Chereads / Tak Ingin Mencintaimu Lagi / Chapter 40 - Hutang

Chapter 40 - Hutang

Cerita ini berawal dari tiga bulan yang lalu.

Pada saat itu, seperti biasa Biru sedang ada di kota Yugo untuk urusan bisnis. Gadis itu baru saja sampai di Yugo dan sedang duduk di kereta.

Tiba-tiba kusir kereta menghentikan keretanya di tengah jalan. Biru yang penasaran bertanya kepada kusir kereta. Pak kusir mengatakan kalau ada keributan di tengah jalan, tepat di depan kereta. Mereka tidak dapat melanjutkan perjalanan, sampai kerumunan orang-orang yang menonton keributan menyingkir.

Tentu saja Biru yang tidak bisa diam tidak sabar menunggu. Dengan segera dia keluar dari kereta, untuk mengetahui keributan apa yang sedang terjadi.

"Tuan muda, sebaiknya anda tetap di kereta. Bagaimana kalau anda nanti terlibat sesuatu yang berbahaya?" pak kusir merasa cemas.

"Tidak ada yang perlu dicemaskan. Aku akan baik-baik saja!".

Bagaimana mungkin pria itu tidak merasa cemas. Biru adalah Tuannya, dan usianya masih kecil, sama seperti anak perempuannya di rumah.

Hampir setiap hari Biru selalu bepergian kesana-kemari seorang diri. Tanpa teman, tanpa pelayan, bahkan tanpa satu pun pengawal. Itu sangat berbahaya, apalagi bagi bangsawan cantik seperti Biru.

Pak kusir jadi tidak habis pikir, kenapa orang tuanya tega membiarkan putranya yang masih muda sendirian. Tidak kah mereka menyayangi anaknya sendiri. Mereka benar-benar bukan orang tua yang bertanggung jawab.

Pria itu bertanya-tanya, apakah semua bangsawan seperti itu?.

Kalau saja dia memiliki seorang putra seperti Biru, dia pasti akan merawatnya dengan baik. Tidak akan dia biarkan anaknya menanggung semuanya sendirian. Dia pasti akan menjaga dan menyayanginya selamanya.

Begitu Biru mendekati tempat kejadian kejadian, tempat tersebut sangat ramai. Semua orang berkerumun dan menonton.

Biru menerobos kerumunan, lalu maju ke depan. Di tengah-tengah kerumunan itu dia melihat dua orang wanita berlinang air mata. Satu wanita yang berusia sekitar lima puluhan, dan seorang lagi masih muda. Mereka berdua sepertinya ibu dan anak.

"Aku mohon Tuan memberikan keringanan kepada kami sekali lagi, untuk kali ini saja. Putraku sedang bekerja di ibukota, nanti kalau dia pulang kami pasti akan membayar semua hutang kami".

Pria tinggi besar berbaju hijau tua berkata "Semua orang yang berhutang pasti berkata begitu, tapi ujung-ujungnya mereka malah menghilang"

"Sudah Bos, jangan percaya ucapan mereka. Kita ambil saja apa yang ada di rumah mereka untuk membayar hutang"

Orang-orang itu lalu membawa kedua orang itu pergi. Kerumunan di jalan pun berangsur-angsur bubar.

"Ternyata orang yang menagih hutang.. "

"Kasihan wanita-wanita itu, terjebak hutang pada rentenir seperti mereka"

"Sst pelan kan suaramu, mereka itu orang-orang yang berbahaya. Memangnya kau mau ditangkap mereka?"

Dari belakang para penonton, Biru bisa mendengar semuanya. Setelah kerumunan bubar sepertinya masalah sudah selesai, dan keretanya sudah bisa berjalan lagi. Tapi entah mengapa perasaannya terasa mengganjal, seperti ada sesuatu yang akan terjadi.

Biru datang menghampiri kusir kereta "Tunggu aku di tempat biasanya, masih ada sesuatu yang harus ku urus" tanpa menunggu jawaban dari pak kusir, Biru pergi begitu saja.

Pria tersebut ingin melarang dan memperingatkan tuannya agar berhati-hati, tapi terlambat, Biru sudah menjauh dan menghilang dari keramaian.

"Bos di rumah mereka tidak ada apa pun yang bisa dijual. Semuanya hanya barang-barang murahan saja" lapor salah satu anak buah pria tinggi besar itu.

"Sial. Kalau begitu kita sita saja rumahnya, Bos"

"Dasar bodoh!!" teriak pria itu "Rumah mereka itu hanya rumah sewa, bukan milik mereka".

