Ruangan Biru jadi lebih indah dari biasanya. Sampai dia tidak mengenalinya lagi.
Melihat Biru sibuk melihat-lihat hiasan kamarnya, Guru Mai bertanya. "Aku yang menghias kamarmu. Bagaimana? apa kau suka?".
" Benarkah? tapi untuk apa?"
"Tentu saja untuk merayakan hari ini. Meskipun sedikit terlambat. Selamat ulang tahun Biru ku sayang!" ucap Guru Maina.
Biru tidak berbicara, dan hanya memandang ketiga orang di depannya dalam diam.
Melihat anak di hadapannya terdiam, Guru Maina melanjutkan. "Kami tahu kalau kau tidak ingin merayakan hari ini, tapi kami merasa kalau hari ini adalah hari yang pantas untuk dirayakan. Karena di hari ini sebelas tahun yang lalu, adalah hari pertama kalinya kau datang di keluarga kami, dan menambah kebahagiaan bagi kami.
Itu sebabnya kami memilih hari ini sebagai hari ulang tahunmu. Jadi aku harap kau tidak membenci hari ini, karena hari ini adalah hari yang istimewa bagi kita".
'Hari istimewa? aku membawa kebahagiaan bagi mereka? benarkah?'
Selama ini dia menganggap bahwa dirinya hanyalah anak pembawa sial, oleh karena itulah dirinya dibuang oleh orangtuanya. Kalau Guru Yon tidak menemukannya pada hari itu, mungkin dirinya sudah mati sekarang. Itulah sebabnya Biru sangat membenci hari ulang tahunnya.
Biru sangat terharu, dan matanya berkaca-kaca. Dia baru tahu kalau hari ini sangat bermakna bagi mereka. Sebelumnya dia tidak pernah mengetahui, kalau ternyata mereka sangat menyayanginya.
Gadis itu merasa bahwa selama ini dia benar-benar bodoh karena tidak pernah menyadarinya. Di masa lalunya, dia berlari jauh-jauh ke istana. Hanya untuk mengejar cinta dari seseorang, yang tidak pernah menyayanginya bahkan hingga akhir hayatnya. Padahal di sini, di dekatnya, ada orang-orang yang dengan tulus menyayangi dan mengasihinya.
Biru berlari langsung ke pelukan Guru Maina sambil menangis, dia tidak sanggup lagi menahan air mata yang telah menggantung sejak tadi.
Ketiga orang itu terkejut melihatnya. Ini pertama kalinya sejak masih kecil, mereka melihat Biru menangis. Selama ini di hadapan mereka, Biru selalu bersikap tegar dan kuat menghadapi apa pun yang menghadangnya.
Mereka sampai lupa, kalau gadis yang ada di hadapan mereka hanyalah seorang anak, yang terkadang juga bisa rapuh.
"Ke kenapa kau menangis?".
"Aku menangis karena bahagia, terimakasih Guru Mai.."
Wanita itu menepuk pelan punggung Biru "Sudah jangan menangis lagi. Coba lihat ini, aku membuat kue spesial untuk hari ulang tahunmu. Ayo coba makan".
Guru Mai menuntun semua orang ke meja. Di atas meja itulah tempat dia meletakkan kue yang tadi dibawanya.
Semuanya duduk di kursi, mengelilingi meja yang entah sejak kapan sudah tersedia lengkap aneka hidangan lezat.
Di tengah-tengah hidangan itu, terdapat kue berukuran besar yang di hiasi macam-macam buah.
Yang lucu adalah, buah-buahan itu berasal dari buah-buahan kering dan aneka manisan buah, dari rumah produksi milik Biru.
Biru baru tahu kalau Guru Maina juga penggemar buah olahan dari rumah produksi Biru. Kalau dia tahu lebih awal, sudah pasti Biru akan menghadiahkan manisan buah yang banyak untuk Guru Mai.
