Chereads / Cinta ini tumbuh demi kalian. / Chapter 29 - 29. Pengakuan Pandu

Chapter 29 - 29. Pengakuan Pandu

Ponsel Robby terus berdering, tertera nama Lita di layar yang menyala. Robby masih dengan kekesalan yang sama dan mengabaikannya. Sesekali matanya melirik layar ponsel dan mengalihkan pandangan lagi.

"Jangan coba coba mengendalikan ku ya! Bagaimana rasanya di abaikan? Nikmat!" kata Robby bermonolog sambil menahan emosinya.

"Tuan, kenapa tidak tuan angkat panggilan dari nyonya,?" Tanya Rio dengan polosnya.

"Nih, kamu saja yang jawab. Terserah kamu mau bilang apa." Kata Robby sambil melemparkan ponselnya kepada Rio.

dengan cekatan Rio menangkap ponsel majikanya itu. Terlihat kebingungan di wajah Rio seperti mulutnya mulai susah berbicara.

"Hallo"

"Sedang, menunggu klien di kantor."

"Ya, baik. baik Bu."

"Ya, sudah Bu."

"Ya Bu, sama sama."

Robby mengerutkan dahinya, karena bingung dan penasaran dengan percakapan yang terjadi.

"Bilang apa dia?" tanya Robby.

"Hanya tanya.

Bapak Sedang apa? kenapa tidak menjawab panggilan saya?

Ingatkan bapak untuk makan siang.

Boleh saya minta nomor kamu sekarang? kirim ke nomor saya ini ya.

Sudah masuk, terimakasih Rio." Kata Rio menceritakan kembali percakapan yang terjadi.

"Begitu kata nyonya pak."

"Sudah kamu kasih kontak ponselmu?" tanya Robby memastikan.

"Sudah pak, ada apa?" Tanya Rio balik.

"Ah, berikan ponselku sekarang!" Seru Robby sambil menengadahkan tangannya.

Rio memberikan tanpa ragu.

"Hallo!"

"Iya, hallo ada apa?" Tanya Lita balik.

"Ada apa, ada apa! Kamu kenapa meminta nomor hp Rio segala?" Ketus Robby kesal.

"Maaf, mas. aku hanya ingin ada orang lain yang bisa ku hubungi untuk sekedar tau kabarmu." Jawab Lita dengan jujur.

Robby tersenyum mendengar jawaban istrinya. Tapi dia tetap menjaga gengsinya dan berpura pura tidak terjadi apa apa.

"Oh, aku fikir setelah lelah menggoda Leo. Kamu sekarang ingin menggoda Rio!" Ucap Robby asal.

"Mas, aku sudah bersuami ya! dan aku tidak pernah menggoda mereka."

"Ternyata, aku salah. Ternyata aku serendah itu di matamu mas. Terimakasih!" Kata Lita sambil menutup panggilannya.

"Argghhh! Dia marah lagi. Salah lagi, salah lagi!" Ketus Robby sambil memukul mukul bibirnya.

*Tuan kenapa? Tadi baru saja tersenyum tapi sekarang terlihat kesal sekali. Aneh!* Batin Rio sambil menghela nafas dan meninggalkan ruangan Robby.

Di rumah sakit.

"Ternyata dia tetap menilaiku serendah itu. Aku seperti tidak memiliki harga diri disini. Aku mengemis perlakuan baik dari suamiku sendiri, hiks..... hiks!" Keluh Lita dalam tangisnya.

sampai malam menjelang Robby belum juga datang. Tanpa pesan dan kabar, Lita berulang kali mengecek ponselnya. Menatap layar ponselnya penuh harap, berharap Robby menghubunginya. Dilihatnya sudah pukul 9 malam. Sesekali Lita melihat kearah pintu. Entah kenapa dia sangat berharap jika suaminya akan segera datang menjenguknya.

Ceglek, pintu terbuka. Lita tersenyum bahagia mengira jika itu adalah Suaminya. Ternayata bukan, yang datang adalah suster yang bertugas mengecek suhu tubuh dan infus pasien.

Ceglek, pintu terbuka lagi. Lita tersenyum lebar lagi.

Tapi kali ini yang datang adalah pandu. Lita tetap tersenyum tetapi tidak selebar tadi.

"Pandu?" Sapa Lita sedikit heran akan kedatangan pandu.

"Mbak, Bagaimana keadaanya? Sudah baikan?" Tanya pandu sambil menutup pintu.

"Lumayan, kamu malam malam kesini?" Tanya Lita.

"Iya, aku membawakan ini pesanan ibu mbak." Kata Pandu sambil mengeluarkan makanan.

