini karunia atau kutukanmu Tuhan?* Batin Robby sambil menatap Lita.
Di luar.
"Katakan padaku Leo, kenapa dia bisa sampai menikah?" Tanya Neta dengan nada tinggi.
"Itu haknya Neta, itu hak nya!" Jawab Leo yang ikut meninggikan nada suara.
"Aku pergi tidak lama Leo, hanya 3 tahun." Kata Neta.
"Tidak lama katamu? 3 tahun Neta, 3 tahun! Laki laki mana yang sanggup bertahan selama itu kecuali dia punya kelainan!"
"Akuilah saja jika memang kamu yang salah dalam hal ini. Kamu yang sudah mengabaikan dan menyia-nyiakan laki laki baik seperti dia." Kata Leo membela Robby.
"Dia berubah menjadi laki laki bajingan semenjak kamu menghancurkan hatinya." Kata Leo lugas.
Lita masih bisa mendengar segala pertengkaran mereka dari dalam karena Lita dan Robby masih saling berpelukan dan menyandar di balik pintu. Robby masih memeluk Lita erat. Lita masih saja mengusap lembut suaminya seolah paham akan kisah lalunya yang terbuka lagi.
Tak ingin goresan itu semakin dalam, Lita lalu mengajak Robby untuk masuk kedalam kamar dan beristirahat.
"Tarik nafas, 123, hembuskan!" Kata Lita mengajarkan Robby untuk lebih tenang.
Robby menurut saja tanpa penolakan.
*Aku tidak akan keberatan akan masa lalumu mas. Karena seberapa hebatnya seseorang tidak akan mampu mengubah masa lalunya.* Pikir Lita sambil menatakan bantal untuk bersandar suaminya.
Ting tung...., Ting tung.....!
Bel berbunyi lagi, Robby memegang lengan Lita dan menahannya untuk pergi membuka pintu. Tatapannya seolah berbicara jika dia ingin tenang dan tak ingin di ganggu. Lita menatap kedua bola mata itu dalam dan tersenyum setelahnya.
"Mas, aku hanya melihatnya sebentar. Siapa tau ada tamu penting." Kata Lita lembut.
"Aku hanya ingin beristirahat sejenak ta. Kakiku rasanya mulai nyut nyutan." Kata Robby jujur.
"Apa mas, dangdutan?" Kata Lita sengaja meledek.
"Nyut nyutan nyonya Robby! Bukan dangdutan." Ketus Robby kesal tapi di sertai tawa di sudut bibirnya.
"Nah, gitu dong. Ketawa, jangan manyun terus." Ledek Lita dengan wajah manisnya.
"Sebentar ya, aku buka dulu pintunya." Kata Lita sambil berlari dan membukakan pintu.
Mengintip dari lubang kecil di pintu rupanya itu adalah kedua sahabat Robby. Rian dan Devan berdiri di balik pintu. Keduanya saling berdebat membicarakan Neta yang masih tarik menarik dengan Leo. Kegaduhan itu masih berlangsung cukup lama. Hingga Lita kembali lagi ke kamar tanpa hasil.
Robby melongok keheranan melihat istrinya yang kembali tanpa ada sesuatu yang berarti.
"Siapa?" Tanya Robby sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Rian sama Devan." jawab Lita singkat.
"Terus, mana mereka?" Tanya Robby lagi sambil melongok melihat sekitaran Lita.
"Di luar lah, mereka sedang berdebat. Oh iya mas, boleh aku tau sedikit tentang wanita tadi?" Tanya Lita meminta ijin.
"Tidak penting, siapa dia. Dia hanya sebagian dari masa laluku yang pahit." Jawab Robby malas menjelaskan.
"Dia mantanmu kan?"
"Em!" Angguk Robby.
"Oke, kalau kamu tidak mau bercerita tentang mantanmu itu. Aku akan tanya dengan bang Leo. Mungkin, dia lebih berbesar hati untuk menjelaskan dan bisa lebih rinci." Kata Lita sengaja memancing reaksi suaminya.
"Jangan!"
"Aku saja yang jelaskan, kamu jangan temui bang Leo." Kata Robby dengan wajah cemberutnya.
*Benar kata bang Leo, dia ini adalah budak cinta. Cemburunya tidak masuk akal, egois, posesif, over protective, dan susah di tebak. Mas, mas kamu ini.* Batin Lita sambil menahan geli di dan tertawa kecil di dalam hatinya.
"Neta. namanya Neta. Kami berpacaran semenjak SMA. Kami terpisah sejak aku melanjutkan kuliah sedang dia mengambil pendidikan di akademi kepolisian. Hubungan kami berlangsung sangat lama dan baik baik saja. Hingga saat kami sudah saling meniti karir masing-masing dan dia mulai terobsesi oleh pangkat dan jabatan." Kata Robby sambil mengambil nafas panjang.
"Kami bertunangan 3 tahun lalu, sebelum dia lebih memilih karirnya dan mengabaikanku. Dia meninggalkanku tanpa kepastian dan tanpa kabar. Siapa yang sanggup? kehidupanku bukan melulu untuk memikirkannya."kata Robby mengulas kembali cerita hidupnya.
"Baik, aku mengerti. lalu akulah TPA itu." Sahut Lita ketika Robby masih bercerita.
"Tidak, kamulah yang mampu membuktikan jika tidak semua wanita itu sama, melulu karena uang dan jabatan. Kamu beda sayang." Puji Robby kepada istrinya.
"Hem..." kata Lita sambil tertawa kecil.
"Ih, di puji kok cuma seperti itu? Bahagia gitu apa gimana!" Kata Robby kesal.
"Haruskah rasa syukur di tunjukkan dengan histeria?"