"Lo gak bilang nginep disini, Ka." Ezra datang lagi. Sudah tak mengenakan seragamnya. Dia sudah mengganti pakaian kebanggaannya dengan kaos santai dan celana selutut. Aska tersenyum. "Ngapain gue bilang?" Tanyanya kepada Ezra.
Aku melihat wanita cantik berdiri dibelakang Ezra. Ntah, siapa wanita itu. Dia menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan. Intinya, dia menatapku dengan dingin. Aku tidak mengenalnya. Aku juga tidak melihatnya tadi pagi saat berada dalam penerbangan.
"Asa, ini Helena. Pramugari dimaskapai kami. Helena ini dekat dengan Aska, lho." Aku melihat kedua mata Aska yang menatap ke arah lain. Enggan menatapku dan menatap wanita yang baru saja disebutkan Ezra bernama Helena.
Tak mau berpikir terlalu jauh. Aku mengulurkan tanganku untuk berjabat tangan dengan wanita itu. "Asa," ucapku. Dia mencoba tersenyum. "Helena." Ucapnya singkat. "Kamu pasti dekat dengan Aska, ya?" Tanyaku mencoba ramah. "Iya. Kami selalu berada di jadwal penerbangan yang sama." Aku mengangguk sembari tersenyum. Aska masih bungkam.
"Oh iya. Kita pergi dulu, ya. Mau samperin yang lain." Ucapnya. Aku mengangguk. Setelahnya Ezra dan Helena segera berlalu. Aku masih menatap Aska yang enggan menatap mereka berdua.
"Helena itu--" aku masih menggantungkan kata-kataku. Tatapan Aska berubah dingin. "-- cantik, ya?" Aska diam saja. "Kamu deket sama Helena, ya?" Dia mengangguk. "Tapi, kayaknya aku gak liat Helena dateng ke acara kita." Ucapku. Aska hanya mengendikan bahunya saja.
Setelah itu, makanan yang kami pesan segera datang. Kami memakannya dalam diam. Suara dentingan sendok dan garpu tak terdengar beradu. Ditutupi oleh suara deru ombak yang berseru disana.
"Kamu mau makan lagi? Biar aku pesen buat kamu." Ucapku pada Aska. Makanan lelaki itu sudah habis. Jadi, tak salahkan aku menawarinya untuk makan lagi? Dia menggeleng dan aku menjawabnya dengan mengangguk.
"Mau kemana habis ini?" Tanyaku setelah makanan dan minuman kami benar-benar habis. "Terserah." Jawabnya singkat. "Kamu masih capek?" Tanyaku mencoba perhatian. Dia menggeleng. "Mau jalan-jalan disekitar sini?" Dia mengangguk saja. Aku tersenyum. Setelah Aska membayar, kami segera pergi meninggalkan restoran.
Kami berdua tidak berjalan ke arah pantai. Panas. Sepertinya Aska enggan karena berjalan ke arah pantai karena terik matahari yang sangat menyengat. Kami memilih untuk berjalan-jalan menuju area pertokoan. Mataharinya tidak terlalu panas menyengat.
Aska mengenakan kaos hitam yang melekat pas ditubuhnya. Dengan celana jeans berwarna biru laut. Sunglasses menyembunyikan mata rubah miliknya. Sesekali tangannya dimasukan ke dalam saku celananya.
"Aska, aku mau beli es krim, ya?" Tanyaku pada Aska. Dia menggangguk. "Kamu mau?" Tanyaku yang dijawab gelengan. "Oke." Aku berjalan menuju kedai eskrim. Meminta satu cup es krim berasa strawberry. Aku mengeluarkan dompet dari tasku. Kemudian, tangan Aska menahan pergerakan tanganku. "Pakai ini aja." Ucapnya sambil menyodorkan uang cash kepadaku. Aku menerimanya. "Makasih." Ucapku padanya.
Aku memberikan uang cash yang Aska berikan kepada penjual es krim. Aku memang sangat menyukai es krim dengan rasa strawberry. Apalagi jika didalam es krimnya terdapat potongan buahnya. Membuatku ingin memakannya lagi.