Guru Yon berdehem "Ekhem, ini untukmu. Ambilah". Pria itu memberikan sebuah kotak kayu pada Biru. Setelah dibuka, ternyata kotak itu berisi sebuah pisau berukir indah, dan berhiaskan batuan berwarna-warni. Bentuk pisau itu sama seperti pisau pada umumnya, hanya sedikit berbeda pada bagian gagangnya, yang dibuat melengkung dan tipis.
Biru mengingat pisau itu, itu adalah senjata gurunya yang sangat terkenal. Di masa lalu Guru Yon selalu menggunakan pisau itu untuk melawan penjahat. Senjata itu punya keistimewaan. Asalkan tidak menancap pada sesuatu, bila di lemparkan, pisau itu akan selalu kembali pada pemiliknya.
Tapi mengapa gurunya memberikan pisau istimewa itu kepadanya?.
Guru Mai menoleh pada pria di sebelahnya. "Suamiku, apa begitu cara yang benar memberikan hadiah?".
"Sejak dulu dia memang seperti itu, sama sekali tidak romantis" kata wanita itu pada Biru.
"Apa kau tahu?, saat pertama kali dia memberiku hadiah?. Suatu hari tiba-tiba saja dia muncul di hadapanku dan membuatku terkejut, setelah itu dia memberiku seikat bunga, lalu dia lari begitu saja. Aku kan jadi bingung".
" Apa? Ayah seperti itu?. Wah.. benar-benar tidak romantis!" Rudd mengomentari.
"Uhuk, uhuk. Kenapa kau mengatakannya di hadapan anak-anak?" Guru Yon kelihatan sangat malu, baru kali ini Biru melihat sisi gurunya yang seperti itu.
Biru terkikik melihat semua kejadian di depannya. Pesta ulang tahun kecil ini benar-benar sangat indah. Biru baru merasakan kebahagiaan yang seperti ini, kebahagian yang belum pernah dia miliki pada kehidupan yang sebelumnya. Kehangatan sebuah keluarga.
Dulu Biru akan selalu marah, apabila ada orang yang menyinggung tentang hari ulang tahunnya. Mungkin itulah sebabnya mereka tidak pernah merayakan ulang tahunnya seperti hari ini.
Biru yang sebelumnya memang sombong dan bandel, yang tak bisa melihat ketulusan hati seseorang. Dia bahkan tidak bisa membedakan siapa yang sesungguhnya baik padanya atau yang cuma pura-pura baik saja.
Rudd merogoh saku bajunya. "Yang ini adalah hadiah dariku untukmu".
Pemuda itu mengambil tangan ramping Biru, lalu memakaikan gelang perak yang cantik di tangannya.
"Seorang gadis harus memiliki perhiasan. Ku lihat sepertinya kau tidak punya satu pun perhiasan, karena itu aku membelikan gelang untukmu. Maaf ya, aku belum bisa membelikan perhiasan yang mahal untukmu. Nanti kalau aku sudah bekerja, aku akan membelikan perhiasan yang lebih bagus lagi".
"Terimakasih, ini cantik sekali. Aku menyukainya" jawab Biru sambil menyentuh gelang di tangannya.
Setelah itu, Rudd memaksa Biru untuk membuka bungkusan yang diberikan oleh Sissil siang tadi. Biru tidak menolak, dan membukanya. Ternyata hadiah yang di berikan oleh Sissil adalah sebuah syal berwarna biru tua.
Melihat hadiah dari Sissil, diam-diam Rudd merasa senang. Ternyata hadiah yang dia berikan jauh lebih bagus daripada yang diberikan oleh Sissil. Untungnya dia memilihkan perhiasan untuk Biru.
Malam itu Biru merasa sangat bahagia. Dia berharap kebahagiaan itu akan berlangsung seterusnya.
Apabila kebahagiaan itu hanyalah sebuah mimpi, Biru tidak ingin bangun dari mimpi indah itu selama-lamanya.
Dalam hidupnya kali ini, Biru tidak ingin meninggalkan keluarganya lagi. Dia ingin selalu bersama dengan mereka, sampai dia menjadi tua dan mati.