"Terimakasih!" Kata Lita dengan senyum di wajah pucatnya.

"Mbak!"

"Hem, ada apa?" Jawab Lita lirih sambil bersandar di ranjang.

"Ada yang ingin aku katakan sama kamu mbak." Kata Pandu penuh dengan rasa ragu.

"Katakanlah, Ndu. Mbak siap menjadi pendengar baikmu kok." Jawab Lita lembut.

"Em, gimana ya mbak. Jujur aku bingung untuk memulainya. Dan aku tau ini salah, tapi aku harus mengatakannya. Sudah lama aku memendam rasa ini sendirian, Aku tidak ingin perasaan ini terus menggantung tak tentu arah."

"Kamu suka sama seorang perempuan? Siapa? Katakan padaku." kata Lita.

"Dia wanita yang baik, yang sudah lama bahkan sangat lama ku kenal."

"Teman kita? atau tetangga kita?" Tanya Lita sambil menatap Pandu.

Pandu mengangguk perlahan.

"Siapa? Lulu, khasanah, atau Wiwin? ya mereka gadis yang cantik dan baik. Kamu menyukai siapa diantara mereka?" Tanya Lita dengan wajah berbinar.

"Aku menyukaimu mbak." Jawab Pandu jujur yang kini melihat tepat di kedua bola mata Lita.

Lita membeku seketika, merasa tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Usianya lebih tua dua tahun di banding Pandu dan Lita menganggap Pandu seperti adiknya sendiri.

"Pandu, kamu serius?" tanya Lita yang sudah tidak bisa berkata apa apa lagi mendengar pengakuan pandu.

"Iya mbak, aku sangat serius. Aku tahu ini salah karena mbak sudah bersuami. Tapi, aku siap kapanpun itu jika mbak membutuhkanku." Kata Pandu yang sudah terdengar seperti laki laki dewasa.

"Jika mbak sedih, atau tidak bahagia dengan pernikahan itu. Datanglah kepadaku, aku siap menjadi tempat pelarianmu. Aku selalu menunggumu tak perduli itu sedih atau senangmu." Kata pandu yang tiba tiba mengecup bibir Lita.

jantung Lita berdegup kencang, matanya melebar seperti tidak percaya dan tangannya bergetar.

Plak!

Lita menampar Pandu.

"Pandu! Apa yang kamu lakukan?"

"Pergilah sekarang, sebelum rasa sayangku berubah menjadi kebencian!" Kata Lita sambil menitikan air mata.

"Baik, aku pergi. Kau tidak akan pernah bisa lepas dariku, sayang!" Jawab pandu sambil kembali mengecup pucuk kepala Lita dan berlalu pergi begitu saja.

*Sejak kapan dia menjadi pria nakal' seperti itu? Aku tidak mengenalinya lagi saat ini. Pandu, kamu. Sejak kapan semua ini?* Batin Lita yang bergelut dengan pikirannya sendiri.

Robby dan Pandu berpapasan tepat di pintu pandangan sayu Pandu seolah tidak terjadi apa apa, di iringi dengan senyum hangatnya menyapa Robby.

"Kak!" sapa pandu.

"Ya," Jawab Robby santai sambil berjalan masuk.

Lita masih menunduk menangis dan bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Sudah, jangan menangis lagi. ikhlaskan ibu." Kata Robby sambil duduk di tepi ranjang.

Lita yang masih bersandar kemudian berbaring tanpa berbicara apa apa. Hatinya masih kacau karena perlakuan Pandu barusan. Pikirannya melayang entah kemana.

"Mas, boleh aku memelukmu?" Kata Lita tiba tiba masih dengan berbaring dan tidak menghadap Robby.

"Kenapa? kamu butuh sandaran untuk menangis? Ayo sini." Kata Robby sambil tersenyum dan merentangkan tangannya.

"Kamu bisa naik ke sini." kata Lita dengan suara yang bergetar.

"Oke" Kata Robby menurut.

Robby memeluk Lita menghadap dadanya. Tetapi Lita menatapnya lekat lalu berkata.

"Aku ingin punggungmu mas." Kata Lita.

Walaupun kebingungan dengan kemauan istrinya, tetapi Robby tetap mengikutinya. Robby berbalik dan Lita memeluknya dari belakang. Lita menangis sejadi-jadinya hingga membasahi punggung Robby yang hanya berbataskan kain kemeja.

Robby menuruti kemauan Lita karena hatinya terketuk dengan keadaan yang sedang di alami Lita.

"Kalau seperti ini, aku jadi tidak bisa mengusap air matamu." Kata Robby.