Pria berpakaian hijau memandang gadis muda yang ada di hadapannya. Gadis itu tampak halus dan lembut. Senyum licik mengembang di bibir hitamnya.

" Kalau begitu kita jual saja anak ini. Pasti kita akan mendapatkan banyak uang".

"Apa?? tidak. Jangan bawa puteri ku, aku mohon. Bukankah kami sudah membayar setengahnya??" teriak wanita tua itu, memohon.

"Setengahnya kau bilang? itu hanya cukup untuk membayar bunganya. Cepat bawa dia".

"Tidak. Kumohon jangan, anakku pasti akan segera kembali untuk membayar sisa uang nya. Tolong jangan bawa puteri ku"

Orang-orang itu tidak menghiraukan ratapan wanita itu. Mereka tetap menyeret tangan gadis itu dari tangan ibunya.

"Tidak, tidak. Aku tidak mau pergi. Ibu tolong aku.."

"Wah, wah.. rupanya kau mencari mangsa di kota ini ya? ".

Para preman yang sedang sibuk memisahkan ibu dan anak berhenti saat mendengar suara itu. Pria berbaju merah yang berdiri di samping Bos tersentak. Tanpa menoleh pun dia tahu siapa pemilik suara tersebut. Suara orang yang tidak akan pernah bisa dia lupakan, meskipun dia sangat ingin melupakannya.

Kejadian satu tahun yang lalu sangat membekas dalam ingatannya. Hari dia hampir kehilangan benda berharganya.

Pria berkulit coklat itu menegang. Dalam hati dia berdoa semoga itu bukan orang yang sama seperti di dalam ingatannya. Tapi ketika berbalik, ketakutannya menjadi kenyataan.

Biru melambai pada preman berbaju merah " Hei, apa 'itu' mu sudah sembuh?" tanya Biru sambil melirik ke bawah. Pria yang dimaksud secara reflek menutupi kemaluannya dengan tangan, lalu bersembunyi di belakang Bosnya.

"Siapa kau?? " tanya Bos preman pada Biru. "Jangan suka mencampuri urusan kami".

"Sebenarnya aku tidak suka mencampuri urusan orang. Tapi perdagangan manusia itu adalah ilegal, dan sebuah kejahatan. Kalau aku laporkan, kalian semua akan dalam masalah"

"Dan kau" tunjuk Biru pada pria yang bersembunyi "Bukankah sudah ku bilang untuk bertobat. Apa kau mau kuhancurkan lagi untuk selamanya? "

"Ampun Tuan Muda, tapi kali ini aku tidak bersalah. Mereka berhutang pada kami sejumlah banyak sekali uang, dan mereka tidak bisa membayarnya" jawab pria itu sambil gemetaran.

"Lalu kau mau menjual gadis itu sebagai gantinya? "

"Kami tidak punya jalan lain. Mereka sudah berhutang selama satu tahun".

Bos preman merasa heran melihat sikap adiknya. Tidak biasanya dia ketakutan seperti itu " Hei, apa kau mengenalnya? "

Pria berbaju merah membisikkan sesuatu di telinga Bos preman. Ketika mendengarnya, pria tinggi besar itu membelalak kan matanya.

Dipandanginya tubuh Biru yang kurus itu "Apa kau yakin dia orangnya? anak kecil itu?".

"Jangan meremehkan dia, Kak. Dia itu seperti monster".

Gadis yang ada di tangan preman berhasil melepaskan diri. Segera dia berlari memeluk ibunya.

" Berapa hutang mereka? " tanya Biru.

"Empat puluh koin perak" jawab pria berbaju hijau itu.

"Harusnya tinggal dia puluh. Kami sudah membayar dia puluh, beberapa bulan yang lalu" sahut wanita tua.

"Diam kau!!! "

"Baiklah aku akan memberikan empat puluh koin perak itu"

Kedua wanita itu terkejut mendengar perkataan Biru. Mungkinkah hal ini terjadi? kenapa orang asing bersedia menolong? apakah kali ini mereka akan selamat?.

"Tapi ada syaratnya. Kita harus pergi ke pejabat pengadilan" sambung Biru.

"Kenapa harus pergi ke pejabat pengadilan?".

"Masalah hutang ini bukan hal kecil. Tuan pejabat harus menjadi saksi kalau semua hutang mereka sudah ku lunasi. Siapa yang tahu begitu aku pergi, kalian akan kembali mengganggu mereka".

"Kami bukan orang seperti itu!! " kata Bos preman.

"Kalau begitu kau pasti tidak akan takut, kan?".