Setelah mandi air hangat, Biru mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih yang sudah di sediakan oleh pihak penginapan.
Karena tidak tahu kalau dia akan menginap hari ini, Biru sengaja tidak membawa baju ganti. Karena itu ketika memesan air hangat, Biru sekalian meminta dibawakan baju baru kepada pelayan. Dia tidak merasa nyaman memakai baju yang sudah dia pakai seharian ketika tidur.
Kamar yang dia pesan adalah kelas ekonomi, sama dengan kamar yang dipesan untuk pak kusir. Pria itu terkejut ketika melihat Biru memesan kelas ekonomi untuk dirinya sendiri. Karena orang kaya biasanya selalu memesan kelas istimewa, seperti mantan tuannya yang dulu.
Melihat Biru memesankan kamar untuknya saja sudah membuatnya terharu. Karena dulu saat dia bekerja dengan tuan sebelumnya, seringkali dia terpaksa tidur di kereta, atau bahkan di kandang kuda.
Biru memang sengaja tidak memesan kamar yang lebih mahal. Bukan karena dia ingin menyamakan kamar dengan pak kusir, tapi karena dia tidak ingin terlalu memanjakan dirinya sekalipun dia punya banyak uang. Dia tidak ingin terlena seperti dirinya yang dulu.
Setelah memakan jajanan di kedai pinggir jalan, Biru merasa sudah kenyang. Dia tidak ingin memesan makan malam, dan memilih untuk langsung tidur saja.
Karena lelah seharian, Biru tertidur dengan lelap. Dalam tidurnya dia bermimpi. Seorang gadis kecil berambut hitam dan bermata Biru, sedang memegang tangan seorang wanita dewasa.
Entah bagaimana, Biru merasa gadis kecil itu adalah dirinya, tapi dia tidak tahu siapa wanita itu.
Gadis kecil itu berjalan dengan melompat-lompat kecil. Dia sangat ceria. Wanita yang berjalan di sampingnya menoleh ke bawah, memandang gadis kecil itu.
Sepasang mata berwarna biru seperti miliknya memandang anak itu dengan lembut. Sambil tersenyum, tangan halusnya membelai rambut beberapa kali. Lalu dia berkata
"Sayang.... " Mulut wanita itu berkomat kamit, tapi Biru tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
Perlahan suaranya menghilang dan bayangannya pun kabur, hingga tidak bisa terlihat lagi.
Biru terbangun dari mimpinya. Saat dia membuka mata, matahari baru saja terbit. Biru mengerjapkan matanya beberapa kali, tapi dia tidak bangun.
"Mimpi apa itu? apakah itu adalah aku dan juga ibuku?. Kalau benar begitu aku pasti bahagia sekali. Karena dari sorot matanya yang memandangku, sudah jelas kalau dia menyayangi ku".
" Tapi sayangnya itu hanya mimpi".
Kalau di hari biasanya, Biru akan langsung bangun dan berlatih. Tapi kali ini Biru merasa malas untuk turun dari tempat tidur. Dia menarik selimutnya ke atas untuk mengusir hawa dingin yang menusuk, lalu kembali tidur lagi.
Biru baru bangun dari tidurnya tiga jam kemudian. Setelah membersihkan diri, Biru turun ke restoran untuk sarapan.
Ketika baru turun, Biru melihat pak kusir di depan pintu restoran. Kebetulan pria tersebut juga melihatnya.
"Selamat pagi Tuan Muda" sapa pria itu.
"Selamat pagi Pak. Apa Bapak sudah sarapan?"
"Be belum" jawab pria itu malu-malu.
"Kebetulan. Mari sarapan bersamaku"
"Ti tidak perlu Tuan Muda. Saya datang ke sini untuk membeli roti, saya terbiasa makan roti saja di pagi hari. Anda silahkan sarapan dengan tenang".
" Tapi aku tidak terbiasa sarapan sendirian. Kalau di asrama, aku biasanya makan bersama teman-teman ku. Kalau makan sendirian, rasanya jadi tidak berselera" Biru memasang muka sedih.
Pak kusir merasa serba salah. Bagaimana mungkin pak kusir sampai hati menolak permintaan tuannya, setelah melihat wajah sedihnya.
Setelah selesai sarapan, mereka segera berangkat menuju Desa Aris. Mumpung masih pagi mereka harus segera meninggalkan kota ini, kalau mereka tidak mau terjebak macet.
Karena semakin siang, tentu akan semakin banyak pendatang yang akan mengunjungi Kota Yugo. Mereka datang untuk Festival yang akan diadakan besok. Ada yang penasaran melihat kemeriahan nya, banyak pula yang datang untuk memanfaatkan acara ini demi menambah penghasilan.
Sebenarnya Biru juga penasaran ingin menyaksikan acara itu, tapi bila dia tidak pulang hari ini, entah apa yang akan dilakukan Guru Maina padanya.
Kereta melaju dengan mulus di jalan raya. Di kanan dan kiri jalan sudah nampak hiasan berwarna-warni yang terpasang. Rumah dan bangunan juga tidak luput berhias dengan cantik.
Hiasan warna-warni ini melambangkan musim semi yang akan datang. Mereka berharap hujan segera datang, dan bunga warna-warni akan ditumbuhkan.
Ketika melewati pusat pertokoan, Biru membuka jendela untuk melihat toko manisan miliknya.
Seperti yang sudah diduga, toko itu sangat ramai hari ini. Namun sudah ada empat orang di dalam toko, jadi Biru tidak perlu hawatir. Sepertinya mereka berdua benar-benar membawa suami dan anak mereka untuk membantu.
Biru tidak bisa menahan senyuman saat mengingatnya. Ketika dia ingin menutup daun jendela, Biru melihat seseorang melambaikan tangan padanya.
Orang itu adalah Delia, adik dari Delvaro. Rupanya gadis itu sedang pergi berbelanja bersama ibu dan kakaknya di pusat pertokoan. Mereka bertiga terlihat sangat bahagia.
Delvaro dan ibunya juga melihat Biru di dalam kereta. Wanita tua itu tersenyum lebar ketika Biru melihatnya, sedangkan Delvaro mengangguk. Biru membalas lambaian tangan Delia, hingga kereta melaju menjauh, dan mereka tidak terlihat lagi.
Melihat mereka bertiga bersama, dan tidak lagi menderita seperti di masa lalu, membuat Biru ikut merasa bahagia. Dia berharap semoga di kehidupan kali ini dia bisa menolong lebih banyak orang lagi.