Aku dan Aska meninggalkan kedai es krim. Dengan tanganku yang masih menggenggam cup es krim berasa stroberi. "Mau?" Tawarku pada Aska. Aku tak bisa melihat tatapannya. Tiga detik kemudian Aska mengangguk. Aku tersenyum. Aku segera menyendokan es krim stroberi. Mendorong sendoknya agar masuk ke dalam mulut Aska. Lelaki itu menerimanya.
"Enak?" Aska mengangguk. "Mau balik lagi? Kita beli lagi buat kamu?" Aska menggeleng. "Yaudah. Aku suapin, ya?" Dia mengangguk.
Aku memasukan es krim itu ke dalam mulutku. Kemudian, memasukan ke dalam mulut Aska. Bergantian. Hingga cup es krim itu habis tak tersisa. Sepanjang perjalanan, aku yang banyak bicara. Aska hanya menanggapi dengan gumaman, mengangguk, atau menggeleng. Sesekali bicara, itu pun dengan singkat.
"Kamu capek? Mau istirahat dulu?" Tanyaku pada Aska. Lelaki itu mengangguk. Kami memilih duduk dibangku taman hotel. Sudah tidak sepanas tadi siang saat kami menyantap makan siang. Karena memang waktu sudah menunjuk sore hari.
Tak terasa sudah sekitar dua jam lebih aku dan Aska berkeliling. Berjalan bersama Aska ternyata bukan hal yang membuatku merasa tak nyaman. Justru, aku malah merasa hatiku mendadak berbunga-bunga. Untukku yang jarang berinteraksi dengan lelaki, ternyata berjalan bersama manusia dengan kelamin yang berbeda denganku terasa seru juga.
"Kamu haus gak sih?" Tanyaku yang melihatnya tampak lelah. "Sedikit." Jawabnya singkat. "Mau air mineral? Aku beliin. Kamu duduk disini aja." Ucapku kemudian segera meninggalkannya.
Aku berjalan menuju mini market yang letaknya masih ada dalam kawasan hotel. Kemudian, mengambil minuman dingin berupa dua air mineral dingin, satu cola, dan satu soda berasa lemon. Aku segera membayarnya dengan uang cash.
Ngomong-ngomong uang yang ada didompetku sekarang adalah uang pemberian Aska, lho. Dia memberikan nafkah pertamanya untukku sekitar tiga hari lalu. Aku hanya mengambil secukupnya saja. Menyimpannya didalam dompetku. Aku bertanya kepada Aska, apakah itu seluruhnya uang untuk kebutuhan rumah. Apakah aku boleh memakainya untuk keperluanku. Aska menjawab boleh. Tapi, jika aku merasa kurang, dia memintaku untuk segera memberitahunya. Apa aku bahagia? Tentu saja.
Aku segera kembali dengan tas plastik berisi minuman yang sudah kubeli. Aku harus menahan nafas sebentar ketika melihat suamiku tak lagi duduk seorang diri. Ada seorang wanita yang sekitar beberapa jam lalu kutemui. Helena. Wanita yang menjadi rekan kerja Aska.
Aku tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Jarak kami cukup jauh untuk mendengar apa yang mereka bicarakan. Tapi, mataku masih dapat menangkap pergerakan mereka.
Helena tampak berbicara menghadap Aska. Dan lelaki itu tampak diam saja. Aku memang tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan. Tapi, aku merasa bahwa obrolan mereka tidak dapat dikatakan santai. Melihat raut wajah Helena yang tampak emosi, aku tahu, obrolan mereka sudah masuk ke dalam tahap serius.
Aku masih memilih diam ditempatku berdiri. Aku tak tahu harus datang tiba-tiba dan bersikap seolah tak terjadi sesuatu. Atau aku datang sebagai istri sah yang tengah memergoki suamiku bersama wanita lain. Aku benar-benar bingung harus berbuat apa.
Aku ini sering sekali menonton tayangan salah satu stasiun TV swasta yang dimana tayangan paling menarik adalah film televisi mengenai istri yang dikhianati suaminya. Walaupun hampir setiap hari kutonton, aku tetap tidak berpengalaman harus berbuat apa ketika mendapati suamiku bersama wanita lain. Karena, didalam tayangan itu, sang istri sah hanya akan menangis disepanjang ceritanya. Diiringi lagu milik Rossa yang menjadi backsoundnya.
•••